Gus Baha Beberkan Hukum Demonstrasi
HIDAYATUNA.COM, Surabaya – KH Bahauddin Nur Salim, atau yang akrab disapa Gus Baha, saat mengisi pengajian ‘Ngaji Mahasantri Milenial’ pada Sabtu kemarin itu mengatakan bahwa demonstrasi memiliki makna pokok berupa memperlihatkan. Bahkan, Gus Baha menjelaskan bahwa dalam Islam sendiri hukum demonstrasi itu sangat fleksibel, bisa boleh dan bisa berujung pada keharaman.
“Demonstrasi itu kan makna pokoknya itu memperlihatkan, sehingga kan dalam Islam itu fleksibel, asal itu tidak merugikan orang lain, tidak anarkis, tidak madharat bagi kelompok lain tentu boleh,” jelasnya, seperti yang dikutip HIDAYATUNA.COM dari laman NU Online pada Senin (14/10/2019).
Dalam negara demokrasi, lanjutnya, warga negaranya sebaiknya menyuarakan aspirasinya. Jika tidak menyampaikan aspirasinya, itu malah bisa berujung pada kesalahan dalam bernegara.
“Bahkan kalau kita tidak menyuarakan, tentunya dengan cara-cara yang Islami ya, itu kita malah disalahkan, berarti kita tidak ikut bertanggung jawab terhadap proses bernegara. Tapi harus disuarakan secara konstitusional dan secara baik,” paparnya.
Selanjutnya, ia juga menceritakan tentang Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta yang meminta izin saat akan mengikuti demo di Yogya tempo hari.
“Kemarin pas demo di Jogja, Rektor UII ketemu saya dan pamit: ‘Gus, mau demo,’ tanyanya. ‘Ya, tapi yang baik dan sopan,’ kata saya,” ceritanya.
Di sisi lain, ia mengutip surat Al-Baqarah ayat 251 yang menyatakan segala jenis kekuatan itu hendaknya ada yang mengontrolnya, dan bentuknya bisa bermacam-macam.
“Karena begini ya, di al-Qur’an ada ayat Wa Laula Daf’ullahin Naasa Ba’dlohum Biba’dlin Lafasadatil Ardl (Al-Baqarah ayat 251, red). Jadi, kekuatan apapun itu harus dikontrol. Tentu kontrol itu macam-macam. Tapi saya ulangi lagi, jangan anarkis, jangan melakukan yang sesuatu yang kontra produktif,” tegasnya.
Mengenai perbedaan pendapat tentang hukum melakukan demonstrasi, kiai Gus Baha yang juga Rais Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ini mengatakan bahwa perbedaan itu sudah biasa dalam fiqih.
“Kalau demo yang diharamkan oleh sebagian ulama itu adalah demo yang anarkis, sedangkan yang diperbolehkan itu maknanya yang tertib. Itu biasa di hukum fiqih,” ungkapnya. Artinya kalau demonstrasi itu dengan makna mengutarakan pendapat, dengan cara yang dijamin konstitusi, itu kan normal-normal saja dan tidak ada masalah. jadi saya rasa seperti itu,” pungkasnya.