Esensi Isra Mi’raj Menurut Haedar Nashir

 Esensi Isra Mi’raj Menurut Haedar Nashir

Haedar Nashir (Ilustrasu/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM, Jakarta – Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir menyebut Isra Mi’raj memiliki nilai inklusif bagi kehidupan kemanusiaan dan semesta. Hal itu terjabarkan dalam tiga makna dalam refleksi Isra Mi’raj itu sendiri.

Makna pertama, kata Haedar Nashir adalah makna kekuasaan. Isra Mi’raj Nabi Muhammad dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha hingga Sidratul Muntaha.

Menurutnya, momen ini mengandung pesan bahwa di atas pencapaian ketinggian ilmu manusia, masih ada kekuatan ilahiyah. Kekuatan yang tidak selalu bisa dirasionalisasi oleh pencerapan dan ilmu pengetahuan manusia.

“Isra Mi’raj menunjukkan bahwa di balik kekuasaan manusia yang bersifat profan atau duniawi itu ada kekuasaan Allah. Kekuasaan Tuhan yang bersifat ruhaniyah-ilahiyah atau divine power atau kekuasaan yang sakral,” kata Haedar Nashir dilansir dari laman resmi Muhammadiyah, Rabu (02/03/2022).

Ia menjelaskan, di atas langit masih ada langit. Maka manusia seyogyanya dengan kekuatan yang dimilikinya tetap rendah hati, tidak menyalahgunakan.

“Perang, penistaan, kezaliman dan segala bentuk kesewenang-wenangan itu terjadi karena kekuasaan manusia lepas dari kekuasaan ketuhanan,” sambungnya.

Ibadah Salat dalam Makna Isra Mi’raj

Makna kedua adalah makna diwajibkannya ibadah salat bagi umat muslim dalam peristiwa Isra Mi’raj. Menurutnya, ibadah salat memiliki dua dimensi pesan. Yakni hubungan manusia dengan Tuhan (habluminallah) dan hubungan manusia dengan manusia lainnya (habluminannas).

“Salat dan ibadah dalam Islam punya dimensi habluminannas yakni memberikan hubungan yang baik, damai, dan memberikan manfaat bagi kehidupan. Sehingga semakin banyak orang yang beribadah dengan baik, maka semakin baik kehidupan antara manusia, baik dalam hubungannya dengan lingkungan dan alam semesta,” jelasnya.

Dalam posisi ini, lanjut Haedar, menjadikan Isra Mi’raj dengan buah dari salat untuk membangun relasi kemanusiaan yang semakin baik. Tetapi juga relasi ketuhanan yang semakin dekat sehingga manusia semakin damai dengan langit, tapi juga semakin damai dengan bumi.

“Artinya bangun kehidupan yang lebih baik, adil, damai, tenteram, aman, makmur serta hidup maju bersama sehingga kehidupan menjadi penuh makna,” ujarnya.

Makna ketiga menurut Haedar adalah dijalankannya dua risalah Nabi setelah Isra Mi’raj. Dua risalah itu adalah risalah menyempurnakan akhlak beserta risalah Islam sebagai rahmat bagi semesta alam. Dua risalah ini menurutnya mengandung makna bahwa Islam membangun peradaban sekaligus membangun keadaban.

Oleh karena itu, dirinya berpesan agar umat muslim, tokoh agama, tokoh organisasi Islam senantiasa mencontoh akhlak mulia nabi. Dengan tutur-tindakan yang berkeadaban di dunia nyata ataupun di media sosial sembari menebar rahmat bagi lingkungan di mana dia berada.

“Jangan melakukan kebijakan yang membawa madarat, lebih-lebih atas nama agama. Agama harus difungsikan sebagai pencipta kebaikan dalam kehidupan,” tandasnya.

Romandhon MK

Peminat Sejarah Pengelola @podcasttanyasejarah

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *