Gus Baha Ingatkan Jangan Merasa Lebih Baik

 Gus Baha Ingatkan Jangan Merasa Lebih Baik

Gus Baha (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM – Orang-orang salih dulu berteman dengan siapa pun tidak masalah karena mereka tahu, bahwa ada orang fasik itu tidak selamanya. Gus Baha dalam kajiannya menyebut orang fasik dengan imbuhan “sedang” fasik. Entah “sedang” ada masalah, “sedang” turun imannya, atau yang lain.

Makna “sedang” sendiri berarti sementara, tidak selamanya. Inilah yang dikatakan Gus Baha sebagai bagian dari kearifan para kiai dalam berbangsa dan bernegara. Para ulama dan kiai terdahulu tidak pernah memberi stigma bahwa orang lain lebih buruk daripada kita.

Kita pun akhirnya nyaman karena kita tidak pernah merasa lebih baik dari siapa pun. Itulah rahasianya kenapa kiai, para ulama jaman dulu selalu fleksibel dalam berteman dengan siapa saja.

Sikap tawadhu’ inilah yang mestinya kita teladani di jaman ini. Sebab jika ketawadhu’an itu sudah luntur, seseorang bisa merasa lebih baik dari yang lainnya.

“Ketika orang merasa lebih baik, maka melahirkan keangkuhan, keangkuhan melahirkan sentimen. Sentimen ini lama-lama menjadikan sosial yang nggak sehat, bisa keos,” jelas Gus Baha.

Gus Baha, dalam sebuah kajian yang diunggah melalui kanal Youtube Santri Gayeng, menambahkan bahwa Allah SWT. membuat status yang sebenarnya ialah di akhir. Status yang dimaksud Gus Baha tersebut ialah husnul khatimah atau su’ul khatimah.

Kisah Wali Allah yang Memiliki Awal yang Buruk

Gus Baha mencontohkan Wali Allah, Sunan Bonang. Menurut cerita yang legendaris di kalangan orang terdahulu, Gus Baha mengisahkan Sunan Bonang awalnya ingin membegal. Namun akhirnya Sunan Bonang justru menjadi santri dan diangkat derajatnya oleh Allah SWT. sehingga menjadi wali Allah.

“Ada orang yang lama nyantri, nggak jadi-jadi Wali, tapi ada juga yang awalnya mau begal jadi santri dan jadi wali. Jadi perkenalan yang awalnya nggak baik, berakhir dengan baik. Kadang-kadang perkenalan yang awalnya baik berakhir dengan tidak baik,” ujar Gus Baha.

Ulama menyimpulkan bahwa hanya Allah SWT. yang bisa mengendalikan semua urusan. Manusia tidak berhak men-judge seseorang hanya dari apa yang tampak, sebab kita tidak pernah tahu akhirnya.

Bahkan di jaman Nabi Muhammad Saw pun, ada seseorang yang cukup membuat kesal Nabi Saw yakni Wahsyi. Ia merupakan seorang pembunuh Hamzah bin Abdul Muththalib, paman Nabi Saw.

Nabi Muhammad begitu kesal pada Wahsyi, namun oleh Allah ia justru diberi hidayah dan menjadi Muslim yang sangat baik. Itulah kuasa Allah untuk mengubah apa pun yang Dia kehendaki. Sebagai hamba yang dhaif, kita tidak pantas untuk melabeli seseorang, apalagi merasa lebih baik darinya.

Redaksi

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *