Hadis Nabi Tentang Manusia Terbaik
HIDAYATUNA.COM – Manusia diciptakan dengan kesempurnaan akal dan fisik sehingga menjadi sebaik-baik makhluk. Namun tahukah Anda siapa manusia terbaik dari sebaik-baiknya manusia?
Dialah Rasulullah Saw, hanya beliau yang memiliki kesempurnaan akhlak dan adab dibanding semua manusia di bumi ini. Kesempurnaan Rasulullah hingga membuat beliau menyandang gelar “manusia terbaik” ini memang tidak dapat diragukan lagi.
Terlepas dari itu, manusia biasa seperti Anda dan saya, bisa menjadi manusia terbaik versi lainnya. Bukan untuk menandingi Rasulullah karena tidak mungkin akan menandinginya.
Bagaimanakah agar Anda bisa menjadi manusia terbaik? Rasulullah saw. bersabda yang artinya: “Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia yang lain.”
Hadis ini diriwayatkan oleh al-Tabrani dalam Mu’jam al-Awsathnya dan dinilai dhaif oleh ulama karena kecatatan perawinya. Meski begitu, ada banyak jalur yang meriwayatkan hadis tersebut.
Satu Cara Menjadi Manusia Terbaik
Nabi mengisyaratkan satu hal untuk menjadi manusia terbaik, yakni memberi manfaat bagi manusia yang lain. Inilah yang dapat membawa kita pada kesempurnaan di mata-Nya, untuk menjadi yang terbaik maka hidupnya mesti bermanfaat bagi orang lain.
Menjadi orang bermanfaat tidak lah mudah. Setidaknya ia memiliki dua syarat lain, yaitu memiliki sesuatu yang bermanfaat dan bersedia memberikan manfaat apa yang ia miliki kepada yang lain.
Jika salah satunya tidak terpenuhi, maka ia belum menjadi manusia terbaik sehingga, ‘memiliki’ saja namun tidak ‘memberi’ maka belum menjadi yang terbaik. Sebaliknya, mau memberi namun tidak ada yang dapat diberikan maka tidak akan terpenuhi juga.
Pepatah Arab mengatakan, faqidu al-syai la yu’thihi, orang yang tidak memilliki apa-apa maka ia tidak akan dapat memberikan apa pun. Artinya, sebelum memberi maka orang harus memiliki dulu. Memberi tetapi tidak memiliki adalah suatu kemustahilan.
Sedang memiliki saja tetapi tidak memberi juga bukan satu keutamaan. Sehingga ‘memiliki’ dan ‘memberi’ menjadi syarat mutlak untuk mendapatkan kriteria manusia terbaik.
Tiga Hal yang Membawa Manfaat
Apa yang dapat kita berikan kepada orang lain dan itu mendatangkan manfaat bagi mereka? Untuk menjawab hal tersebut, Nabi saw. dalam sebuah hadis menyebutkan tiga hal yang jika itu dimiliki dan memiliki nilai manfaat.
Maka nilai kebaikannya tidak akan putus pada orang yang memilikinya. Di antaranya ialah harta yang disedekahkan, ilmu yang diambil manfaatnya oleh yang lain dan anak yang mendoakan orang tuanya.
Nabi bersabda yang artinya: “Jika seseorang telah meninggal maka terputuslah semua amalnya kecuali tiga perkara, yakni: sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat dan anak shaleh yang mendoaka orang tuanya.” (HR. Muslim)
Memiliki harta, ilmu dan anak merupakan keinginan hampir semua orang. Tidak ada orang yang tak tertarik dengan harta. Demikian halnya tidak ada juga orang yang tidak tertarik dengan ilmu atau anak.
Untuk mendapatkan ketiga hal tersebut orang akan berusaha dengan sungguh-sungguh. Ada orang yang untuk mendapatkan harta yang banyak ia rela bekerja siang dan malam tanpa kenal lelah. Ada juga orang yang untuk mendapatkan ilmu, ia harus belajar bertahun-tahun merantau jauh meninggalkan kampung halamannya.
Langkah Terakhir Menjadi Manusia Terbaik
Setelah semua yang diinginkan di atas didapat apakah ia akan menjadi manusia terbaik? Ternyata tidak. Ia baru memasuki langkah pertama untuk menjadi manusia terbaik.
Ada langkah selanjutnya yang harus dilalui yakni bersedia ‘memberikan’ kemanfaatan atas apa yang dimiliki. Bukan hanya untuk diri dan keluarganya namun juga untuk orang lain.
Hadis kedua di atas selanjutnya menyebutkan nilai manfaat dari harta, ilmu dan anak. Harta akan bermanfaat apabila ia disedekahkan untuk orang lain dalam berbagai amal kebaikan.
Semakin luas nilai peruntukan dan besar manfaatnya bagi yang lain maka semakin besar pula kebaikannya. Namun jika harta yang banyak hanya untuk sekedar dikumpulkan atau sebatas menjadi perhiasan dan pajangan untuk kebanggaan pemilikinya maka harta tersebut belum memberi nilai manfaat.
Ilmu yang banyak yang dimiliki oleh seseorang juga belum memberikan nilai manfaat sebelum ia bersedia mengajarnya kepada yang lain tanpa harus memperhitungkan nilai rupiah yang akan didapatnya. Sementara itu, anak memiliki nilai manfaat apabila ia mendoakan untuk orang tuanya.
Dengan demikian, banyaknya harta, tingginya ilmu dan banyaknya anak belum menjadi ukuran bagi kebaikan seseorang sebelum ketiganya memberikan nilai manfaat bagi yang lain.
Referensi:
Artikel “Menjadi Manusia Terbaik”, Hairul Hudaya via uin-antasari.ac.id