Etika Bisnis yang Dijalankan Rasulullah Saw

 Etika Bisnis yang Dijalankan Rasulullah Saw

Tasht-Gozari, Sebuah Ritual Kuno Peringati Muharram di Iran (Ilust/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM – Masyarakat umum masih sering memandang bisnis adalah tentang keuntungan sebanyak-banyaknya. Sebisa mungkin mengeluarkan modal kecil dan mendapatkan laba yang besar, tak pelak banyak pelaku bisnis kemudian menghalalkan segala cara untuk mendapatkan keuntungan.

Perilaku mengutamakan modal sekecil mungkin dengan mendapatkan untung sebanyak-banyaknya, dapat memupus rasa tanggung jawab sosial para pelaku bisnis. Sudah jelas, etika dalam berbisnis sebagaimana yang Rasulullah Saw contohkan dalam Alquran dan hadis tidak diaplikasikan.

Rasulullah Saw sendiri telah mulai merintis bisnis sejak masih kecil ketika ia diasuh oleh Halimah Assa’diyah hingga dewasa. Nabi Muhammad yang kala itu berusia 4 tahun mulai menggembala kambing bersama saudara sepersusuannya dari ibu Halimah.

Ketika di Makkah, Rasulullah lalu menjadikan pengalaman masa kecil tersebut sebagai pekerjaannya. Beliau menggembala kambing-kambing milik penduduk Makkah saat itu.

Bekerja dengan Khadijah hingga Menikahinya

Pengalaman baginda Rasulullah Saw merupakan hasil didikan dan pergulatannya dengan kehidupan masyarakat Jahiliyyah. Bersama pamannya, Abu Thalib, Rasulullah Saw pernah mengunjungi pasar-pasar dan festival saat melakukan perjalanan ke Syam.

Kepiawaiannya berbisni didukung oleh sifatnya yang al-Amīn (dapat dipercaya) sehingga ia pantas mendapatkan gelar tersebut. Berkat sifatnya yang amanah itulah kemudahannya untuk membangun jaringan dengan pelaku bisnis lainnya dapat terjalin dengan mudah.

Begitulah awal mula pertemuannya dengan sang istri, Khadijah, bermula sebagai karyawan hingga kemudian menjadi suaminya. Setelah menikah dengan Khadijah, Rasulullah pun semakin sibuk dengan bisnis mereka hingga menjadi profesional.

Meski sibuk berbisnis bersama Khadijah, Rasulullah tetap menjalankan kewajibannya sebagai kekasih Allah. Beliau menjalankan segala sesuatunya, termasuk yang berhubungan dengan bisnis, bukan hanya mengandalkan wahyu Allah namun atas pengalaman sosialnya dan akal pikiran beliau.

Redaksi

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *