FKUB Wonogiri Berikan Pencerahan Pemahaman Radikalisme
HIDAYATUNA.COM, Wonogiri — Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Wonogiri memberikan pencerahan berupa pemaparan kembali perihal makna dan penertian dari radikalisme dan terorisme. Pasalnya, masyarakat hingga saat ini masih salah kaprah dalam memberikan pemaknaan dan pengertian.
“Tak jarang, karena tidak paham, masyarakat kemudian mengaitkan radikalisme dan aksi terorisme dengan salah satu aliran agama. Tak dipungkiri, radikalisme sendiri merupakan embrio lahirnya teroris,” ungkap Anggota FKUB Wonogiri H Mursyidi, kepada wartawan, Jumat (24/1/2020).
Mursyidi menjelaskan perbedaannya, kalau radikalisme adalah suatu ideologi, gagasan atau paham yang dimiliki individu/kelompok dengan cara ingin melakukan perubahan pada sistem sosial dan politik dengan menggunakan cara-cara kekerasan (ekstrim) secara drastis dan singkat dan bahkan bertentangan dengan sistem sosial yang berlaku.
Paham radikalisme, jelasnya lebih lanjut, sering dikaitkan dengan terorisme karena kelompok radikal dapat melakukan cara apapun agar keinginannya tercapai, termasuk meneror pihak yang tidak sepaham dengan mereka.
“Walaupun banyak yang mengaitkan radikalisme dengan agama tertentu, pada dasarnya radikalisme adalah masalah politik dan bukan ajaran agama,” imbuhnya.
Menurut dia, radikalisme merupakan suatu sikap yang mendambakan perubahan secara total dan bersifat revolusioner dengan menjungkirbalikkan nilai-nilai yang ada secara drastis lewat kekerasan (violence) dan aksi-aksi yang ekstrem.
Ada beberapa ciri yang bisa dikenali dari sikap dan paham radikal. Diantaranya, intoleran (tidak mau menghargai pendapat & keyakinan orang lain), fanatik (selalu merasa benar sendiri; menganggap orang lain salah), eksklusif dan revolusioner (cenderung menggunakan cara-cara kekerasan untuk mencapai tujuan).
“Secara empiris, masyarakat Indonesia masih rentan dan belum bisa memilah secara jelas nilai keagamaan yang benar dan yang disalahgunakan. Situasi itu membuka celah peningkatan kejahatan terorisme, sehingga perlu bagi seluruh elemen masyarakat melakukan kontra radikalisme,” katanya.
Oleh sebab itu, untuk pencegahan paham terorisme dan radikalisme tak bisa dilakukan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) saja, namun peran masyarakat juga dibutuhkan untuk menangkal paham-paham yang dapat menghancurkan ideologi bangsa dan negara.
Saat ini paham terorisme dan radikalisme terus berkembang di Indonesia dan hal ini dinilai berbahaya. Untuk itu, peran seluruh elemen masyarakat dibutuhkan untuk menangkal paham tersebut masuk terlalu dalam ke warga negara Indonesia.
Salah satu langkah konkret adalah melalui pendidikan di berbagai tingkatan. Pendidikan menjadi kunci untuk mencegah radikalisme. Misalnya, lembaga pendidikan harus membangun daya kritis generasi muda dalam mencerna informasi di dunia maya. Sebab, paham radikalisme juga disusupi lewat dunia siber.
Lebih lanjut Mursyidi mengatakan, infiltrasi radikal melalui gadget banyak sekali dari ajakan melakukan hijrah ke Irak, Suriah itu mengatasnamakan agama. Kelompok ini menyebar doktrin untuk hijrah dengan alasan untuk menuju jalan masuk surga. “Kalau kita berpikir kritis, apa benar masuk surga harus ke sana dulu? Bahkan rela mengkafir-kafirkan dan menganggap sesat saudaranya sendiri,” ujarnya.
Organisasi masyarakat sipil dan keagamaan moderat bisa berperan strategis dalam melawan narasi radikalisme dengan narasi tandingan. Misalnya Nahdlatul Ulama punya narasi Islam Nusantara. Kemudian Muhammadiyah Islam berkemajuan. Itu alternatif narasi memberikan narasi tandingan.
“Sehingga masyarakat semakin sadar bahwa ajaran agama yang benar mengajarkan nilai toleransi, kepedulian, kasih sayang, dan kelembutan dengan sesama manusia,” tuturnya.
Menyikapi kondisi demikian, pejabat Kemenag Wonogiri ini mengatakan, sangat penting merangkul seluruh tokoh masyarakat dan tokoh agama dalam melawan penafsiran negatif atas doktrin agama yang disalahgunakan oleh kelompok teroris atau radikal.
“Oleh karena itu, saat ini sangat mendesak adanya upaya penguatan masyarakat sipil dalam kontra radikalisme, sehingga bisa membuat bangsa ini tak terperosok pada konflik sektarian dan penyebaran paham radikalisme, baik lewat Ormas keagamaan maupun langsung pada tingkatan RT/ RW yang ada di daerah,” tandasnya. (AS/HIDAYATUNA.COM)