GUSDURian Kecam Kekerasan Terhadap Warga di Pulau Rempang
HIDAYATUNA.COM, Jakarta – Sikap represi aparat kepolisian terhadap warga di Pulau Rempang, Batam, pada 7 September 2023 lalu mendapat respon dari GUSDURian.
Mereka mengecam aksi kekerasan yang dilakukan oleh pihak aparat.
Dalam siaran persnya yang diterima Senin (11/9/2023), GUSDURian meminta aparat kepolisian untuk menghormati hak asasi warga Pulau Rempang.
“Mengecam kekerasan dan penggunaan kekuatan yang berlebihan yang dilakukan oleh aparat gabungan ketika pengukuran lahan. Aparat harus menghormati hak asasi warga negara,” ungkap Direktur Jaringan GUSDURian, Hj Alissa Qotrunnada Wahid.
Selain itu, ia juga meminta kepada Kapolri dan Panglima TNI untuk menarik aparat gabungan dari Pulau Rempang serta melakukan penyelidikan dan sanksi bagi aparat yang melakukan kekerasan terhadap warga sipil.
“Polri dan TNI harus memiliki pedoman penanganan konflik yang berperspektif melindungi, bukan melukai,” tegasnya.
Gusdurian juga mendesak pemerintah untuk menghentikan praktik perampasan tanah (land grabbing) dan memastikan perlindungan dan pengakuan terhadap seluruh hak dasar masyarakat adat
Atas kasus yang menelan korban tersebut, pemerintah diminta untuk segera melakukan evaluasi kembali pelaksanaan proyek strategis nasional sehingga benar-benar digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
“Termasuk di dalamnya memastikan terlaksananya partisipasi yang bermakna (meaningful participation) dari warga negara,” jelas.
Alissa juga meminta pemerintah segera memberikan santunan dan biaya pengobatan kepada para warga yang menjadi korban dari tragedi kemarin
Menurut Gusdurian, dalam pengerjaan proyek strategis nasional, harus menjunjung tinggi implementasi Pancasila khususnya Kemanusiaan yang Adil dan Beradab serta Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Sebagai informasi, bentrokan yang terjadi di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau, bermula dari penolakan pengukuran lahan untuk proyek strategis nasional oleh Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (BP Batam).
Penolakan itu disebabkan ancaman hilangnya ruang hidup puluhan ribu warga yang sudah mendiami wilayah itu secara turun menurun sejak 1834. Sebanyak 16 kampung adat di Pulau Rempang dan Pulau Galang, Kepulauan Riau terancam tergusur oleh pembangunan proyek strategis nasional bernama Rempang Eco City. []