Mengenal Feminisme Islam dari Sachito Murata

 Mengenal Feminisme Islam dari Sachito Murata

Feminisme Islam

HIDAYATUNA.COM – Feminisme di Indonesia berjalan sesuai ajaran Islam setelah Sachiko Murata perempuan non-muslim mempelajari hukum-hukum Islam.

Feminis ibarat estafet perjuangan Nabi Muhammad saw dalam membela perempuan. Terlebih untuk persoalan hak-hak perempuan dan kemanusiaan yang terus terjadi hingga sekarang.

Sebagaimana feminisme, Nabi Muhammad saw membela hak perempuan yang diperbudak. Memberikan kesempatan bagi perempuan untuk belajar, serta membela kaum tertindas.

Nabi Muhammad saw embawa perempuan keluar dari belenggu penindasan dan setara dengan manusia lainnya. Feminisme bisa dikatakan estafet perjuangan Nabi Muhammad saw sebagai Rasul terakhir.

Meski saat kepempinan Nabi Muhammad saw, kita belum mengenal istilah “feminisme”. Namun praktik yang diajarkan oleh Rasulullah saw itu bisa menjadi bahan refleksi untuk sebuah perjangan.

Harus dipahami, bahwa feminis muslim menjadikan agama Islam sebagai patokan dalam melakukan kegiatan-kegiatan. Kegiatan tersebut sifatnya memperjuangkan hak, serta atas dasar kemanusiaan.

Tentu, hal itu menjadi keharusan yang tercantum dalam ajaran Islam untuk menegakkan keadilan dalam upaya memanusiakan manusia.

Sejalan dengan pemikiran tersebut, Sachito Murata, penulis perempuan yang berasal dari Jepang. Tercatat sebagai seorang wanita non muslim pertama yang mendaftar masuk Fakultas Teologi dalam Program Yurispundensi (fiqh.

Ia berkesempatan secara langsung mempelajari hukum Islam dari beberapa otoritas terkemuka dibidangnya, diantaranya: Sayyid Hassan Iftikharzada Sabziwari.

Sayyid Hassan Iftikharzada Sabziwari merupakan seorang ulama terdidik dalam bidang metodologi tradisional yang membantunya mengkaji beberapa teks tersulit dari Yurisprudensi (Fiqh dan prinsip-prinsip Yurisprudensi (Ushul Fiqh).

Profesor Abu al- Toshihiko Izutsu, pembimbingnya, Sachiko Murata berhasil menerjemahkan teks klasik abad ke-10 H / 16 M, tentang prinsip-prinsip Yurispundensi, ke dalam bahasa Jepang.

Teori Kosmologi dan Teologi dalam Islam

Dalam fase kehidupannya yang semangat mempelajari ajaran Islam, khususnya tentang kesetaraan gender. Sachiko murata mencoba menganalisis relasi gender melalui teori Kosmologi dan Teologi dalam Islam: mirip dengan  teori kosmologi Cina yakni Yin dan Yang.

Sachiko murata menganalisis dengan mengedepankan dengan teori Emansipasinya Plotenus. Yaitu dengan mengungkapkan apa makna Kesatuan, makna Dualitas yang berasal dari Kesatuan dan dari dualitas menjadi kesatuan kembali.

Konsep dasar dalam pendekatan kosmos atau alam (penjelasan dari alam semesta) yang diejawantahkan Sachiko Murata, adalah dengan memunculkan statement bahwa semua yang diciptakan Tuhan di alam semesta ini berpasang-pasangan. Hal itu berlandaskan firman Allah QS. Ad-Dzariyat ayat 49.

Tuhan menciptakan bumi dan langit, air dan api, laki-laki dan perempuan. Hal itu semata-mata untuk menjadikan kita pelajaran bahwa keduanya saling membutuhkan antar yang satu dengan lain.

Kelebihan dan kekurangan, dalam konteks relasi laki-laki dan perempuan menjadikan bahan refleksi kepada kita bahwa kekuatan seuperior dan inferior itu tidak bisa dijadikan patokan untuk setiap kehidupan.

Ada beberapa fase dimana laki-laki superior, sebaliknya di fase yang lain, perempuan menjadi inferior. Sehingga keduanya saling mengisi satu sama lain.

Pendekatan yang dipakai untuk menjelaskan relasi gender, kadang-kadang  terpengaruh oleh pemikiran Cina ajaran Taoisme (kosmologi alam) dalam Asia Timur. Dalam kosmologi Cina menjelaskan alam semesta dalam batasan lain dalam keselarasan  alam semesta berubah setiap saat.

Teori Yin dan Yang

Yin menginterpretasikan segala sesuatu yang bersifat lembut, pasif, dan interior, ia berwarna gelap, bertemperatur dingin dan bergerak ke bawah dimana unsur Yin adalah cair (yang selalu ditegaskan dalam Thaotching, air selalu mencari daratan yang lebih rendah).

Yin berkaitan dengan immaterial bumi dan nama-nama keindahan seperi: Jamal, Luthf, Rahmah. Sedangkan Yang menginterpretasikan sesuatu yang bersifat kuasa, aktif. Ia berwarna putih, tinggi, dan meluas.

Yang juga mengacu pada immateri dan energy, dimana unsur Yang adalah api dan panas (nama-nama Keagungan Jamal, Qahr, Ghadab). Taoisme sering memperlakukan Yin lebih baik dari Yang, namun keduanya pada akhirnya termanifestasi melalui lingkaran kehidupan.

Dalam toeri tersebut, “ Tao” adalah Tuhan (Zat yang Esa menunjukkan makna kesatuan). Tao menciptakan kosmos ini dengan dua kualitas atau dualitas yaitu kualitas feminim (yin) dan kualitas maskulin (yang).

Tuhan memiliki sifat Maskulin dan Feminim yang dipancarkan pada setiap manusia, baik lak-laki maupun perempuan yang dimanifestasikan melalui 99 nama Allah (Asmaulhusna).

Kita memahami bahwa perempuan yang dimanifestasikan dengan Yin karena kualitas feminism, sedangkan laki-laki dimanifestasikan dengan Yang karena kualitas maskulin merupakan manifestasi dari Tuhan sebagai sang pencipta.

Keduanya memiliki potensi yang sama, memiliki kesempatan untuk memberdayakan dirinya dengan segala upaya dan cara dimiliki.

Namun, akibat konstruk sosial yang terjadi di masyaarakat, maka Yang lebih superioritas dibandingkan dengan Yin. Padahal, Tuhan menciptakan keduanya untuk bertakwa kepadaNya. Hanya takwa yang bisa jadi pembeda diantara keduanya.

Oleh karena itu, harus  memunculkan relasi yang harmonis dengan tidak memuliakan salah satu dari keduanya, tetapi memuliakan keharmonisannya dengan menganggap sama derajat pria dan wanita.

Relasi derajat yang sama tersebut berdasarkan kualitas manusia, sama dihadapan Tuhan, yang membedakannya adalah tingkat ketaqwaan dan pengakuan ke-Esa-an terhadap Allah, karena tidak ada Tuhan selain Allah (tauhid).

Redaksi

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *