Gerakan Salafi dan Sejarah Kemunculannya di Indonesia (1)

 Gerakan Salafi dan Sejarah Kemunculannya di Indonesia (1)

Baldatun Thayyibatun: Negeri Aman, Nyaman dan Sejahtera Tanpa Khilafah (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Berdasarkan sejarah, gerakan Salafi sebagai upaya mensyiarkan agama Islam secara murni tanpa adanya tambahan dan pengurangan syariat pada masa Rasulullah dan sahabat. Seseorang yang mengikuti gerakan salafiyah ini disebut sebagai salafi (as-salafy), jamaknya adalah salafiyyun (as-salafiyyun).

Menurut sejarah yang dikutip dari laman Nu.or.id, seorang syekh yang mengatakan bahwa siapa saja yang berpendapat sesuai dengan Alquran dan hadis mengenai aqidah, hukum dan suluknya menurut pemahaman salaf, maka ia disebut salafi. Jika pendapat mereka sebaliknya, maka mereka itu bukan salafi meskipun mereka hidup pada zaman sahabat, tabi’in & tabi’ut tabi’in.

Adapun sejarah salafi pertama kali menyebar di Indonesia dimulai pada awal dekade 1980-an. Munculnya gerakan Salafi ini dilatarbelakangi oleh berdirinya lembaga LIPIA (Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Bahasa Arab). LIPIA merupakan cabang dari Universitas Imam Muhammad ibn Saud Riyad di Indonesia.

Syekh Abdul Aziz Abdullah al-Ammar, murid tokoh utama salafi Syekh Abdullah bin Baz bertindak sebagai pemimpin LIPIA. Banyak mahasiswa Indonesia yang kemudian tertarik belajar di LIPIA karena iming-iming beasiswa berupa uang kuliah dan uang saku. LIPIA juga menjanjikan para alumninya untuk bisa melanjutkan tingkat master dan doktoral di Universitas Riyad di Saudi.

Alumni LIPIA angkatan 1980-an, kini menjadi tokoh terkemuka di kalangan salafi. Diantaranya adalah Yazid Jawwas, aktif di Minhaj us-Sunnah di Bogor; Farid Okbah, direktur al-Irsyad; Ainul Harits, Yayasan Nida”ul Islam, Surabaya; Abubakar M. Altway, Yayasan al-Sofwah, Jakarta; Ja’far Umar Thalib, pendiri Forum Ahlussunnah Wal Jamaah; and Yusuf Utsman Bais’a direktur al-Irsyad Pesantren, Tengaran.

Membentuk Laskar Jihad

Kaum Salafi, sebagaimana ciri utamanya pada generasi 1980-an LIPIA, mereka sangat anti terhadap kelompok Ikhwanul Muslimin, Hizbut Tahrir, Jemaah Tabligh dan Darul Islam. Jangankan untuk bergaul dengan mereka yang berorganisasi, dengan sesama salafi yang berorganisasipun mereka menolak untuk dibantu secara keuangan.

Sejak awal kemunculannya di Indonesia, gerakan Salafi berhasil melahirkan generasi bernama Ja’far Umar Thalib. Dia adalah lulusan pertama LIPIA dan menjadi perintis pertama gerakan dakwah salafi di Indonesia.

Dalam perjalanan dakwahnya menyebarkan ajaran salafiyah, Ja’far Umar Thalib pun membentuk Laskar Jihad Ahl Sunnah Wal Jama’ah (LJASWJ. Ja’far pula yang menjadi komandan pasukan Laskar Jihad ahlu sunnah wal Jamaah dan memimpin pasukan perang ke Ambon pada tahun 2001.

Dalam mendirikan Laskar Jihad ahlu sunnah wal Jamaah Ja’far tidak sendiri, namun didampingi muridnya Muhammad Assewed. Ja’far dan Assewed membentuk Laskar Jihad akibat kerusuhan yang terjadi di Ambon yang dari hari ke hari tidak menunjukan adanya penyelesaian yang baik.

Selain itu, Laskar Jihad menjadi bentuk keprihatinan Ja’far atas jatuhnya korban dari kalangan muslim yang semakin banyak. Saat itu keresahan dan kemarahan begitu besar di dada kaum muslimin di Indonesia, namun mereka tidak tahu apa yang harus mereka lakukan untuk meringankan beban saudara seiman mereka di Ambon.

Pasalnya, saat itu pemerintah Indonesia tidak berdaya dalam menghadapi para perusuh tersebut yang dengan leluasa membunuhi kaum muslimin di Ambon.Oleh sebab itulah Ja’far hadir dengan Laskar Jihadnya dan pemahaman Salafi yang ia terima dari LIPIA dan sepulang dari Yaman.

Keberangkatan Laskar Jihad ke Ambon

Atas keprihatinan tersebut, Muhammad Assewed beserta Ja’far Umar Thalib mengadakan telaah kitab baik Alquran maupun as-Sunnah untuk mendapat kepastian tindakan apa yang harus dilakukan. Setelah mendapat landasan teologis, keduanya berangkat ke Timur Tengah untuk berkonsultasi dengan para guru, tindakan apa sekiranya yang harus dilakukan.

Ulama-ulama Salafi yang dimintai fatwanya oleh Ja’far mengenai Jihad ke Ambon diantaranya adalah Syekh Abdul Muhsin al-‘Abbad, ahli hadith dari Madinah, ‘wajib menolong orang muslim yang didhalimi’.

Syekh Ahmad an-Najmi, anggota dewan ulama, mengatakan bahwa wajib hukumnya untuk menolong muslim yang dizalimi. Ia berpikir, penting untuk tidak langsung terjun ke arena pertempuran tanpa memiliki persiapan dan konsultasi yang bagus. Maka setelah melakukan berbagai kajian dan konsultasi, mereka akhirnya sepakat berangkat jihad ke Ambon secara organisatoris.

Keberangkatan Laskar Jihad ke Ambon ini didukung oleh pernyataan Syekh Muqbil bin Hadi al-Wadi, guru Ja’far di Yaman. Syekh Muqbil mengatakan bahwa setiap muslim Indonesia wajib untuk membela saudara muslim lainnya.

Syekh Rabi’ bin Hadi al-Madkholi dari Madinahjuga mengatakan hal yang serupa. Jihad adalah wajib untuk semua muslim sebab saudara-saudara mereka telah diserang oleh orang Kristen. Begitupun dengan Syekh Wahid al-Jabiri dan Syekh Muhammad bin Hadi al-Madkhali, dari Madinah yang mengatakan dalam hukum Islam dibolehkan untuk mempertahankan saudaranya yang tengah diserang.

Bersambung…

 

 

Sumber : Nu.or.id

Redaksi

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *