Ciuman Bagi Orang yang Berpuasa?
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ هِشَامٍ قَالَ أَخْبَرَنِي أَبِي عَنْ عَائِشَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ح و حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ عَنْ مَالِكٍ عَنْ هِشَامٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ إِنْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيُقَبِّلُ بَعْضَ أَزْوَاجِهِ وَهُوَ صَائِمٌ ثُمَّ ضَحِكَتْ
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al Mutsanna telah menceritakan kepada kami Yahy] dari Hisyam berkata, telah mengabarkan kepada saya bapakku dari ‘Aisyah radliallahu ‘anha. Dan telah diriwayatkan pula, telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Maslamah] dari Malik dari Hisya] dari bapaknya dari ‘Aisyah radliallahu ‘anha] berkata: “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mencium isteri-isteri Beliau sementara beliau sedang berpuasa”. ‘Aisyah radliallahu ‘anha kemudian tertawa.
Dalam Jami al-Shahihnya Imam Bukhari terdapat suatu riwayat mengenai ciuman bagi orang yang berpuasa. Dan di dalam syarah Bukhari, Fathul Bary, Ibnu Hajar membabkan tersendiri dengan bab “ciuman bagi orang yang berpuasa”, yang sebelumnya didahului oleh bab “bercumbu bagi orang yang berpuasa”
Didalam bab bercumbu dalam keadaan berpuasa terdapat banyak perdebatan para ahli hadis dalam menyikapi redaksi hadis yang berbunyi “Nabi SAW mencium dan bercumbu, sementara beliau sedang berpuasa”
An-Nasa’I juga meriwayatkan melalui jalur Thalhah bin Abdullah at-Tamimi dari Aisyah, dia berkata, (Nabi SAW mendekat hendak menciumku, maka aku berkata, “sesungguhnya aku sedang berpuasa” beliau bersabda, “aku juga berpuasa.” lalu beliau menciumku). Riwayat ini mendukung pendapat yang mengemukakan bahwa yang menjadi pedoman adalah pengaruh akibat bercumbu dan ciuman, bukan perbedaan antara pemuda dan orang yang telah lanjut usia.
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُقَبِّلُ وَيُبَاشِرُ وَهُوَ صَائِمٌ وَكَانَ أَمْلَكَكُمْ لِإِرْبِهِ
Artinya: dari ‘Aisyah radliallahu’anha berkata: “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mencium dan mencumbu isteri-isteri Beliau padahal Beliau sedang berpuasa. Dan Beliau adalah orang yang paling mampu mengendalikan nafsunya dibandingkan kalian”.
Dari riwayat Aisyah yang lain ini, diisyaratkan bahwa kasus ini hanya diperbolehkan bagi mereka-mereka yang mampu mengendalikan diri, bukan kepada mereka yang tidak mampu menahan nafsunya sehingga terjerumus dalam perkara yang diharamkan.
Namun dalam riwayat yang dikutip an-Nasai bahwa al-Aswad pernah mengonfirmasi pada Sayiddah Aisyah, apakah orang puasa boleh bercumbu, “Aisyah berkata, Tidak Boleh’. Kemudian al-Aswad bertanya, bukankah Rasul biasa bercumbu saat sedang berpuasa?. Kemudian di jawab oleh Aisyah bahwa Rasulullah adalah orang yang sangat mampu mengendalikan hawa nafsunya” makna lahiriah hadis ini kemudian menimbulkan asumsi bahwa Aisyah meyakini perbuatan itu hanya dikhususkan bagi Nabi.
Tetapi bagi Ibnu Hajar, yang juga dinukilkan dari Sayiddah Aisyah, yang dilarang adalah segala sesuatu kecuali bersenggama.
يَحْرُمُ عَلَيْهِ فَرْجُهاَ
Artinya: “Diharamkan atasnya kemaluan wanita”
Hal ini menunjukan bahwa larangan bercumbu dan berciuman tersebut dalam taraf makruh, dalam artian menyelisishi yang lebih utama. Dan ini tidak menafikan hukum kebolehannya.
Selain itu, dalam Fathul Bari, Ibnu Hajar menukil periwayatan yang mengomentari hadis tentang ciuman dibulan Ramadan. Sabda Nabi SAW kepada orang yang bertanya tentang ciuman, “bagaimana menurut pendapatmu apabila engkau berkumur-kumur?” hadis ini diriwayatkan oleh Abu Daud, dan An-Nasa’I dari Hadis Umar. Sabda Nabi ini mengisyaratkan pada pembahasan yang cukup dalam. Yang artinya, bahwa dikarenakan berkumur-kumur tidak membatalkan puasa, padahal berkumur-kumur merupakan permulaan minum, sama halnya dengan ciuman yang merupakan permulaan berhubungan badan. Dalam hal ini minum dapat membatalkan puasa begitu pula berhubungan badan, dapat dipahami bahwa apa yang dilakukan sebelum minum tidak membatalkan puasa, demikian pula halnya dengan apa-apa yang dilakukan sebelum berhubungan badan.
Sedangkan menurut Imam Nawawi, ciuman bagi orang yang berpuasa tidaklah haram apabila tidak membangkitkan syahwat, tetapi akan lebih baik utama jika ditinggalkan. Adapun ciuman yang membangkitkan syahwat adalah haram menurut hukum yang benar. Sementara Ibnu Wahab meriwayatkan dari Imam Malik bahwa ciuman diperbolehkan dalam puasa sunah dan dilarang dalam puasa wajib. Imam an-Nawawi juga mengatakan, tidak ada perbedaan bahwa ciuman itu tidak membatalkan puasa, jika mengakibatkan keluarnya mani.
Sekalipun demikian ulama tetap tidak ada kata sepakat mengenai hukum bercumbu dan mencium bagi orang yang berpuasa. Sebagaimana yang sedikit dikutip di atas. Wallahu a’lam