Fitrah Suci dan Akal Sehat: 2 Nikmat Tak Ternilai

Keajaiban Intelektual Imam Ibnu Hajar: Sebuah Eksplorasi Kecerdasan dan Dedikasi (Ilustrasi/Hidayatuna)
HIDAYATUNA.COM, Sumatera Barat – Setiap manusia dibekali fitrah yang suci dan akal yang sehat untuk bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Memang, ada hal-hal yang untuk membedakannya tidak cukup mengandalkan fitrah dan akal semata, melainkan perlu ilmu dan kedalaman berpikir.
Namun untuk masalah-masalah yang bersifat pokok, apalagi dalam masalah akidah, fitrah yang suci dan akal yang sehat sudah cukup. Untuk menilai mana yang benar dan mana yang salah.
Kedua, jangan pernah ‘tumpangkan’ akal yang dikaruniakan oleh Allah kepada siapa pun, termasuk pada guru sekalipun. Berguru tidak berarti menganggurkan dan menggugurkan akal.
Justru, guru yang benar adalah guru yang membuat akal muridnya semakin cerdas dan bisa berpikir secara mandiri. Guru yang benar adalah guru yang melatih muridnya berpikir kritis meskipun diarahkan kepada dirinya.
Maka ketika ada keanehan dan kejanggalan yang ditangkap oleh fitrah yang suci dan akal yang sehat berhentilah sejenak. Pikirkan secara tenang dan matang, apakah ajaran dan kelompok yang diikuti ini benar atau salah.
Berdiskusilah dengan orang yang lebih mengerti dan berilmu untuk mendapatkan pencerahan dan second opinion. Ingatlah bahwa kelak di hari kiamat kita akan menghadap-Nya sendiri-sendiri :
وَكُلُّهُمْ آتِيهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَرْدًا (مريم : 95)
Artinya :
“Masing-masing akan datang kepada-Nya di hari kiamat sendiri-sendiri.”
Tidak ada yang datang menghadap Allah bersama gurunya, dan ketika sang guru ternyata sesat, murid tidak akan bisa ngeles dengan mengatakan: “Ya Allah, saya sesat gara-gara dia…”.
Manusia dicipta dengan akal untuk digunakan berpikir dan membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Kalau tidak digunakan untuk berpikir apa bedanya manusia dengan robot.
Ketiga, sebuah kebenaran sudah tampak di depan mata segera ikuti dan jangan pernah ragu. Ketika seseorang ragu menerima dan mengikuti kebenaran.
Sementara hatinya sudah merasa tenang dan yakin (ينلثج به صدره), tapi ia mengabaikannya, maka selamanya mata hatinya akan tertutup menerima kebenaran.
وَنُقَلِّبُ أَفْئِدَتَهُمْ وَأَبْصَارَهُمْ كَمَا لَمْ يُؤْمِنُوا بِهِ أَوَّلَ مَرَّةٍ وَنَذَرُهُمْ فِي طُغْيَانِهِمْ يَعْمَهُونَ (الأنعام : 110)
“Dan Kami palingkan hati dan penglihatan mereka sebagaimana mereka tidak beriman kepadanya pertama kali, dan Kami biarkan mereka bingung dalam kesesatan.”