Dialog Agama, Shamsi Ali: Luruskan Kesalahpahaman Islam di Amerika

HIDAYATUNA.COM, New York — Dalam acara bertema ‘Building Bridges for a Better World’: Membangun Jembatan Kesepahaman untuk Dunia yang Lebih Baik, Presiden Nusantara Foundation, Imam Muhammad Shamsi Ali menyampaikan bahwa Islam sebagai agama Rahmatan lil-alamin selalu mengedepan kerjasama demi terwujudnya dunia yang damai dan berkeadilan, lebih-lebih dalam realitas dunia yang penuh ketidak sempurnaan.
Selain itu, lanjutnya, kesalahpahaman, kecurigaan, permusuhan, rasisme, bahkan radikalisme dan terorisme, memerlukan respon yang aktual. Bukan teori-teori atau asumsi-asumsi yang kerap melahirkan praduga-praduga atau lecurigaan-kecurigaan yang tidak berdasar.
“Karenanya dialog dalam bentuk bertemu, saling menyapa dengan senyuman adalah cara terefektif untuk menghadirkan remedi atau healing (pengobatan) dari ragam penyakit sosial tadi (permusuhan, rasisme, diskriminasi, dan lain-lain,” ungkapnya melalui siara persnya, Senin (16/12/2019), di New York.
Dalam acara itu, pria kelahiran Makassar bernama lengkap juga menyampaikan bahwa gialog antar pemeluk agama bukan saja antar elit-elit agama atau tokoh-tokoh di seminar-seminar. Tapi perlu rumusan langkah atau program ke depan agar kegiatan seperti ini menjadi berkesinambungan.
“Untuk maksud tersebut akan dibentuk tim kecil untuk merumuskan langkah-langkah nyata ke depan. Dan masing-masing komunitas akan menunjuk wakil 2-3 orang untuk duduk dalam tim kecil tersebut,” tuturnya.
Di sisi lain, acara dialog antar pemeluk agama (interfaith dialogue) tersebut merupakan acara tahunan Nusantara Foundation sebagai bagian dari upaya membangun komunikasi dan meluruskan berbagai kesalah pahaman mengenai Islam di Amerika.
Sejak berdirinya di akhir tahun 2013 lalu Nusantara Foundation menjadikan kegiatan Interfaith Tahunan Nusantara atau dialog antara pemeluk agama, sebagai salah satu program prioritasnya. Hal itu bertujuan untuk merespon realita bahwa Islam sejak peristiwa 9/11 tahun 2001 begitu disalah pahami di dunia Barat dan Amerika khususnya.
Nusantara Foundation mencanangkan sebuah program yang dikenal dengan ‘outreach program’, melakukan pendekatan kepada masyarakat non Muslim di Amerika dengan berbabagi kegiatan. Salah satu di antaranya adalah kegiatan dialog.
Dialog tersebut juga membahas kebijakan Trump yang paling rasis yang dirasakan oleh Komunitas Muslim Amerika, sebuah kebijakan pelarangan orang-orang Islam untuk masuk Amerika yang dikenal dengan nama ‘Muslims Ban’.
Pada awal tahun 2017 lalu, Trump menanda tangani sebuah aturan dalam bentuk ‘Executive Order’ melarang orang-orang Islam dari 6 negara, antara lain Yaman, Suriah, Iran, Irak, Libya dan Somalia untuk masuk Amerika, yang menurut informasi yang terpercaya, enam negara ini hanya sebagai uji coba. Jika pelarangan dari 6 negara ini berhasil, katanya, kemungkinan Trump akan mengeluarkan aturan lagi dengan daftar negara-negara Muslim yang lain.
“Maka aturan itu memang ditujukan untuk melarang sekolompok orang masuk Amerika. Dan kelompok orang yang dimaksud adalah orang-orang yang beragama Islam,” ujarnya.
Selain berbicara tentang perlawanan Komunitas Muslim melawan kebijakan Trump itu, dialog juga banyak berbicara tentang posisi budaya dalam praktek keagamaan. Salah satu yang ditampilkan di film “American Muslims” adalah sebuah perkawinan warga Indonesia dengan budaya Minang.
“Saya yang menjadi salah satu dari 6 Nara sumber Utama di film itu lebih banyak berbicara tentang Islam dan kehidupan sosial, termasuk relasi antara agama dan budaya itu sendiri. Saya juga banyak menyampaikan posisi dan aktifitas Komunitas Muslim dalam membangun relasi dengan Komunitas agama lain,” jelasnya
Acara menjadi lebih unik lagi karena diadakan dalam bentuk nonton bersama (nobar) film tentang Komunitas Muslim Amerika berjudul ‘American Muslims’, yang diluncurkan bulan lalu.
“Film ini menceritakan perjuangan Komunitas Muslim Amerika melawan berbagai kebijaka Donal Trump yng diskriminatif dan rasis,” pungkasnya.
Lebih lanjut, film yang berdurasi 85 menit itu sangat dalam, aktual dan menyentuh. Salah satu hal yang ditampilkan misalnya adalah kisah hidup Aber. Seorang Muslimah muda keturunan Palestina. Dia lahir di Amerika dan Sudah pasti berwarga negara Amerika. Tapi dari kedua orang tua yang tidak memiliki surat-surat resmi tinggal di Amerika (illegal).