Dear Imam Salat: Jangan Lama-lama, Dong!

 Dear Imam Salat: Jangan Lama-lama, Dong!

Bermakmum pada imam salat yang pelaku maksiat (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM — Pengalaman ini terjadi kemarin, ketika saya, dan rombongan teman-teman saya berniat melakukan salat isya’ sekaligus jama’ ta’khir maghrib. Sembari beristirahat selepas melakukan perjalanan yang cukup jauh dari Purwodadi menuju Yogyakarta.

Kurang lebih begini cerita singkatnya. Mulanya, saya tidak terlalu paham kapan dan di mana mobil yang saya, dan rombongan teman-teman saya akan berhenti.

Mengingat perjalanan yang masih cukup jauh untuk sampai ke rumah, dan badan yang sudah lelah. Sebagian dari kami memilih untuk tidur.

Ketika waktu sudah menunjukkan hampir waktu isya’, setelah mencari masjid cukup lama karena pertimbangan tempat parkir. Mobil yang kami kendarai berhenti di salah satu masjid yang bagus, mewah, dan tentu saja dengan lahan parkir yang cukup luas di daerah seputaran Solo-Klaten.

Kami sampai di masjid ini tepat ketika azan Isya’ sedang berkumandang dengan merdu. Sebagian dari kami ada yang ke toilet, sebagian ada yang makan malam, dan sebagian yang lain ada yang membeli minum.

Imam Bersuara Indah

Setelah selesai makan malam, dan iqamah belum berkumandang, saya dan beberapa teman saya berwudhu.

Saya tidak terlalu curiga bakalan terjadi pengalaman yang cukup membuat diri ini sedikit nggerundel ing njero ati (berbicara dalam hati ihwal hal-hal yang kurang menyenangkan) tidak berkesudahan.

Bagaimana tidak, masjid yang mewah, besar, dan terletak di daerah kota ini, di imami oleh seorang pemuda.

Apalagi ketika untuk pertama kalinya melantunkan bacaan surah Al-fatihah dan dilanjutkan membaca QS. Al-Baqarah [2]: 284-286. Sangatlah enak didengar dan membuat hati ini tenang. Bagus sekali.

Sampai di sini, saya tidak merasakan kecurigaan sama sekali. Tidak sama sekali.

Inilah momen-momen pengalaman yang, bisa dibilang cukup menyebalkan ini dimulai. Ketika sang imam selesai membacakan surat QS. Al-Fatihah danQS. Al-Baqarah [2]: 284-286.

Kemudian mulai membaca bacaan “Allahu Akbar” sebuah pertanda memasuki bagian rukuk dan seterusnya hingga selesai.

Duh, kalau bisa saya hitung, mungkin untuk durasi waktu rukuk, sujud, duduk di antara dua sujud, dan takhyatul awal dan akhir, bisa untuk dua sampai tiga kali bacaan, deh. Seirus.

Saya tidak membayangkan bapak-bapak yang ada di depan saya, yang terbilang cukup tua. Terlihat sesekali ia menekuk bagian lututnya sebagai tanda lelah.

Belum lagi anak-anak yang sudah memutar-mutarkan badannya. Bagaimana, lama, kan?

Mengapa Imam Salat Berjemaah Tidak Perlu Lama-lama?

Fakta bahwa dalam ajaran Islam, salat berjemaah itu lebih banyak dalam hal ganjaran atau derajat memang tidak perlu diragukan lagi.

Tidak tanggung-tanggung, coba dibayangkan, kalau salat sendiri hanya mendapatkan 1 derajat, dan kalau salat berjemaah itu mendapatkan 27 derajat.

Bagaimana? Kalau dihitung dalam kalkulasi perdagangan, kita sudah untung banyak, hanya dengan mengorbankan waktu yang sebentar. Paling lama 1-3 menit-an dari waktu salat sendirian biasanya.

Satu hingga tiga menit itu waktu yang standar. Bagaimana kalau lebih? Bagaimana kalau durasinya hampir mencapai 5 atau bahkan 10 menit lebih lama?

Setelah kejadian kemarin, tiba-tiba saya teringat kisah sahabat Nabi Saw. Mu’adz bin Sahal yang pernah saya baca di laman Nu Online.

Rasulullah Menegur Imam yang Bacaannya Panjang

Singkatnya, dalam kisah tersebut, Nabi Saw. pernah menegur sahabat Mu’adz bin Sahal. Hal itu ihwal aduan sahabat lainnya yang merupakan jemaah salat yang di imami Mu’adz bin Sahal tersebut yang keberatan dengan durasi salat yang terbilang cukup lama.

Bagaimana tidak, dalam sekali salat saja, Mu’adz bin Sahal membaca Surat Al-Baqarah full. Lengkap dari ayat yang pertama hingga ayat yang terakhir.

Saya sangat suka dengan penutup dari kisah ini. Ya, meskipun tidak secara langsung, namun seakan-akan Nabi Saw. telah melakukan pembelaan kepada saya, dan para pembaca yang budiman yang mungkin pernah mengalami pengalaman serupa, yakni tepat ketika Nabi Saw. bersabda yang kurang lebih artinya:

Karena yang ikut salat dibelakangmu mungkin ada orang yang lanjut usia, orang yang lemah, atau orang yang sedang ada keperluan.

Sekelas umat yang hidup di zaman Nabi Saw. yang terkenal dengan tingkatan kualitas keimaman yang tidak diragukan lagi saja protes, dan merasa keberatan ihwal durasi waktu salat yang cukup lama. Apalagi seperti umat seperti saya? Duh.

Muhammad Arman Al Jufri

https://hidayatuna.com

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *