Ekstremitas Adalah Hal Yang Tercela

 Ekstremitas Adalah Hal Yang Tercela

Penting Diketahui Oleh Semua Umat Muslim di Seluruh Dunia Bahwasanya Tindakan Ekstremitas Adalah Hal Yang Tercela

إنَّ الـحَمْدَ لِلّهِ نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُ, الدَّاعِيْ إِلىَ الصِّرَاطِ الْمُسْتَقِيْمِ. اللَّهُمَّ صَلِّ وَبَارِكْ عَلى نَبِيِّنَا مُحمَّدٍ وَعَلى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإحْسَانِ إِلى يَوْمِ الدِّيْنِ. أَمَا بَعْدُ: فَياَ عِبَادَ اللهِ. أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَقُوْنَ. إِتَقُوا اللهِ حَقَ تُقَاتِهِ وَلاَتَموْتُنَ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِى كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ, أَعُوْذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ, قُلْ يٰٓاَهْلَ الْكِتٰبِ لَا تَغْلُوْا فِيْ دِيْنِكُمْ غَيْرَ الْحَقِّ وَلَا تَتَّبِعُوْٓا اَهْوَاۤءَ قَوْمٍ قَدْ ضَلُّوْا مِنْ قَبْلُ وَاَضَلُّوْا كَثِيْرًا وَّضَلُّوْا عَنْ سَوَاۤءِ السَّبِيْلِ,

Ma’asyirol muslimin, rohimakumulluh

Pada Jum’at yang insyaallah mubarok ini, izinkanlah saya berwasiat kepada diri saya sendiri dan kepada hadirin sekalian, agar senantiasa meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah SWT. Karena hanya itulah yang menjadi tujuan hidup kita sekaligus penyelamat kita di dunia dan di akhirat.

Ma’asyirol muslimin, rohimakumulluh

Sikap ekstrem adalah sikap melampaui batas atau berlebih-lebihan. Dalam agama, perilaku melampaui batas itu disebut ghuluw, ini adalah sikap yang tercela dan dilarang syariat. Ghuluw sama sekali tidak akan mendatangkan kebaikan bagi pelakunya; juga tidak akan membuahkan hasil yang baik dalam segala urusan. Apalagi jika hal tersebut terkait dengan urusan agama.

Allah berfirman:

قُلْ يٰٓاَهْلَ الْكِتٰبِ لَا تَغْلُوْا فِيْ دِيْنِكُمْ غَيْرَ الْحَقِّ وَلَا تَتَّبِعُوْٓا اَهْوَاۤءَ قَوْمٍ قَدْ ضَلُّوْا مِنْ قَبْلُ وَاَضَلُّوْا كَثِيْرًا وَّضَلُّوْا عَنْ سَوَاۤءِ السَّبِيْلِ

Katakanlah (Muhammad), “Wahai Ahli Kitab! Janganlah kamu berlebih-lebihan dengan cara yang tidak benar dalam agamamu. Dan janganlah kamu mengikuti keinginan orang-orang yang telah tersesat dahulu dan (telah) menyesatkan banyak (manusia), dan mereka sendiri tersesat dari jalan yang lurus.” (QS Al Ma-idah: 77)

Terkait dengan terlarangnya sikap ghuluw ini, dalam hadits yang diriwayatkan dari’Abdullah bin Abbas Ra, dia berkata: “pada pagi hari di Jumrah Aqabah ketika itu Rasulullah SAW, berada di atas kendaraan, beliau berkata kepadaku: ‘Ambillah beberapa buah batu untukku!’ maka aku pun mengambil tujuh buah batu untuk beliau yang akan digunakan melontar jumrah. Kemudian beliau berkata:

“lemparkanlah dengan batu seperti ini!” kemudian beliamelanjutkan: “wahai sekalian manusia, jauhilah sikap ghuluw (berlebih-lebihan) dalam agama. Sesungguhnya perkara yang membinasakan umat sebelum kalian adalah sikap ghuluw mereka dalam agama

Ghuluw dalam agama itu sendiri adalah sikap dan perbuatan berlebih-lebihan melampaui apa yang dikehendaki oleh syariat, baik berupa keyakinan maupun perbuatan.

Menjauhi sikap ghuluw atau ekstrem berlaku untuk seluruh peri kehidupan. Islam mengajarkan konsep keseimbangan dan memenuhi berbagai kecenderungan yang ada pada diri manusia. Pemenuhan tersebut bukan hal yang tercela. Yang ditentang oleh agama adalah sikap berlebih-lebihan dalam memenuhi semua dorongan dan tuntutan itu, sehingga keluar dari batasan normal.

Allah SWT memuji orang-orang yang senantiasa mengingat-Nya dengan mengatakan bahwa dalam urusan dunia mereka adalah orang yang tidak berlebihan. Allah berfirman.

وَالَّذِيْنَ اِذَآ اَنْفَقُوْا لَمْ يُسْرِفُوْا وَلَمْ يَقْتُرُوْا وَكَانَ بَيْنَ ذٰلِكَ قَوَامًا

Dan (termasuk hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih) orang-orang yang apabila menginfakkan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, di antara keduanya secara wajar” (QS. Al-Furqan: 67)

Di ayat yang lain. Allah mengecam perilaku menghambur-hamburkan harta. Namun, dengan segera Allah juga melarang sikap terlalu kikir dalam mengunakan harta.

وَلَا تَجْعَلْ يَدَكَ مَغْلُوْلَةً اِلٰى عُنُقِكَ وَلَا تَبْسُطْهَا كُلَّ الْبَسْطِ فَتَقْعُدَ مَلُوْمًا مَّحْسُوْرًا

“Dan janganlah engkau jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan jangan (pula) engkau terlalu mengulurkannya (sangat pemurah) nanti kamu menjadi tercela dan menyesal” (QS Al-Furqan: 67)

Ma’asyirol muslimin, rohimakumulluh

Penekanan agar kita tidak berlebih-lebihan juga berlaku dalam hal lain, seperti yang terkait dengan pakaian yang dikenakan saat beribadah. Dalam Islam, salah satu adab memasuki masjid adalah penggunaan pakaian terbaik. Akan tetapi, perintah mengunakan pakaian terbaik itu dengan segera disusul dengan peringatan bahwa Allah tidak suka kepada orang yang berlebih-lebihan.

يٰبَنِيْٓ اٰدَمَ خُذُوْا زِيْنَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَّكُلُوْا وَاشْرَبُوْا وَلَا تُسْرِفُوْاۚ اِنَّهٗ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِيْنَ ࣖ

“Wahai anak cucu Adam! Pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan”. (QS Al-A’raf: 31)

Berbagai ayat tadi menunjukan dengan sangat jelas bahwa berlebih-lebihan dan melampaui batas adalah sebuah perilaku yang dibenci oleh Allah. Apapun dampak dari sikap dan perbuatan semacam itu ada beberapa macam.

Pertama, sikap berlebihan menyebabkan tersebarnya kefasikan atau kedurhakaan di tengah-tengah masyarakat. Di dalam ayat al-Quran, disebutkan tentang keberadaan mutrifin (orang-orang yang hidup bermewah-mewah) yang kemudian berdampak kepada merebaknya kedurhakaan.

وَاِذَآ اَرَدْنَآ اَنْ نُّهْلِكَ قَرْيَةً اَمَرْنَا مُتْرَفِيْهَا فَفَسَقُوْا فِيْهَا فَحَقَّ عَلَيْهَا الْقَوْلُ فَدَمَّرْنٰهَا تَدْمِيْرًا

Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang yang hidup mewah di negeri itu (agar menaati Allah), tetapi bila mereka melakukan kedurhakaan di dalam (negeri) itu, maka sepantasnya berlakulah terhadapnya perkataan (hukuman Kami), kemudian Kami binasakan sama sekali (negeri itu)” (QS Al-Isra: 16)

Juga dikisahkan bahwa salah satu golongan penghuni neraka adalah ashhabusy-syimal (golongan kiri), dan salah satu ciri mereka adalah kebiasaan untuk bersikap berlebihan.

اِنَّهُمْ كَانُوْا قَبْلَ ذٰلِكَ مُتْرَفِيْنَۚ, وَكَانُوْا يُصِرُّوْنَ عَلَى الْحِنْثِ الْعَظِيْمِۚ

“dan mereka terus-menerus mengerjakan dosa yang besar,  dan mereka terus-menerus mengerjakan dosa yang besar”. (QS Al-Waqi’ah: 45-46)

Kedua, sikap ekstrem dan berlebihan akan menyebabkan kehinaan di dunia dan akhirat. Sayidina Ali bin Abi Thalib berkata, “orang yang boros dan berlebihan tidak akan merasakan kebahagiaan” beliau juga berkata, “terhinalah orang yang serakah, dan mulialah orang yang merasa cukup (qana’ah)”

Sedikit catatan tentang “merasa cukup” (qana’ah), dalam ajaran Islam, sikap ini mendekati arti kata “berhemat”, yang dalam ilmu ekonomi didefinisikan sebagai: produktivitas yang sesuai dengan kebiasaan penggunaan, serta penggunaan yang tidak melebihi hasil produksi. Sayidiina Ali berkata, “barang siapa yang tidak makan apa yang tidak ia miliki, tidak berpakaian (dengan apa) yang tidak ia miliki, dan tidak membeli sesuatu yang tidak layak bagi dirinya, makai adalah seorang yang qana’ah

Dari definisi tadi, siapa saja yang sama sekali tidak disibukkan oleh urusan dunia, meskipun ia adalah seorang yang kaya dan berharta, maka ia adalah orang yang qana’ah. Sebaliknya siapa saja yang dalam kehidupannya melakukan pemborosan dan berfoya-foya, seklaipun ia menjaga halal dan haram dalam membelanjakan harta tersebut, ia tetap digolongkan sebagai pemborosan. Dan siapa saja yang membelanjakan hartanya dijalan yang haram dan tidak pantas, atau menghambur-hamburkannya, makai a tergolong sebagai mutrif (orang yang bermegah-megahan) dan mubadzhir (orang yang boros)

Ma’asyirol muslimin, rohimakumulluh

Tentu saja, sikap berlebihan juga terkait erat dengan cara beragama yang lain. Ada orang-orang yang dalam kehidupan beragamanya bersikap berlebihan. Kadang sesuatu yang sunnah bisa jadi sebab perselisihan, cara berpakaian yang berbeda kadang  dijadikan tolak ukur perbedaan. Dalam ajaran agama, bermadzhab adalah sebuah pilihan, sedang bersaudara adalah sebuah kewajiban, ada yang merasa dirinya paling benar, dan seakan hanya dialah penduduk surge, lalu menilai yang lainnya sebagai pelaku kesalahan, akhirnya kelompok ini berperilaku ekstream. Yang sangat mengherankan hari ini, ada sekelompok muslim berusaha keras mengeluarkan saudaranya yang muslim dari surga dan mencap sebagai kafir. Pelaku bidah dan lain-lain. Padahal seharusnya kita sesame muslim berlomba-lomba memasukkan saudara kita ke surge. Jika negara ini sudah dipenuhi kelompok ekstreamis maka akan banyak terjadi pengeboman tanpa perasaan berdosa, pembunuhan sesame atas nama jihad, melakukan kerusakan dengan menamakan sebuah perbaikan, dan lain sebagainya. Negara ini butuh manusia yang saling mengasihi sesame, bahkan cinta pada perdamaian, cinta kepada kebaikan negerinya, serta tidak mengorbankan negerinya, saudaranya hati nuraninya, hanya karena hal-hal yang tidak prinsi. Kadang ada orang yang berlebihan dalam ibadah mahdhah, sampai-sampai ia lupa melaksanakan kewajiban menafkahi keluarga. Ada orang yang berlebihan dan berkali-kali berhaji atau umroh, sambil mengabaikan orang-orang kelaparan di sekelilingnya.

Mudah-mudahan kita semua dilindungi oleh Allah dari sikap berlebihan yang tercela, sehingga kehidupan kita semua penuh dengan keberkahan.


بَارَكَ الله لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هذا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Redaksi

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *