Deradikalisisi Berbasis Psikologi Positif Perspektif al-Quran, Disertasi Doktor Ilmu Tafsir

 Deradikalisisi Berbasis Psikologi Positif Perspektif al-Quran, Disertasi Doktor Ilmu Tafsir

HIDAYATUNA.COM, Padang – Doktor Ilmu Tafsir, Faizin, berhasil mempertahankan disertasinya di hadapan enam orang tim penguji dalam sidang terbuka di Institut Perguruan Tinggi Ilmu Quran (PTIQ) Jakarta, Rabu (28/8) lalu. Faizin berhasil meraih gelar doktor di bidang Ilmu Quran dan Tafsir Konsentrasi Ilmu Hadist dengan yudisium Cumlaude dengan IPK 3,72, yang membahas tentang “Deradikalisisi Berbasis Psikologi Positif Perspektif al-Quran”.

Penelitian yang dilakukannya tidak lepas dari kondisi oknum masyarakat khususnya di Indonesia yang mudah disusupi dengan ideologi yang cenderung mengarah kepada radikalisme. “Selama ini dalam upaya deradalikasi dilakukan dalam sudut pandang psikologi secara umum, yang menganggap seseorang yang radikal adalah orang yang memiliki penyakit jiwa (abnormal) dan mesti disembuhkan,” jelas Faizin di Universitas Islam Negeri (UIN) Imam Bonjol, Padang, Senin (02/9/2019).

Sudut pandang psikologi umum yang mainstrem, selama ini memiliki paradigma secara negatif bagi yang terpapar radikalisme, mereka (orang yang cenderung radikal) dianggap memiliki penyakit jiwa. Tetapi, dari penelitian terakhir ditemukan, bahwa mereka yang terpapar radikalisme bukanlah sebuah penyakit, sehingga pendekatan melalui psikologi umum tidak relevan karena mengalami kebuntuan.

“Berbeda dengan psikologi secara umum, psikologi positif justru melihat manusia itu secara positif dan banyak dari mereka yang terpapar radikal adalah orang-orang yang baik, tentu beranjak dari dasar ini lah psikologi positif dinilai relevan untuk melihat radikalisme, dan mengkaji tentang deradikalisisi melalui pendekatan positif ini,” ujarnya.

Di samping melihat dari sudut pandang psikologi positif yang merupakan teori barat, dalam sudut pandang Al Quran dan melalui kajian yang ada, bahwa radikalisme disebabkan oleh segelintir umat Islam yang memahami secara ekstrim sehingga ayat Al Quran maupun Hadits digunakan atau dipelintir dijadikan ideologi yang bersifat radikal.

“Sekitar 51 persen pelajar baik siswa maupun mahasiswa sangat rentan akan paham radiaklisme. Maka, dengan demikian, dapat dilakukan dengan intervensi psikologi positif. Deradikalisasi dapat dilakukan melalui tiga strategi, yaitu penguatan identitas moral positif, dukungan sosial positif, dan penyediaan alternatif positif,” jelasnya.

Ketiga strategi itu memanfaatkan tiga pilar psikologi positif Qurani: kesejahteraan, kebajikan, dan kekuatan karakter. Dari hasil kajiannya ditemukan intervensi psikologi positif Qurani dapat menghilangkan faktor kerentanan individu dan masyarakat dari pengaruh radikalisme. Sementara, untuk latihan kebajikan dan psikoterapi positif digunakan untuk mengoptimalkan dan mengembangkan potensi positif individu sehingga pemahaman tentang radikalisme tidak keliru.

Dari persoalan yang terjadi, perlu dikenali faktor penyebab seseorang terpapar radikal dan diselesaikan melalui penguatan identitas moral. Penguatan yang dilakukan adalah moral yang rasional yang sesuai dengan skema yang ada ada di tengah-tengah masyarakat. Tidak hanya itu, psikologi positif juga menawarkan melalui pembinaan hubungan yang positif dengan membentuk hubungan keluarga yang harmonis, pendidikan positif, membangun institusi pemerintahan yang positif dan melihat aspek kerentanan itu dengan situasi yang kondusif.

“Latihan kebajikan adalah upaya menanamkan kebajikan kepada individu dan masyarakat yang beresiko terpapar radikalisme. Sasaran utamanya adalah meningkatkan kekebalan individu dan masyarakat terhadap radikalisasi,” ulasnya.

Psikoterapi positif adalah upaya mengubah individu radikal menjadi tidak radikal melalui latihan kebajikan yang dilakukan secara intensif, terukur, dan berkelanjutan. Sedangkan untuk strategi deradikalisasi memanfaatkan mekanisme intervensi psikologi melalui psikoterapi positif yang secara koheren menyasar persoalan ideologi. “Mekanisme ini menekankan dominasi potensi positif individu radikal untuk mereduksi ideologi kekerasan. Dengan adanya dominasi potensi positif, ideologi radikal dapat ditransformasikan kepada ideologi moderat dan humanis,” terangnya.

Dari temuan penelitian yang dilakukannya, ada beberapa saran yang relevan dan dapat dikemukakan, terutama bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam penanggulangan radikalisme di Indonesia dan bagi peneliti berikutinya.

Redaksi

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *