Diponegoro Haji Tiga Kali, Yang Terakhir Tahun 1808

Pangeran Diponegoro (Ilustrasi/Hidayatuna)
HIDAYATUNA.COM, Jakarta – Sebuah fakta baru tentang sosok Pangeran Diponegoro baru baru ini dipaparkan oleh seorang pakar sejarah, Peter Carey. Ia menyebutkan bahwa Pangeran Diponegoro semasa hidupnya telah melakukan ibadah haji ke tanah suci sebanyak tiga kali.
Menurut Peter Carey, ibadah haji yang terakhir dilakukan Pangeran Diponegoro di lakukan pada tahun 1808. Tepatnya 17 tahun sebelum meletusnya perang Jawa.
Hal ini sebagaimana disampaikan oleh cendekiawan muslim Ulil Abshar Abdalla . Ia mengutip data terbaru yang disampaikan oleh Peter Carey dalam acara Simposium Kosmopolitanisme Islam Nusantara. Di mana acara tersebut, kata Gus Ulil sapaan Uli Abshar Abdalla diprakarsai oleh Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA) Jakarta.
“Data yang menarik dari Peter Carey dalam Simposium Kosmopolitanisme Islam Nusantara yang diadakan oleh UNUSIA hari ini adalah: Diponegoro melaksanakan haji tiga kali. Yang terakhir terjadi pada 1808, dan dia mendapatkan haji akbar,” ungkap Gus Ulil mengutip Peter Carey, Senin (30/8/2021).
Mendeklarasikan Perang Jawa Melawan Belanda
Sebagaimana diketahui, sosok Pangeran Diponegoro dikenal tidak hanya sebagai seorang pemimpin yang tegas dan pemberani, melainkan ia juga sosok yang sangat religius. Bahkan dalam Perang Jawa yang terjadi pada 1825-1830 M, Pangeran Diponegoro mendeklarasikan Perang Jawa melawan hegemoni Belanda dengan semangat perang fi sabilillah.
Di mana dengan semangat itu, Pangeran Diponegoro mendapat banyak dukungan, tidak hanya hanya dari para bangsawan Jawa. Tetapi juga dukungan dari para ulama dan Kiai di Jawa. Situasi ini melibatkan para santri ikut terlibat perang melawan Belanda dalam Perang Jawa.
Peter Carey dalam bukunya berjudul Kuasa Ramalan, Pangeran Diponegoro dan Akhir Tatanan Lama di Jawa menyebut Perang Jawa telah menguras kas Belanda hingga mencapai 20 juta gulden. Sebuah ongkos yang sangat mahal kala itu.
Belum lagi kerusakan material dan terbunuhnya ribuan pasukan juga menambah daftar panjang kerugian yang didera pihak Belanda. Sedikitnya ada 8 ribu pasukan Belanda tewas dan 7 ribu orang pribumi simpatisan pasukan penjajah merenggangkan nyawa.
Wajar jika setelah memanangkan perang Jawa, Belanda kemudian melakukan gerakan tanam paksa untuk mengembalikan kas negara yang hilang akibat meletusnya perang Jawa. Hasilnya, sistem tanam paksa ini pun sangat menguntungkan pihak Belanda.