Cinta Tanah Air Dalam Pandangan Islam
Al-Jurjani mendefinisikan tanah air dengan Al-wathan al-ashli yaitu tempat seseorang dilahirkan dan tinggal. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tanah air bukan hanya tempat lahirnya seseorang tetapi juga tempat dai tinggal.
HIDAYATUNA.COM – Dewasa ini media sosial memiliki peran penting dalam menggalang, menyuarakan dan menyebarkan berbagai pendapat. Banjir informasi terjadi dimana-mana, satu sisis membawa dampak positif namun disisi lain menjadi sumber persoalan sebab tidak semua informasi benar adanya.
Berbagai tatanan yang baik bisa saja runtuh dengan adanya informasi hoax, fitnah dan berita tidak benar. Maka dari itu kebenaran harus terus disuarakan untuk mengimbangi dampak dari informasi negatife tersebut.
Beberapa waktu terakhir gencar sekali mempersoalkan mengenai cinta tanah air. Ada yang mengatakan tidak ada dasarnya dalam Islam perihal cinta tanah air, benarkah demikian?.
Al-Jurjani mendefinisikan tanah air dengan Al-wathan al-ashli yaitu tempat seseorang dilahirkan dan tinggal. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tanah air bukan hanya tempat lahirnya seseorang tetapi juga tempat dai tinggal.
اَلْوَطَنُ الْأَصْلِيُّ هُوَ مَوْلِدُ الرَّجُلِ وَالْبَلَدُ الَّذِي هُوَ فِيهِ
Artinya; “Al-wathan al-ashli adalah tempat kelahiran seseorang dan negeri di mana ia tinggal di dalamnya,”
Nabi Muhammad saja mengajarkan cinta tanah air sebagaimana diriwayatkan dalam hadist berikut
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَا أَطْيَبَكِ مِنْ بَلْدَةٍ وَأَحَبَّكِ إِلَيَّ، وَلَوْلَا أَنَّ قَوْمِي أَخْرَجُونِي مِنْكِ، مَا سَكَنْتُ غَيْرَكِ
Artinya: “Dari Ibnu Abbas RA ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, ‘Alangkah baiknya engkau sebagai sebuah negeri, dan engkau merupakan negeri yang paling aku cintai. Seandainya kaumku tidak mengusirku dari engkau, niscaya aku tidak tinggal di negeri selainmu,” (HR Ibnu Hibban).
Hadits di atas menunjukkan bahwa Nabi sangat mencintai Makkah yang merupakan tempat kelahirannya. Tentulah di kota itu banyak pengalaman dan kenangan yang pernah beliau rasakan dan alami.
Selain itu, dalam hadist lain Nabi juga menunjukkan kecintaannya yang mendalam dengan Madinah, ketika pulang dari bepergian, Rasulullah memandangi dinding Madinah kemudian memacu kendarannya dengan cepat. Hal ini dilakukan karena kecintaannya kepada Madinah. Sebagaimana yang disebutkan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari.
عَنْ أَنَسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا قَدِمَ مِنْ سَفَرٍ فَنَظَرَ إِلَى جُدْرَانِ الْمَدِينَةِ أَوْضَعَ رَاحِلَتَهُ وَإِنْ كَانَ عَلَى دَابَّةٍ حَرَّكَهَا مِنْ حُبِّهَا
Artinya: “Dari Anas RA bahwa Nabi SAW apabila kembali dari berpergian, beliau melihat dinding kota Madinah, maka lantas mempercepat ontanya. Jika di atas atas kendaraan lain (seperti bagal atau kuda, pen) maka beliau menggerak-gerakannya karena kecintaanya kepada Madinah,”.
Kecintaan Nabi kepada Makkah dan Madinah merupakan bentuk cinta tanah air. Ibnu Hajar al Asqalani dalam kitabnya Fath al Bari Syarhu Shahih al Bukhari juz 3, secara spesifik menjelaskan bahwa hadits di atas menunjukkan keutamaan Madinah dan disyariatkannya mencintai tanah air serta merindukannya.
وَفِي الْحَدِيثِ دَلَالَةٌ عَلَى فَضْلِ الْمَدِينَةِ وَعَلَى مَشْرُوعِيَّةِ حُبِّ الْوَطَنِ وَالْحَنِينِ إِلَيْهِ
Bisa ditarik kesimpulan adalah bahwa mencintai tanah air selain karena tabiat dasar manusia, di samping itu ia juga dianjurkan oleh syara` (agama) sebagaimana penjelasan yang telah dipaparkan di atas.
Mencintai tanah air sebagaimana tempat tinggal kita adalah merupakan bentuk dari keimanan kita. Karenanya, jika kita mengaku diri sebagai orang yang beriman, maka mencintai Indonesia sebagai tanah air yang jelas-jelas penduduknya mayoritas muslim merupakan keniscayaan.
Sumber:
- Ali bin Muhammad bin Ali Al-Jurjani, At-Ta`rifat, Beirut, Darul Kitab Al-‘Arabi, cet ke-1, 1405 H, halaman 327