Habis Idul Fitri, Bulan Syawal Terbitlah Undangan Pernikahan
HIDAYATUNA.COM – Ketika bulan Syawal menghampiri, yang paling familiar di telinga kita selain Idul Fitri ialah pelaksanaan pernikahan. Pernikahan saat bulan Syawal ini memiliki pijakan teologis yang bermuara pada hadis-hadis Nabi yang banyak ditemukan sumbernya melalui banyak riwayat.
Anjuran untuk melaksanakan pernikahan di Bulan Syawal ada di dalam beberapa kitab Shahih Muslim. Misalnya termuat dalam Bab Istihbab al-Tazawwuj wa al-Tazwij fi Syawwal wa Istihbab al-Dukhul fihi.
Paling tidak, inti dari muatan hadis di atas adalah menceritakan tentang praktik pernikahan Nabi Muhammad Saw dengan Aisyah di Bulan Syawal. Kecuali hadis dari Ibn Majah yang menyebutkan istri nabi yang lain yakni, Ummu Salamah melalui jalur berbeda yang disebutkan juga dilakukan ketika bulan Syawal.
Secara sosiologis religius, masyarakat Indonesia memiliki kecenderungan pada aspek-aspek teologis yang begitu kental. Khususnya di daerah saya, ketika bulan Syawal telah tiba, penaburan undangan pernikahan datang silih berganti.
Paling tidak, sudah lebih dari empat orang kenalan yang hendak melaksanakan pernikahan untuk bulan ini. Lagi-lagi pijakan yang dipakai adalah bersumber dari hadis-hadis nabi yang hidup dan diamalkan di tengah-tengah masyarakat karena dianggap bulan yang penuh kemuliaan.
Menurut masyarakat luas, selain mengandung nilai-nilai sunah menikah di bulan Syawal memiliki kandungan-kandungan sosial yang tetap lestari. Pernikahan yang berlangsung di bulan Syawal sekaligus diniatkan sebagai perekat silaturahmi dengan nuansa idul fitri yang khas nuansa meminta maaf dan memaafkan.
Sejarah Anjuran Menikah di Bulan Syawal
Islam secara khusus tidak menentukan kapan dan di bulan apa seharusnya prosesi pernikahan dilaksanakan. Hal ini telah disampaikan oleh Ibn Arabi dalam ‘Aridlah al-Ahwadzi yang juga diamini oleh al-Qari.
Shafa’ al-Dlawwi Ahmad al-Adwi,al-Adwi juga menambahkan bahwa kepercayaan terkait kesialan pada bulan Syawal adalah perkara yang bathil al-Mubarakfuri. Namun yang membudaya di masyakrat dilakukan pada bulan-bulan tertentu, dan kebanyakan biasanya dilakukan pada bulan Syawal dan Dzulhijjah.
Islam tidak memberikan panduan secara khusus yang memerintah dan melarang untuk melakukan pernikahan pada bulan-bulan tertentu. Hanya saja dasar pijakannya adalah Nabi menikahi Aisyah ra. dan Ummu Salamah pada bulan Syawal.
Dengan begitu, prosesi pernikahan pada bulan Syawal dapat dikatakan sebagai anjuran (mustahab) yang bisa saja bernilai ibadah dengan niat sebagai ittiba’an kepada rasul.
Pada zaman dahulu dalam tradisi Arab Jahiliyah menganggap bulan Syawal sebagai bulan yang penuh kesialan untuk melangsungkan pernikahan. Namun Nabi ingin mendobrak dan menghancurkan tembok-tembok tradisi yang memandang remeh akan hal itu.
Meski begitu, mau melaksanakan di bulan apa pun tidaklah masalah, yang masalah jika anda telah siap lahir dan batin tapi tidak segera menikah-menikah. Terpenting dan yang terjelas adalah pernikahan merupakan sunnah Nabi yang sangat dianjurkan.
Rasulullah Saw bahkan sampai menyebut “Barangsiapa yang membenci sunah ku (nikah) bukan termasuk golonganku”. Untuk Anda yang telah melaksanakan semoga menjadi keluarga yang penuh sakinah, mawaddah dan warahmah. Sedangkan untuk Anda yang belum semoga dikirimkan jodoh terbaik yang menambah ketaatan padaNya, amin
Wallahu a’lam bi al-shawab