Eggi Sudjana, Affandi Ismail dan Riak-Riak Pemprovokasi Kehidupan Bernegara

 Eggi Sudjana, Affandi Ismail dan Riak-Riak Pemprovokasi Kehidupan Bernegara

Mengenalkan Toleransi dan Rambu-rambunya (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM – Masih ingat dengan Eggi Sudjana? Seseorang yang mengaku dari Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) meminta Presiden Joko Widodo untuk melakukan pertaubatan nasional pada 5 Juli 2021 lalu. Tetapi nada permintaan kepada Jokowi untuk melakukan pertaubatan nasional tersebut justru dibarengi dengan nada ancaman atas nama Tuhan, agama hingga rakyat dibawa-bawa.

Eggi Sudjana dan para rekannya sepertinya kurang memahami cara mengamalkan ajarang agama Islam yang penuh dengan kelembutan seperti yang diajarkan oleh nabi Muhammad SAW. Menyuruh, menganjurkan bahkan meminta seseorang untuk bertaubat bukanlah sebuah kesalahan. Namun, menyuruh seseorang untuk bertaubat dengan disertai adanya nada ancaman maka itu merupakan sebuah kesalahan.

             لاَ يُشِيْرُ أَحَدُكُمْ إِلَى أَخِيْهِ بِالسِّلاَحِ فَإِنَّهُ لاَ يَدْرِى أَحَدُكُمْ لَعَلَّ الشَّيْطَانَ يَنْزِعُ فِي يَدِهِ فَيَقَعُ فِي حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ

Artinya: “Janganlah seseorang diantara kalian mengacungkan senjata kepada saudaranya karena sesungguhnya kalian tidak tahu bisa jadi setan merenggut (nyawanya) melalui tangannya sehingga mengakibatkannya masuk ke lubang api neraka.” (HR. Bukhari : 7072)

Kita dapat mengambil faidah atau istifadah dari hadis diatas. Hadis ini menunjukkan akan kehormatan seorang muslim dan larangan mengancam yang dapat menakuti dan memberikan gambaran yang dapat menyakitinya.

Dalam hadis ini di tambahakan dengan kalimat “walaupun itu saudara se-ibu atau se-ayah”, menunjukkan akan keumuman larangan mengancam seorang muslim di dalam segala keadaan. Baik ancaman tersebut berupa candaan atau main-main karena hukum mengancam seorang muslim adalah haram. [Lembaga Kajian dan Riset Rasionalika Darus-Sunnah, Geladeri, 2017]

Tabayyun dan Mencerminkan Islam Rahmatan lil Alamin

Mestinya, seseorang seperti Eggi Sudjana, dapat mencontoh sikap ulama yang mengajarkan keramahan, kebijaksanan dan mencerminkan Islam yang rahmat. Harusnya pula, Eggi Sudjana beserta pihak yang lain melakukan proses tabayyun, bukan malah mengancam akan memunculkan pergolakan dengan massa yang besar. Apakah ini selayaknya sikap muslim yang baik?

Bukankah Nabi Muhammad Saw menganjurkan bahwasannya, umat harus bersatu padu dan menaati umara’. Kalaupun umara’ (pemerintah) melakukan sebuah kesalahan, hendaklah diingatkan dengan musyawarah atau tabayun. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan jalan keluar atas segala permasalahan.

Dalam kondisi pandemi Covid-19 ini, seharusnya orang seperti Eggi Sudjana tak memperkeruh keadaan dengan narasi-narasi yang malah akan menimbulkan provokasi. Utamanya di tengah kebingungan negara dan masyarakat dalam berperang melawan virus corona.

Coba kita pikir dengan akal sehat! Jangan hanya karena dilandasi nafsu kebencian, rasa tak puas akan kinerja presiden, segelintir orang malah menghina dan mengancam hingga mengeluarkan berbagai ucapan dan perilaku yang harusnya tak sepatutnya dilakukan oleh mereka.

Agenda melemahkan Jokowi

Kehidupan memang tak selalu berjalan mulus seperti yang diangankan, begitu pula kehidupan dalam bernegara tak selalu damai seperti yang dibayangkan. Banyak pihak-pihak yang terus mengeluarkan narasi-narasi untuk agenda politik mereka dengan atas nama rakyat, agama hingga Tuhan.

Terbaru, Ketua Umum HMI MPO yaitu Affandi Ismail, lewat media sosialnya memprovokasi masyarakat Indonesia untuk melakukan revolusi menurunkan presiden Joko Widodo. Ia juga meminta untuk mengganti dengan sistem pemerintahan sementara karena menganggap dalam pemerintahan Jokowi telah terjadi oligarki politik dan konglomerasi asing.

Entah apa yang ada dipikiran Affandi Ismail untuk menurunkan Jokowi. Padahal pemilu masih tiga tahun lagi.

Masih saja terpikirkan untuk menyorakkan agenda politiknya ditengah kesusahan, kebingungan hingga kesedihan akan pandemi yang belum juga usai. Belum lagi ditambah banyak masyarakat yang ditinggalkan oleh sanak saudara karena Covid-19.

Apakah ini hanya dilandasi pemikiran pribadi hingga pemikiran orang dibelakang Affandi Ismail untuk memprovokasi? Mungkinkah pula hanya mencari sensasi atau memang mencari keuntungan politik dari argumentasi yang ia buat? Inilah yang harus dikaji bersama-sama, apa sebab ia mempropagandakan ajakan makar tersebut.

Dalam situasi pandemi Covid-19 yang belum usai ini, seharusnya berbagai pihak dari kalangan mana pun bersatu-padu. Gotong royong mengedukasi, menolong lewat tenaga maupun materi, hingga pemikiran yang bermanfaat untuk memulihkan kehidupan yang penuh dengan jiwa-jiwa kepedulian.

Seharusnya pula, dalam situasi pandemi ini dijadikan moment untuk saling menguatkan dan memupuk kepedulian. Bukan malah menggoreng isu, hoax dengan narasi-narasi untuk memuluskan suatu agenda politik.

Siapa pun yang menjadi pemimpin negeri ini sepatutnya dihormati bukan malah diancam, difitnah dan dihina. Lnataran belum maksimal dalam memakmurkan dan menyejahterakan masyarakat dalam negara.

Sebab, saat kehidupan bernegara kita terus memanas, situasi tersebut akan dimanfaatkan segelintir orang. Itulah saat yang tepat bagi pihak-pihak yang benci dengan bangsa dan negara kita akan merongrong kesatuan dan persatuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita.

Hilal Mulki Putra

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *