Dilema Ekonomi-Ekologi: Mempertanyakan Ulang Urgensi Penciptaan Manusia

 Dilema Ekonomi-Ekologi: Mempertanyakan Ulang Urgensi Penciptaan Manusia

Meneladani Rasulullah sebagai Pejuang Agraria Sejati (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM – Ekonomi dan Ekologi memang dua hal yang berbeda. Namun problem akut yang menimpa keduanya “ekonomi vis a vis ekologi” terus menjadi mitos berkepanjangan yang sulit terajut dalam satu kesatuan tujuan.

Presiden ke-6 Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono juga pernah mengingatkan bahwa, “Ada Mitos yang mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi dan kelestarian lingkungan tidak mungkin dicapai secara bersamaan. Harus ada yang dikorbankan. Mitos ini harus kita patahkan. ” 

Sementara Profesor Amin Abdullah yang pernah menjabat sebagai rektor UIN Sunan Kalijaga (2004-2009 M) dalam bukunya Dinamika Islam Kultural (2020: p. 282). Ia menyebut persoalan ekonomi dan ekologi sebagai vicious circle (lingkaran sebab akibat yang sulit dipilahkan).

Secara esensial keduanya sangat penting untuk sama-sama diperhatikan dan dirancang bagaimana keduanya terjalin satu saling beriringan. Bukan malah saling menjatuhkan salah satunya.

***

Betapapun problem akut yang dialami keduanya belum kunjung berkesudahan, paling tidak yang perlu ditanam kuat-kuat adalah upaya pembangunan yang ramah lingkungan. Meskipun dalihnya sebagai bentuk upaya mensejahterakan rakyat dan menumbuh-kembangkan ekonomi masyarakat, tidak juga dapat dibenarkan.

Jika tidak sesuai dengan protokol kesehatan alam. Sebab, yang menjadi korban adalah alam lingkungan yang akhirnya akan berimbas pada kehidupan manusia di masa depan.

Pengabaian terhadap perlindungan lingkungan hidup, alih-alih mensejahterakan, lambat laun malah akan menyengsarakan, bukan saja masyarakat saat ini, tapi untuk anak cucu kita nantinya. Bahkan untuk lingkup yang lebih luas akan berimplikasi pada masyarakat global.

Bayangkan coba Indonesia yang merupakan negara terbesar ke-4, dengan nomor urut kedua ihwal luas hutan yang dimilikinya setelah Brazil (ini sedunia loh ya bukan sekampung). Demikian sehingga sangat layak jika diberikan laqob atau dijuluki negara yang berperan sebagai paru-paru dunia karena memang letak posisinya yang strategis dengan luas hutan yang dipunya.

***

Diakui atau tidak, memang tidak bisa dipungkiri keberadaan hutan sangatlah penting bagi keberlagsungan kehidupan, dan beragam kemanfaatan lainnya sangat berkait erat dengan sistem ekologis. Seperti halnya sebagai penyejuk suhu bumi, penopang air tanah, penyedia oksigen, dan termasuk kemampuannya untuk menyerap karbon dioksida untuk memperlambat pemanasan global.

Namun sialnya, hutan yang ada terus menerus mengalami degradasi, deforestasi lebih cepat daripada reforestasinya. Misal seperti kebakaran hutan, penebangan pohon secara liar, dan sebagainya.

Data yang disuguhkan SiPongi Karthula Monitoring Sistem mencatat bahwa di tahun 2019 jika ditotal rekapitulasi luas kebakaran hutan dan lahan paling tidak mencapai 1,6 juta (1,649,258) ha, yang terjadi sepanjang tahun 2019 ini. Lagi-lagi dikejutkan dengan angka yang cukup terbilang fantastis.

Sementara kasus di tahun di tahun 2020 mencapai 296,942 ha. Meskipun jauh lebih kecil dari tahun sebelumnya, angka 300 ribu kurang sedikit itu masih cukup mengganggu. Untuk di tahun 2021 ternyata kembali meningkat dan nangkring di angka 353.222 ha.

Itupun tidak termasuk pembangunan pabrik serta industri yang semakin hari kian subur, pengalihan dari hutan menjadi ladang kelapa sawit, kepentingan industri, tambang, dan lain sebagainya.

***

Tak terbayang berapa mahluk hidup yang harus kehilangan tempat tinggal lantaran deforestasi yang marak terjadi? Selanjutnya akan berdampak pada ketimpangan ekosistem yang semakin kacau, dan suatu saat dampaknya akan terasa nantinya.

Memang problem ini begitu akut dan teramat kompleks, paling tidak upaya deforestasi yang mengatasnamakan kesejahteraan benar-benar ditilik dan dikaji ulang. Dengan prespektif kehutanan atau lingkungan hidup, sekiranya begitu ramah yang tidak terlalu mengganggu ekosistem yang ada.

Alquran pun turut menyerukan agar manusia senantiasa menjaga bumi, ayat-ayat ekologis juga banyak terkandung di dalamnya. Nabi Muhammad SAW pun menjadi rasul yang memiliki misi terbesar tiada lain sebagai Rahmatan lil ‘alamin (wa ma arsalnaka illa rahmatan lil ‘alamin, QS al-Anbiya’: 107) yang bukan hanya memberikan kerahmatan bagi manusia tapi juga alam semesta.

Dalam beberapa hal, bukankah Allah telah memilih manusia sebagai khalifah atau penggantiNya di muka bumi (QS. Al-Baqarah: 30) untuk mengatur dan merawat alam bukan sebaliknya. Para malaikat yang biasanya hanya bertasbih dan patuh atas segala ketetapanNya turut memberi komentar:

“Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah. Padahal kami senantiasa bertasbih dan mensucikan Engkau?” (lanjutan dari QS al-Baqarah: 30)

***

Jangan sampai kekhawatiran malaikat yang mempertanyakan ulang pada Rabb urgensi penciptaan makhluk bernama manusia yang kelak akan menjadi khalifahNya menjadi nyata. Seperti kaum sebelumnya sebagai kaum perusak.

Tulisan ini bukan bermaksud menolak pembangunan, sungguh sekali pun tidak. Sejauh itu membawa kemaslahatan dan kesejahteraan bagi masyarakat, mengapa harus ditolak?

Namun yang teramat disayangkan adalah jika dalih pembangunan dijadikan alat mengeksploitasi alam secara berlebihan. Terlebih hanya untuk memperkaya diri.

Alih-alih mensejahterakan, justru memunggungi prinsip kesejahteraan. Hal inilah yang memicu kemiskinan dan melahirkan krisis lingkungan sehingga merugikan manusia saat ini, dan pasti anak cucu kita nanti.

Inilah PR kita bersama, bagaimana ekonomi dan ekologi berjalan seiring tanpa harus ada yang terjatuh salah satunya. Jika misal luas hutan yang ada semakin terkikis.

Sementara populasi manusia semakin meningkat, maka konsekuensi logis yang akan diterima adalah ekosistem yang tidak seimbang. Jika itu sudah terjadi, siapkah kita dengan segala ketidakmungkinan yang akan menimpa?

Wallahu ‘alam bi al-shawab

 

Ali Yazid Hamdani

https://hidayatuna.com/

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *