Etika Kekuasaan Nabi Muhammad Anti-Tesis Model Kekuasaan pada Zamannya
HIDAYATUNA.COM, Jakarta – Kehadiran Nabi Muhammad di tanah Arab dan bahkan dunia seakan membawa oase tersendiri kehidupan manusia. Ajaran-ajarannya selalu menjadi inspirasi bagi orang-orang sebelum dan sesudahnya, termasuk soal ajaran etika kekuasaan.
Menurut cendekiawan mulim Indonesia, Ulil Abshar Abdalla, ajaran-ajaran Nabi Muhammad soal etika kekuasaan adalah bentuk anti-tesis model kekuasaan pada zamannya. Tidak hanya itu, ajaran-ajaran lain Nabi Muhammad juga menjadi washilah bagi umat manusia untuk menjadi lebih baik lagi.
Contoh kasus dalam etika saat makan. Nabi Muhammad mengajarkan sopan santun yang itu tidak pernah ditemukan dalam laku kehidupan bangsa Arab pada masanya.
“Saya akan mulai woro-woro kali ini dengan sebuah kisah kecil tentang Kanjeng Nabi,” kata Gus Ulil sapaan Ulil Abshar Abdalla, Jumat (16/7/2021). Dikutip melalui catatan di laman Facebook pribadinya.
Ia menjelaskan, dalam hadis riwayat Ibn Majah (hadis no. 244, edisi Dar Ibn Hazm), sahabat ‘Amr ibn ‘Ash berkata demikian: Nabi tidak pernah makan sambil bersandar “leyeh-leyeh” (muttaki’an), juga tidak pernah berjalan dan “di-dherekke” oleh dua orang (atau lebih di belakangnya).
“Dengan kata lain, Kanjeng Nabi tidak pernah berperangai layaknya para penguasa dan elit di zamannya yang suka di-dherekke oleh para pengawal dan ajudan. Termasuk ajudan yang khusus membawakan hape, kalau zaman sekarang,” jelasnya.
“Kanjeng Nabi adalah anti-tesis dari gaya hidup para elit di zamannya. Dan ajaran-ajaran Kanjeng Nabi mengenai “etika kekuasaan” juga anti-tesis terhadap model kekuasaan pada zamannya,” sambungnya.
Sebagai informasi, Nabi Muhammad merupakan Rasul yang diutus oleh Allah SWT. untuk menyempurnakan akhlak manusia melalui agama Islam rahmatan lil alamin.
Bahkan Allah berfirman dalam Alquran dalam Surah Al-Ahzab, ayat 21: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”
Oleh karenanya, sudah sepatutnya umat muslim mencontoh dan menjadikan Nabi terakhir itu sebagai suri tauladan dalam kehidupan sehari-hari.