Gus Kamil, Sosok yang Menggabungkan Peran Ulama dan Umaro
HIDAYATUNA.COM, Jakarta – Umat Islam Indonesia kembali berduka, salah satu ulama ‘alim KH. Majid Kamil Maimoen Zubair atau biasa disapa Gus Kamil tutup usia pada 12 Juli 2020.
Tidak hanya dikenal sebagai ulama pengasuh pondok pesantren Pesantren Al-Anwar Sarang, Rembang, Jawa Tengah, putra ketiga dari ulama kharismatik almarhum KH Maimoen Zubai (Mbah Moen) ini juga dikenal sebagai politikus yang cemerlang.
Ia berhasil menduduki jabatan penting sebagai ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Rembang selama dua periode berturut-turut.
Lahir di Desa Karangmangu, Kecamatan Sarang, Kabupaten Rembang, Gus Kamil merupakan sosok gus yang memiliki peran besar bagi umat. Beliau kecil tumbuh sebagaimana layaknya putra-putri Syaikhina Maimoen, merasakan gemblengan ilmu agama sejak kecil.
Dengan penguasaan ilmu agama yang dimilikinya, Gus Kamil berhasil menggabungkan peran ulama sekaligus umaro. Boleh dibilang, sosoknya mewarisi apa yang ada dalam diri Mbah Moen (almaghfurlah).
Gus Kamil lahir pada tanggal 20 Juni 1971. Ia adalah putra ketiga dari Mbah Moen dengan Masthi’ah binti KH Idris yang berasal dari Cepu, Blora, Jawa Tengah.
Sedikit cerita, dulu Gus Kamil mengaku pernah bermimpi dipanggil Mbah Moen untuk menyusulnya ke Makkah.
“Saya bermimpi disuruh Abah (Mbah Moen) untuk menyusul ke Makkah, padahal saya enggak berniat ke sana,” kata Gus Kamil kepada wartawan saat wafatnya Mbah Moen dikutip dari INews, (6/8/2019).
Kiprah Keilmuan Gus Kamil
Dilansir dari laman resmi Pondok Pesantren Al Anwar yakni http://ppalanwar.com/ menjelaskan bahwa Gus Kamil memulai pengembaraan keilmuannya di Madrasah Ghazaliyah Syafi’iyyah (MGS). Sosoknya terkenal santai dan ulet dalam menuntut ilmu.
Setelah menamatkan pendidikan di MGS pada tahun 1992, Gus Kamil dikirim ke Ma’had Darut Tauhid, Makkah Arab Saudi untuk menimba ilmu kepada Sayyid Muhammad Alwi al-Maliki. Di sana, ia mengaji, baik bersifat klasikal sampai sorogan kepada para ulama yang didatangkan ke Ma’had Darut Tauhid.
Pada 2003, ia diizinkan pulang ke Sarang. Sepulang dari Makkah al-Mukarromah, ia menetap di Sarang dan mengajar di Pesantren Al-Anwar untuk membantu merealisasikan visi dan misi Mbah Moen, ayahandanya.