Gus War Sebut Penempatan Menag Itu Sudah Benar Bentengi Negara dari Bahaya Radikalisme

HIDAYATUNA.COM, Kediri – KH Anwar Iskandar (Gus War) dalam acara bedah buku ‘Fiqih Kebangsaan II’ saat peringatan Hari Santri di PP Al Amien, Ngasinan, Kelurahan Rejomulyo, Kecamatan Kota, Kediri, Minggu (27/10/2019), mengatakan bahwa pro-kontra mengenai sosok Menteri Agama pertama dari kalangan militer, Fachrul Razi, seharusnya tidak diperpanjangkan.
“Penempatan Menag itu sudah tepat untuk membentengi negara dari radikalisme,” ujar Pengasuh Pondok Pesantren Al Amien, Ngasinan, Kelurahan Rejomulyo, Kota Kediri, Jawa Timur, itu.
“Menteri itu disesuaikan dengan tupoksi. Pejabat disesuaikan dengan tupoksi. Tugas berat sekarang ini seperti yang dikatakan Presiden, bentengi negara ini dari radikalisme,” imbuhnya.
Dalam mengatasi radikalisme, katanya, dibutuhkan prinsip ‘The Right Man On The Right Place’. Itu artinya, sosok menteri agama sekarang ini berlatar belakang seorang tentara, yang diyakini nasionalisme kuat termasuk pemahaman politik juga kuat.
“Berlatar belakang TNI, kami yakini nasionalisme kuat, juga pemahaman politik cukup. Walaupun tidak berbasis pendidikan agama tapi punya pemahaman yang cukup tentang politik dan strategi selamatkan negara. Itu penting,” tegasnya.
Jika ada kekurangan tentang sosok Menteri Agama yang telah dipilih saat ini, lebih lanjut, bisa dibantu oleh wakilnya termasuk dirjen yang bertugas. Kelak, mungkin dari kementerian agama juga bisa merangkul tokoh agama, kiai, maupun ulama untuk ikut memerangi radikalisme yang sekarang ini sudah merebak kemana-mana.
“Negara ini adalah negara bangsa dan bukan negara agama. Sistemnya juga harus sistem kebangsaan, bukan sistem yang berbasis lainnya. Jadi, kiai paham tidak terpengaruh oleh paham yang bertentangan dengan negara bangsa dan Pancasila seperti radikalisme, liberalisme, komunisme,” paparnya.
Selain itu, ia juga berharap para peserta dalam kegiatan ini, suatu saat akan ikut serta memberikan pemahaman tentang negara bangsa ini ke para santrinya, mengingat santri yang dipandang juga akan menjadi calon pemimpin.
“Kalau mereka tidak dibentengi dengan nasionalisme dan kebangsaan yang kuat, apalagi terpapar radikalisme, akan berbahaya bangsa ini jika dipimpin orang yang tidak sesuai dengan dasar negara Pancasila dan sistem negara. Tugas gus atay ning dan ini bentengi negara dari bahaya radikalsime dan ini bagian NU untuk pertahankan diri,” jelasnya.
Di sisi lain, panitia bedah buku ‘Fiqih Kebangsaan II’, KH Oing Abdul Muid Shohib (Gus Muid) mengatakan kegiatan tersebut sengaja digelar. Selain bagian dari peringatan Hari Santri, 22 Oktober sekaligus ingin memberikan pemahaman tentang kebangsaan pada gus dan ning serta para santri menjadi lebih baik lagi.
“Jangan ada yang salah di Indonesia. Salah tapi kelihatannya benar. Islam disampaikan dengan simbol. Islam seolah agama pedang, padahal sejarahnya Nabi Muhammad SAW tidak perang jika tidak dimulai,” tukas KH Oing Abdul Muid Shohib itu.
Bahkan, kata pnitia bedah buku tersebut, bentuk NKRI bukan tanpa dasar. Para ulama dan tokoh bangsa telah merumuskan negara ini juga berdasarkan al-Quran dan hadits.
“Saya berharap dengan adanya kegiatan ini segala hal bisa diluruskan dan bisa diteruskan ke masyarakat luas tentang Islam rahmatan lil ‘alamin,” pungkas Gus Muid.