Gus Baha: Pakai Pengeras Suara atau Tidak, Sama-Sama Baik
HIDAYATUNA.COM, Jakarta – Sebelum ramai-ramai aturan pengeras suara yang diterbitkan Kementerian Agama (Kemenag), ulama kharismatik, KH. Ahmad Bahauddin Nursalim (Gus Baha) pernah memiliki pandangan tersendiri terkait pengeras suara.
Pria kelahiran Rembang, Jawa Tengah itu mengatakan perbedaan pendapat adalah hal lumrah.
“Sampean (kalian) kalau beda pendapat biasa saja. Jangan seperti orang sekarang, kalau beda pendapat ribut,” kata Gus Baja melalui video yang diunggah akun YouTube Sekolah Akherat, dikutip Selasa (1/3/2022).
Menurut Gus Baha, beda pendapat disebutnya sebagai fitrah. Tidak mungkin manusia itu tidak beda pendapat. Termasuk perbedaan pendapat mengenai keras atau lirihnya mengumandangkan azan.
“Di kampung-kampung kalau ada masjid pakai speaker, di mana-mana, saya sering ditanya, Gus, bilangin kalau azan jangan banter-banter, membuat berisik tetangga. Kalau sudah niat sholat, tidak usah azan pasti datang,” ujarnya.
Sementara lanjut Gus Baha, yang satunya lagi bilang, “Ya nggak! Harus keras, biar jadi syiar,” imbuhnya.
Pro-Kontra Beribadah di Masa Rasulullah
Menanggapi perbedaan pendapat tersebut, Gus baha menceritakan bahwa keras dan pelan cara ibadah juga telah terjadi di masa Rasulullah SAW.
“Abu Bakar kalau wiridan itu lirih sekali, selirih-lirihnya. Umar kalau wiridan keras sekali. Tidak pakai sound sistem tapi keras sekali, membuat ramai,” jelasnya.
Ketika Sayyidina Abu Bakar ditanya Rasulullah, “Ya Aba Bakrin, kenapa kamu melirihkan suara?”
Abu Bakar kemudian menjawab, “Saya itu malu sama Allah, Dia itu Dzat yang Maha Mendengar. Jadi, saya mengeraskan suara itu malu, seperti Tuhan butuh suara keras saja.”
Ketika Sayyidina Umar ditanya Rasulullah, “Kenapa kamu terlalu keras?”
“Supaya tidak mengantuk,” jawab Umar sederhana.
“Rasulullah dalam banyak hal ya begitu. Ketika banyak masalah itu sahabat berdoa keras-keras,”.
Rasulullah bersabda: “Kamu tidak berdoa dengan dzat yang tuli, maka kamu tidak usah keras-keras”, cerita Gus Baha dengan menukil Hadits Nabi.
“Jadi, andaikan ada istighosah pakai sound sistem keras-keras, itu ya perlu dipertanyakan. Tuhan sudah dengar kok gegernya seperti itu ngapain,” kata Gus Baha.
“Tapi kalau madzhab (pendapat) ini kamu pakai, lalu ada pertanyaan, ‘dangdut saja keras, kenapa kalimat thayyibah tidak boleh keras? Masalah lagi’,” kata Gus Baha membandingkan.
Di akhir ceramahnya Gus Baha menjelaskan hikmah dibalik perbedaan tersebut terkandung hikmah yang besar yakni memilih pendapat yang mana saja dalam hal ini tetap berpotensi baik.