Dua Syarat Majelis Taklim, Menag: Menguasai Hadist-al-Quran dan Tidak Radikal
HIDAYATUNA.COM, Jakarta — Menteri Agama (Menag) Jendral Purnawirawan, Fachrul Razi menjelaskan Peraturan Menteri Agama (Permenag) Nomor 29 Tahun 2019 tentang Majelis Taklim tidak bersifat wajib, dan menjadi kontroversi hanya karena kesalahpahaman saja.
“Pada dasarnya sebetulnya siapa yang mau aja, kan bisa dilihat di situ ya, misalnya mendaftar ternyata dalam satu minggu data-data nggak dimasukin, ya dianggap nggak jadi,” ungkapnya, di kantor Wakil Presiden, Jl Veteran, Jakarta Pusat, Senin (9/12/2019).
“Itu sederhana maksudnya, tapi mungkin ada kata-kata yang bunyinya menjadi orang menanggapinya salah, seolah-olah diwajibkan. Nggak diwajibkan sama sekali kok,” imbuhnya.
Selain itu, lanjutnya Menag, ada dua persyaratan terkait ustaz majelis taklim. Pertama, yakni menguasai Hadis dan al-Quran.
“Persyaratan ustaznya gampang saja. Ada dua persyaratan. Satu, dia membaca al-Quran dan bisa menguasai Al-Qur’an dengan baik dan Hadis. Kedua, menguasai ilmu agama Islam dengan baik. Nggak ada ngomong-ngomong radikal, nggak ada. Selama dia memenuhi dua itu, silakan menjadi ustaz di situ,” jelasnya.
Majelis taklim, dalam kesempatan itu, yang tak mendaftar bisa tetap jalan. Pendaftaran itu dilakukan agar pendataan oleh Kemenag lebih mudah.
“Jalanlah, nggak ada pengaruhnya. Cuma kita jadi lebih mudah buat kita, kalau minta bantuan pembinaan kita udah punya datanya. Kalau nggak mendaftar nggak apa-apa,” tukasnya.
Untuk diketahui, Permenag Nomor 29 Tahun 2019 tentang Majelis Taklim menuai kritik. Kewajiban majelis taklim terdaftar di Kemenag tertuang dalam Pasal 6 ayat (1) PMA 29/2019 tentang Majelis Taklim. Ketentuan ini berbunyi: Majelis Taklim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 harus terdaftar pada kantor Kementerian Agama.