Dari Yustinianus Hingga MERS, Pandemi yang Pernah Mengguncang Dunia
HIDAYATUNA.COM – Pada tanggal 11 Maret, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mengumumkan virus corona, yang pertama kali dilaporkan muncul di kota Wuhan di China pada akhir tahun lalu, sebagai sebuah pandemi.
Dan hingga hari ini 3 Juni 2020, sudah ada lebih dari 6,45 juta kasus COVID-19 yang telah dikonfirmasi, sementara jumlah kematian yang tercatat di seluruh dunia telah mencapai lebih dari 382.500 orang.
Seperti yang diketahui, sampai saat ini masih belum ditemukan vaksin atau pengobatan untuk virus corona, yang secara resmi dikenal sebagai SARS-CoV-2. Beberapa langkah pertahanan paling mendasar untuk menangkalnya, termasuk mencuci tangan dengan sabun dan air secara teratur, menerapkan social dan physical distancing, menggunakan masker saat beraktivitas di luar ruangan, dan isolasi diri sendiri.
Rekomendasi itu juga merupakan langkah-langkah yang telah ditentukan untuk menekan penyebaran dari penyakit lain yang sangat menular di masa lalu.
Praktek karantina untuk penyakit menular telah disebutkan dalam Canon of Medicine yang ditulis oleh Polymath Persia Ibn Sina (980-1037), atau yang lebih dikenal di negara Barat sebagai Avicenna, dan diterbitkan pada tahun 1025.
Kata karantina sendiri berasal dari bahasa Italia ‘quaranta giorni’, yang memiliki arti 40 hari.
Berikut ini adalah sejarah singkat dari beberapa pandemi di masa lalu yang pernah mengguncang dunia.
Wabah Yustinianus (541-549)
Korban Meninggal: Sekitar 30-50 juta
Penyebab: Wabah Pes
Ini adalah insiden wabah yang pertama kali pernah dicatat. Dinamai mirip dengan nama seorang kaisar Bizantium, Justinian I, yang juga sempat terinfeksi wabah ini tetapi kemudian sembuh. Wabah ini disebarkan ke manusia melalui tikus yang menyimpan kutu yang membawa bakteri, Yersinia pestis. Tikus-tikus tersebut berkeliaran di kapal-kapal dan gerobak pengangkut gandum.
Sebagai pusat politik dan komersial dari Kekaisaran Bizantium, Konstantinopel (hari ini menjadi Istanbul) menjadi kota yang sangat terdampak. Menurut sejarawan kuno, per harinya pandemi itu dapat menewaskan hingga 10.000 orang disana, meskipun sejarawan modern saat ini mengatakan bahwa jumlahnya mungkin lebih mendekati 5.000.
Tetapi, wabah itu tidak terbatas hanya di Konstantinopel saja. Wabah itu telah menyebar ke seluruh tanah kekuasaan kekaisaran, difasilitasi oleh perang dan aktivitas perdagangan, dan akhirnya menewaskan hampir 25 persen populasi mereka.
Wabah itu pun terus menerus kembali lagi setiap 12 tahun atau lebih, sampai berakhir di sekitar tahun 750M, dan telah memusnahkan setengah dari populasi daratan Eropa pada saat itu.
Wabah Hitam (1346-1353)
Korban Meninggal: Sekitar 75-200 juta
Penyebab: Wabah Pes
Wabah Hitam diketahui telah membinasakan populasi di daratan Eropa, Afrika dan Asia, menewaskan antara 75 hingga 200 juta orang, yang menjadikannya sebagai wabah penyakit paling mematikan dalam sejarah.
Seperti Wabah Yustinianus, wabah ini juga disebabkan oleh bakteri Yersinia pestis, yang dibawa oleh tikus. Kapal-kapal yang membawa tikus memungkinkannya untuk menyebar antar benua.
Penyakit ini sendiri dinamai wabah hitam karena bintik-bintik hitam yang terbentuk pada kulit orang-orang yang telah terinfeksi.
Menurut beberapa laporan, di daratan Eropa, penyebaran pertama dari wabah hitam ini telah terjadi di kota Caffa, di Semenanjung Krimea. Pada tahun 1346, kota Caffa, sebagai sebuah pos perdagangan yang sangat penting telah dikepung oleh tentara Mongol, yang saat itu sedang melancarkan penaklukan daratan-daratan di seluruh Asia. Namun, saat di kota itu banyak dari prajuritnya justru terinfeksi oleh wabah hitam. Ketika mereka telah jatuh akibat wabah tersebut, para tentara melontarkan mayat-mayat mereka melewati tembok-tembok kota, yang akhirnya menyebabkan orang-orang yang tinggal di dalam kota menjadi ikut terinfeksi.
Pandemi Kolera Ketiga (1852-1860)
Korban Meninggal: Sekitar 1 juta
Penyebab: Kolera
Menurut WHO, sampai saat ini sudah ada tujuh epidemi kolera yang pernah muncul. Yang memiliki dampak global terbesar adalah pandemi kolera ketiga.
Asal mula dari pandemi ini sendiri berasal dari India sebelum akhirnya menyebar ke seluruh daratan Asia dan beberapa bagian daratan Eropa, Amerika Utara dan Afrika.
Seperti yang diketahui, kolera disebabkan oleh memakan makanan atau meminum air yang telah terkontaminasi dengan bakteri, Vibrio cholera, yang akhirnya dapat menyebabkan penyakit diare akut yang dapat membunuh dalam beberapa jam jika tidak segera diobati.
Menurut WHO, hingga saat ini di setiap tahunnya masih ada 1,3 juta hingga empat juta kasus kolera di seluruh dunia, dengan antara 21.000 hingga 143.000 kematian yang dapat dikonfirmasi.
Pandemi Flu (1889-1890)
Korban Meninggal: Setidaknya 1 juta
Penyebab: Influenza A – Subtipe H3N8
Dianggap sebagai pandemi terbesar terakhir di abad ke-19, jenis influenza ini lebih dikenal sebagai ‘Flu Asia’ atau ‘Flu Rusia’, yang kemungkinan karena flu ini berasal dari wilayah Asia Tengah di Kekaisaran Rusia.
Pandemi ini dapat menyebar dengan sangat cepat, yang juga karena terbantu dengan adanya bentuk transportasi modern, seperti jalur kereta api, dan perjalanan transatlantik dengan kapal laut. Bahkan, pandemi ini hanya membutuhkan waktu empat bulan untuk bisa mengelilingi planet ini.
Pandemi Kolera Keenam (1899-1923)
Korban Meninggal: 800.000
Penyebab: Kolera
Pandemi Kolera diketahui telah muncul dalam beberapa gelombang, dan dalam gelombangnya yang keenam pada tahun 1910, seperti sebelumnya, India adalah negara dimana pandemi Kolera ini muncul untuk pertama kalinya.
Pandemi itu telah menewaskan ratusan ribu orang sebelum akhirnya menyebar ke berbagai bagian daratan Timur Tengah, Afrika Utara, Eropa dan juga Rusia.
Penularan dari kolera sendiri terkait erat dengan akses ke fasilitas sanitasi dan air bersih yang tidak memadai. Dibutuhkan waktu antara 12 jam hingga lima hari bagi seseorang untuk menunjukkan gejala Kolera, setelah mereka mengonsumsi makanan atau air minum yang telah terkontaminasi.
Pandemi Flu (1918-1919)
Korban Meninggal: Sekitar 20-100 juta
Penyebab: Influenza H1N1 – Berasal dari Burung
Kasus pertama yang diidentifikasi berasal dari jenis influenza ini tercatat pada musim semi di tahun 1918, di antara para tentara Amerika Serikat selama Perang Dunia I berlangsung, sebelum akhirnya menyebar ke seluruh dunia dan menginfeksi setidaknya sepertiga dari populasi global.
Meskipun jumlah korban meninggal akibat pandemi ini tidak dapat diketahui secara pasti, banyak ahli telah memperkirakan lebih dari 50 hingga 100 juta orang telah meninggal akibat pandemi ini, yang akhirnya menjadikannya sebagai pandemi paling mematikan setelah Wabah Hitam.
Meskipun para peneliti belum dapat mengidentifikasi asal geografis dari penyakit ini, di AS, pandemi ini telah dijuluki sebagai ‘flu spanyol’. Hal itu ditengarai dengan banyaknya berita kasus-kasus dari penyakit ini yang dilaporkan muncul di Spanyol, yang pada saat itu tidak terlibat di Perang Dunia I, dan karenanya tidak ikut mengalami pemadaman berita selama perang berlangsung, sehingga menciptakan kesan yang salah bahwa penyakit ini berasal dari mereka.
Apa yang sangat signifikan dari wabah ini adalah efeknya terhadap orang dewasa yang sehat, yang tidak seperti wabah sebelumnya dimana yang paling rentan adalah orang yang mempunyai kelainan imun dan para remaja.
Tanpa adanya vaksin apapun, pandemi ini dapat digolongkan menjadi dua gelombang. Gelombang awal diketahui lebih ringan daripada gelombang kedua. Dan para tentara yang kembali ke negaranya masing-masing adalah yang paling berkontribusi terhadap penyebaran dari pandemi ini di gelombang kedua.
Masyarakat telah memberlakukan karantina, pemakaian masker, dan larangan diadakannya pertemuan public, sebagai langkah untuk memerangi pandemi ini. Diperkirakan bahwa dengan adanya langkah-langkah ini, dikombinasikan dengan orang-orang yang mengembangkan imun tubuhnya terhadap penyakit itu, akhirnya dapat membantu untuk mengakhiri berlangsungnya pandemi tersebut. Meskipun ada juga teori yang mengatakan bahwa virus ini telah bermutasi dengan cepat menjadi jenis yang kurang mematikan, dan mengakibatkan penurunan yang sangat tajam dalam kasus infeksi dan kematian.
Flu Asia (1956-1958)
Korban Meninggal: Setidaknya 1.1 juta
Penyebab: Influenza A – Subtipe H2N2
Kasus Flu Asia diketahui pertama kali ditemukan di China pada tahun 1956. Dari sana, flu tersebut menyebar ke Singapura, Hong Kong, dan AS. Ada juga laporan tentang penyebarannya ke India pada tahun 1957.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pandemi ini berasal dari strain virus flu burung dan juga manusia.
Gejala-gejalanya, yang termasuk kelemahan pada kaki, kedinginan, sakit tenggorokan, pilek dan batuk, muncul secara cepat setelah seseorang terpapar oleh virus itu.
Penyebaran dari wabah ini dapat dibagi menjadi dua gelombang, tetapi akhirnya melambat setelah dikembangkannya vaksin pada bulan Agustus 1957.
Pandemi Flu Hong Kong (1968)
Korban Meninggal: Sekitar 1 juta
Penyebab: Influenza A – H3N2, Subtipe H2N2
Kasus pandemi ini dilaporkan pertama kali muncul di Hong Kong, pada bulan Juli 1968. Penyebaran dari wabah ini terjadi di Singapura dan Vietnam, dan dalam kurun waktu 12 minggu, wabah ini lanjut menyebar ke bagian lain di seluruh dunia, hingga Afrika dan Amerika Selatan. Di AS sendiri, sekitar 100.000 orang telah meninggal akibat pandemi ini.
Mutasi dari flu Asia yang sebelumnya muncul di tahun 1956, mungkin akhirnya memunculkan variasi H3N2, dalam proses yang disebut sebagai pergeseran antigenik, dimana virus itu bermutasi.
Tingkat kematian dari pandemi ini secara signifikan lebih rendah daripada wabah influenza yang muncul sebelumnya, dengan rasio fatalitas kasusnya diketahui berada di bawah angka 0,5 persen. Ada juga kemungkinan bahwa orang yang pernah melewati pandemi ini sebelumnya, menjadi kebal terhadap virus tersebut.
Peningkatan dari kualitas perawatan medis dan juga ketersediaan antibiotik, untuk infeksi bakteri sekunder, juga telah dikutip menjadi salah satu faktor dalam lambatnya penyebaran dari wabah ini. Dan sebagai informasi, sampai sekarang virus H3N2 masih beredar sebagai virus influenza musiman.
Pandemi HIV/AIDS (1981-)
Korban Meninggal: 32 juta
Penyebab: Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang menyerang sel-sel yang membantu tubuh untuk melawan sebuah infeksi. Jika tidak segera diobati, virus itu dapat menyebabkan penyakit AIDS.
Seperti yang diketahui, HIV menyerang dan menghancurkan sejenis sel darah putih yang ada di dalam sistem kekebalan tubuh, yang disebut sel CD4 atau T-Helper, dan membuat salinan dari dirinya sendiri di dalam sel-sel itu. Ketika dia menghancurkan lebih banyak sel-sel tersebut dan membuat lebih banyak lagi salinan-salinan dari dirinya sendiri, sistem kekebalan tubuh secara bertahap akan melemah, dan membuat tubuh menjadi sulit untuk melawan infeksi lainnya yang akan muncul. Tahap terakhir dari keadaan sistem kekebalan tubuh yang melemah, adalah AIDS.
AIDS sendiri muncul pertama kali pada tahun 1981.
Penularan antar manusia ke manusia, dapat terjadi melalui kontak seksual yang dilakukan tanpa menggunakan pengaman, saling berbagi pemakaian jarum dengan orang yang telah terinfeksi oleh HIV, dan menerima transfusi darah yang telah terkontaminasi oleh virus tersebut.
Setiap tahun, hampir satu juta orang telah meninggal karena AIDS. Menurut WHO, yang lebih memilih menyebut HIV/AIDS sebagai sebuah epidemi global daripada pandemi, di wilayah Afrika tertentu, yang diketahui menjadi daratan yang paling terdampak atas virus ini, satu dari setiap 25 penduduknya hidup dengan kondisi terkena HIV, yang akhirnya dalam sebuah jumlah dapat disimpulkan bahwa dua pertiga dari angka penderita HIV secara global, ada atau berasal dari daratan Afrika.
Sindrom Pernapasan Akut Berat (SARS) (2002-2003)
Korban Meninggal: 774
Penyebab: SARS-CoV
Menurut CDC AS, SARS-CoV dianggap sebagai sebuah strain virus corona yang berasal dari reservoir hewan yang sampai sekarang masih belum bisa dipastikan, yang mungkin adalah kelelawar, yang lanjut menyebar ke hewan lainnya (kucing musang), dan untuk pertama kalinya menginfeksi manusia di provinsi Guangdong di China Selatan pada tahun 2002.
Meskipun angka kematiannya dianggap sangat rendah dibandingkan dengan pandemi lainnya, SARS-CoV diketahui telah menyebar ke setidaknya 26 negara di seluruh dunia, dan menginfeksi lebih dari 8.000 orang.
Gejalanya mirip dengan influenza, yang termasuk demam, sakit kepala, diare dan juga menggigil. Bahkan pada puncak pandemi ini, yaitu pada tahun 2003, secara keseluruhan risiko penularannya bisa dibilang sangat rendah.
Singapura, Hong Kong dan Taiwan, sebagai negara yang paling terdampak akibat virus ini, akhirnya terdorong untuk membuat protokol medis yang memadai untuk mengantisipasi munculnya pandemi baru di masa depan.
Sindrom Pernapasan Timur Tengah (MERS) (2012-)
Korban Meninggal: 858
Penyebab:MERS-CoV
MERS-CoV, yang juga sejenis virus corona, pertama kali diidentifikasi di Arab Saudi pada tahun 2012.
Virus corona merupakan sebuah keluarga besar dari virus-virus yang diketahui dapat menyebabkan penyakit mulai dari flu biasa hingga SARS.
MERS adalah penyakit pernapasan dengan gejala yang meliputi demam, batuk dan juga sesak napas.
Hingga bulan Januari 2020, 2.519 orang telah terinfeksi oleh virus tersebut. MERS memiliki tingkat kematian yang sangat tinggi dibandingkan dengan jenis virus corona lainnya, dengan hampir 35 persen dari mereka yang telah tertular berakhir dengan meninggal dunia. (Aljazeera.com)