Dosa Menyembunyikan Ilmu

 Dosa Menyembunyikan Ilmu

Dakwah dan Ceramah (Istimewa)

HIDAYATUNA.COM- Pagi ketika saya sedang menuliskan tafsir ayat ke-159 surat Al-Baqarah, bertemulah saya dengan firman Allah yang melaknat orang yahudi yang menutupi kebenaran kenabian Muhammad SAW.
إِنَّ الَّذِينَ يَكْتُمُونَ مَا أَنْزَلْنَا مِنَ الْبَيِّنَاتِ وَالْهُدَىٰ مِنْ بَعْدِ مَا بَيَّنَّاهُ لِلنَّاسِ فِي الْكِتَابِ ۙ أُولَٰئِكَ يَلْعَنُهُمُ اللَّهُ وَيَلْعَنُهُمُ اللَّاعِنُونَ
Di dalam banyak kitab tafsir klasik, ketika menjelaskan ayat ke-159 ini biasanya diikuti dengan kajian tentang haramnya kitmanul-ilmi atau menyembunyikan ilmu. Meskipun konteks turunnya ayat ini sebenarnya adalah perilaku agamawan yahudi yang menyembunyikan informasi penting di dalam kitab Taurat, khususnya terkait berita tentang kenabian Muhammad SAW.
Namun pelajaran yang bisa dipetik dari ayat itu oleh para ulama tafsir dilebarkan kepada haramnya menyembunyikan ilmu yang ada di dalam Al-Quran atau ilmu-ilmu keislaman secara umum.
Di banyak kitab tafsir kemudian bertabur dalil-dalil tentang keharaman menyembunyikan ilmu di dalam Al-Quran. Salah satunya hadits berikut :
مَنْ سُئِل عَنْ عِلْمٍ فَكَتَمَهُ، أُلْجِمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِلِجَامٍ مِنْ نَارٍ
Orang yang ditanya tentang suatu ilmu namun dia sembunyikan (tidak menjawabnya), maka dia akan dikekang pada hari kiamat dengan kekangan api neraka.
Walaupun ayat ini turun membicarakan kelakuan Yahudi, namun para shahabat dahulu kemudian ikut membandingkan kasus itu pada diri mereka sendiri dan mulai bertanya-tanya, apakah kita juga termasuk yang dilaknat karena menyembunyikan ilmu?
Oleh karena itulah diriwayatkan bahwa Abu Hurairah yang paling banyak meriwayatkan hadits nabi itu menjadikan ayat ini sebagai dasar Beliau meriwayatkan begitu banyak hadits.
لَوْلَا آيَةٌ فِي كِتَابِ اللَّهِ تَعَالَى مَا حَدَّثْتُكُمْ حَدِيثًا.
Seandainya bukan karena satu ayat di dalam kitabullah, pastilah saya tidak akan meriwayatkan satu pun hadits.
Dan ayat yang dimaksud ternyata ayat ini. Dimana menurut Abu Hurairah kita termasuk akan dilaknat Allah ketika kita punya ilmu tetapi tidak mengajarkannya kepada orang lain.
Boleh jadi ayat ini pula yang menyebabkan para ulama dalam catatan sejarah selalu menulis kitab. Karena dengan menuliskan kitab, mereka merasa telah menyampaikan ilmu yang mereka miliki serta mengabadikannya untuk keperluan masa depan.
Namun demikian, untuk konteks di masa kita sekarang ini nampaknya sedikit kurang tepat kasusnya. Di masa kita sekarang, orang yang punya ilmu keislaman sangat sedikit, kalau pun punya, hanya dasar-dasarnya saja, tidak sampai ke level yang mumpuni untuk jadi pengajarnya.
Sayangnya yang bersemangat untuk ceramah dan pidato banyak sekali. Mereka bilang ingin menyampaikan ilmu agama, tapi sayangnya mereka sendiri justru tidak punya ilmu agama.
Penyebabnya apalagi kalau bukan karena tidak pernah belajar ilmu agama secara benar. Maka yang diajarkan itu pada dasarnya bukan ilmu, tetapi sekedar memberi motivasi dan ajakan untuk menjalankan beberapa printilan agama.
Seandainya kepada mereka disodorkan soal-soal ujian semester dari mata pelajaran ilmu agama dan cabang-cabangnya, bahkan sekedar level madrasah ibtidaiyah sekalipun, mereka belum tentu bisa menjawab dengan benar.
Namun kenapa mereka bisa eksis di atas panggung ceramah agama, ternyata karena hadirinnya pun sama-sama tidak pernah belajar ilmu agama juga. Sehingga orang tidak berilmu ketika belajar kepada yang sama-sama tidak berilmu, insyaallah tidak akan komplain.
Yang penting pengajarnya pintar bicara, pandai bermain kata, lihat bersilat lidah, punya skill dalam public speaking, jadilah itu seolah-olah panggung ilmu.
Namun demikian, sebenarnya umat Islam hari ini tidak terlalu kekurangan para ahli ilmu agama. Sebab dimana-mana sudah dibangun pusat-pusat pengajar ilmu agama dan kampus-kampus keislaman yang diajarkan berbagai disiplin ilmu keislaman.
Di tahun 2023 ini saja jumlah mahasiswa Indonesia yang menuntut ilmu ke Universitas Islam Al-Azhar di Mesir jumlahnya tidak kurang dari 12 ribu orang. Belum lagi yang menuntut ilmu di berbagai negeri Islam lainnya.
Seharusnya mereka inilah yang punya beban untuk menyampaikan kembal ilmu agama yang telah mereka pelajari. Mereka inilah yang terkena ancaman laknat dari Allah SWT dan laknat dari semua makhluk yang bisa melaknat.
Sebab mereka punya ilmu yang sudah mereka tekuni sejak kecil, mereka masuk pesantren lalu meneruskan kuliah sampai ke luar negeri.
Semua itu bukti nyata yang tidak bisa ditolak bahwa mereka sudah berada pada trek yang benar, yaitu menunntut ilmu. Maka akan jadi amat sangat disayangkan apabila sepulang dari menuntut ilmu sepanjang hayat, kemudian malah terjun ke dunia yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan mengajarkan ilmu-ilmu yang telah dipelajarinya selama ini.
Bahkan yang benar-benar kena laknat menurut saya adalah mereka yang usai kuliah malah lupa semua dengan ilmu-ilmu keislaman yang telah pernah dipelajarinya semasa kuliah.
Rupanya tuntutan perut membawanya mengais-ngais rejeki di jalan yang tidak ada hubungannya dengan ilmu yang seharusnya jadi tanggung-jawabnya untuk menyampaikan.
Membaca dua sisi ini jadi ironi, di satu sisi ada kalangan yang tidak punya ilmu alias orang bodoh, tetapi semangat berbagai ilmu yang kosong dan nol besar.
Sementara di sisi lainnya, ada orang-orang yang sudah luber ilmunya sampai tumpah-tumpah, tetapi tidak mau menyampaikannya kepada khalayak.
Yang bikin curiga, jangan-jangan perjalanan menempuh ilmunya selama ini hanya fake saja, seolah-olah belajar ilmu agama, tetapi begitu diminta menyampaikan kembali, ternyata tidak bisa, karena tidak ada ilmu yang didapat. Atau sudah sempat didapat, tetapi brodol semua alias rontok.
Mereka ini memang harus ditolong, sebab kalau tidak mereka akan tersesat di jalan. Kepada mereka harus diberikan panggung, atau setidaknya diberikan microphone, agar mereka bisa langsung ceramah. Biar gelar LC itu sesuai yaitu Langsung Ceramah.

Ahmad Sarwat

Pendiri Rumah Fiqih Indonesia

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *