ChatGPT dan Implikasinya Terhadap Sanad Keilmuan dalam Islam
HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Dewasa ini ChatGPT tengah digandrungi banyak kalangan, bahkan banyak yang menilai, bahwa ChatGPT ini lebih canggih dibanding mesin-mesin pencarian berbasis AI lainnya.
Hal ini disebabkan karena kemampuannya dalam memberikan segala bentuk informasi terhadap penggunanya dan memiliki kemampuan untuk berinteraksi serta memberi balasan yang sangat natural dan mirip seperti manusia.
Selain digunakan untuk mencari informasi, banyak juga yang menjadikan ChatGPT ini sebagai alat untuk belajar segala bidang ilmu, karena jika sudah berhadapan dengan ChatGPT, maka apapun yang dinginkan penggunanya pasti akan terjawab dengan sangat detail.
Bahkan ChatGPT juga mampu untuk mengerjakan coding hanya dalam hitungan menit.
Maka dalam hal ini bukan tidak mungkin, sudah pasti banyak yang mulai mencari wawasan-wawasan keislaman melalui ChatGPT dan terntu hal ini akan memeberi implikasi buruk terhadap kredibilitas keilmuan.
Sejauh ini, sanad memiliki posisi yang urgent dalam Islam, karena sanad sendiri merupakan mata ranatai keilmuan yang menghubungkan keilmuan murid dengan guru sampai kepada Rasulallah saw., karena hanya dengan sanad itulah dalam Islam kredibilitas keilmuan dapat dipertanggung jawabkan. Abdullah bin Mubarak dalam kitab Sahih Muslim bertakat:
الاسناد من الدين, ولولا الاسناد لقال من شاء ما شاء
Artinya:
”Sanad adalah bagian dari agama, jika bukan karena sanad, pasti siapapun bisa berkata dengan apa yang dia kehendaki.”
Melalui perkataan Abdullah bin Mubarak diatas, maka dapat dimegerti, bahwa jika seseorang belajar agama tanpa guru atau dengan guru yang tidak memiliki sanad yang jelas, maka akan memberi dampak buruk terhadap kemurnian ajaran Islam.
Karena ia akan cenderung berkata sesuai dengan apa yang ia ketahui, meskipun itu tidak selaras dengan ajaran-ajaran Islam yang sesungguhnya.
Selanjutnya, yang perlu diketahui adalah bahwa ajaran-ajaran agama Islam bersumber dari Al-Quran dan Sunnah Nabi Muhammad saw.
Oleh karena itu untuk memahaminya diperlukan seorang guru dengan sanad keilmuan yang jelas, karena belajar agama Islam hanya dengan otodidak melalui medsos, ChatGPT, atau mesin-mesin pencarian lainnya akan membahayakan bagi dirinya sendiri dan lingkungan di sekitarnya.
Fenomena tentang belajar agama melalui teknologicanggih berbasis OpenAI, bukanlah hal yang baru.
Sebelum kemunculan ChatGPT ini terlebih dahulu sudah ada search engine yang juga menyajikan segudang informasi, seperti Google, Yahoo, Yandex, dan lain sebagainya.
Meskipun mesin pencarian jenis ini kecanggihannya misih kalah jauh dengan ChatGPT, namun cukup diminati oleh sebagian kalangan dan tidak menutup kemungkinan para kyai atau ulama juga mungkin menggunakannya.
Terlebih dewasa ini banyak bermunculan penceramah-penceramah agama yang sejatinya tidak pernah diketahui dengan siapa ia belajar dan tentang bagaimana kredibilitas sanad keilmuan yang ia miliki.
Sehingga hal ini memunculkan peceramah-penceramah intoleran dan onmun-oknum agama yang bertindak anarkis.
Meskipun, keadaan ini sepenuhnya bukan salahnya mesin pencarian, akan tetapi teknologi jenis ini juga berkontribusi di dalamnya.
Pernyataan ini bukan berarti, bahwa ChatGPT atau Search engine jenis lainnya tidak memiliki manfaat, hanya saja yang perlu dicatat adalah, jangan sampai umat muslim terlalu bergantung dengan segala bentuk mesin pencarian untuk belajar agama sehingga lupa dengan esensi ajaran Islam yang menuntut umatnya agar belajar agama dengan guru yang jelas sanad keilmuannya.
Kemunculan search engine jenis ChatGPT ini merupakan salah satu gambaran, bahwa pemkembangan teknologi saat ini mengalami peningkatan yang begitu pesat, sehingga mustahil bagi umat muslim untuk menhindarinya.
Langkah yang perlu ditempuh adalah memberi edukasi terhadap masyarakat muslim, agar jangan sampai salah dalam menggunakan teknologi berbasis OpenAI jenis ChatGPT ini dan jangan sampai umat muslim menjadikan ChatGPT sebagai guru agama, karena sudah pasti akan berdampak buruk terhadap kredibilitas sanad keilmuan. []