Film Barbie Mengangkat Isu Feminisme

Film Barbie Mengangkat Isu Feminisme (Ilustrasi/IMDb)
HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Film Barbie yang tayang pada bulan Juli ini, kini menempati posisi teratas di bioskop Indonesia dan di luar negeri.
Film Barbie sukses membuat banyak orang tertarik dan ingin menonton. Film ini dibintangi oleh Margot Robbie sebagai Barbie dan Ryan Gosling sebagai Ken.
Film yang didominan oleh warna pink sebagai warna yang identik dengan Barbie dan simbol femininitas yang dimiliki oleh Barbie dan setting Barbie land dalam film.
Dalam sejarahnya, Barbie merupakan boneka yang menyerpai manusia, dibuat pertama kali pada 1959 di Amerika Serikat.
Perusahaan Matel, merupakan produsen Barbie yang didirikan oleh Ruth Handler dan suaminya, Elliot Matson.
Ruth terinspirasi membuat Barbie dari anaknya, Barbara, bermain boneka kertas dengan teman-temannya.
Kemudian boneka Barbie ini diminati oleh banyak anak perempuan pada 1961 dan perusahaan Mattel memutuskan untuk membuat produk baru.
Hingga akhirnya, film Barbie versi manusia tayang pada 21 Juli 2023 di Inggris.
Setelah saya menonton film Barbie, film ini secara eksplisit menjelaskan bahwa Barbie mengangkat isu feminisme.
Sebagian orang mungkin menyangka bahwa film ini merupakan film live action yang menceritakan kehidupan sempurna Barbie dan Ken.
Namun ternyata film ini memiliki alur sendiri yang mengangkat isu feminisme di dunia modern.
Film ini bercerita mengenai kehidupan Barbie yang hidup di Barbie Land yang terhubung dengan dunia modern manusia.
Barbie Land adalah sebuah setting tempat para Barbie dan para Ken yang di dalamnya yang secara dominan diatur oleh perempuan.
Seluruh peran peran penting seperti pemerintahan, dokter, hakim, pekerja lapangan dan lain-lainnya, didominasi oleh perempuan.
Karena suatu alasan, Barbie harus berpetualang ke dunia modern manusia bersama Ken untuk menyelesaikan masalahnya di dunia nyata.
Barbie fokus untuk menyelesaikan masalahnya. Tapi sayangnya setelah Ken datang ke dunia manusia, dia melihat sebuah realistas yang menurutnya berbanding terbalik dari Barbie Land.
Di dunia manusia, banyak peran-peran penting yang didominasi oleh laki-laki.
Akhirnya Ken memutuskan untuk kembali ke Barbie Land dengan tujuan untuk mengakuisi Barbie Land.
Ken mengubah seluruh pemerintahan dan pola fikir rakyat Barbie land dengan mengisi peran-peran penting oleh para Ken (para Barbie laki-laki) menjadi Kendom.
Kendom menjadikan para Barbie turun dari perannya dan bekerja untuk melayani para Ken.
Barbie di dunia manusia bertemu ibu dan anak yang akan membantunya untuk menyelesaikan masalahnya dan kembali ke Barbie Land.
Mereka bertiga bersama-sama ke Barbie Land, dan Barbie sangat kaget melihat perubahan yang dilakukan oleh Ken.
Ken mengubah Barbie land menjadi Kendom di mana seluruh Barbie tunduk pada praktik patriarki dan toxic masculinity yang dibawa Ken dari dunia nyata.
Akhirnya mereka bertiga berusaha untuk menyadarkan seluruh Barbie bahwa yang sedang dilakukan Ken adalah praktik patriarki yang salah.
Ide ini juga jadi tamparan untuk dunia, praktik patriarki seperti ini seharusnya sudah dihilangkan dari masyarakat.
Perempuan dan laki-laki bisa memimpin bersama tanpa diskriminasi.
Hingga akhirnya Barbie dan timnya berhasil merebut kembali kepemimpinan dan menjadikan para Barbie kembali pada perannya.
Dari sedikit cerita di atas Barbie berpegang teguh pada feminisme.
Bahwa perempuan juga bisa melakukan apa yang dimau dan mengisi peran-peran penting, walaupun banyak yang mengomentari bahwa berbie terlihat anti laki-laki. Namun terlepas dari itu berbie movie ini menunjukan bahwa perempuan juga bisa untuk memimpin.
Melihat kentalnya budaya patriarki di dunia nyata, Barbie merasa tidak nyaman, apalagi saat dirinya merasa dilihat sebagai objek oleh para pria.
Budaya patriarki yang kental di dunia nyata itu lantas dibawa Ken menuju ke dunia Barbie.
Ken mulai “mencuci otak” boneka Ken lainnya, menyadarkan mereka bahwa pria bisa berkuasa, bahwa ada dunia nyata yang seperti surga bagi para pria.
Karakter Ken yang diciptakan Greta Gerwig mampu merepresentasikan masalah toxic masculinity di dunia nyata yang berdampak negatif terhadap laki-laki dan perempuan.
Contoh toxic masculinity antara lain adalah gagasan bahwa laki-laki tidak boleh menangis, laki-laki harus jadi yang paling kuat, laki-laki tidak memasak, laki-laki tidak mengerjakan pekerjaan rumah, laki-laki yang paling tangguh, laki-laki harus dilayani, dan sebagainya.
Feminisme adalah serangkaian gerakan sosial, gerakan politik, dan ideologi yang memiliki tujuan memperjuangkan hak-hak perempuan dan kelompok rentan dengan menetapkan kesetaraan pada aspek politik, ekonomi, pribadi, dan sosial.
Dari dua jenis kelamin dalam film Barbie ini terlihat jelas bahwa Barbie dapat menjadi apapun yang mereka inginkan, tidak terbatas dalam peran domestik, sehingga kepemimpinan dalam Barbie land didominasi oleh para Barbie.
Setelah merasakan bagaimana kepemimpinan yang dominan laki-laki di Kendom, maka kunci hubungan baik para Barbie dan para Ken adalah harus saling bekerjasama.
Peran perempuan di Indonesia masih timpang, karena tidak semua perempuan Indonesia mendapatkan hak-haknya.
Padahal perempuan memiliki hak-hak yang dapat menguatkan mereka dalam partisipasi kepemimpinan, politik, peran, pekerjaan, dan lain-lain.]
Penting juga memastikan bahwa perempuan di Indoneia memiliki otoritas dalam menentukan posisi dan peran.
Laki-laki tidak merasa tertindas ataupun menjadi korban dalam feminisme, sebab gerakan feminisme ini berusaha untuk menyetarakan laki laki, perempuan dan kelompok minoritas untuk memiliki hak yang sama.
Diharapkan film Barbie ini dapat membentuk pola pikir baru bagi para laki-laki yang diwakilkan dalam sosok Ken, yang patriarkis.
Laki-laki harus sadar bahwa perempuan juga memiliki hak asasi manusia yang tidak boleh diperlakukan secara diskriminatif.
Isu-isu yang diangkat dalam film Barbie diharapkan dapat menjadi pengetahuan dan dorongan bagi kita semua untuk menyadari ketimpangan dan diskriminasi berbasis gender. []