Cerita Soal Baik-Buruk Khilafah, Menag Pastikan Materi Keagaman Bersih dari Hama
HIDAYATUNA.COM, Jakarta — Menteri Agama (Menag) Jendral Purnawirawan, Fachrul Razi saat meresmikan situs penilaian buku sebagai upaya mencegah penyebaran radikalisme hingga pornografi demi mendukung program moderasi beragama dan tegaknya NKRI.
“Penilaian ini untuk memastikan bahwa buku-buku yang beredar di Indonesia adalah untuk kepentingan nasional, bangsa, dan negara, yakni terbebas dari radikalisme, intoleransi, pornografi, demi mendukung program moderasi beragama dan tegak kokohnya Negara Kesatuan Republik Indonesia,” ungkapnya, di Jakarta, Jumat (13/12/2019).
Kementerian Agama melalui Badan Litbang dan Diklat, menurutnya, memang mendapat amanah dari negara untuk menilai buku-buku agama berdasarkan Undang-undang Nomor 3 tahun 2017 tentang Perbukuan Nasional. Kemudian, ia bercerita soal materi khilafah dalam buku yang beredar. Harus ada kehati-hatian dalam mengangkat materi khilafah, lanjutnya, salah satunya adalah pembahasan khilafah jangan sampai berlebihan.
“Misalnya mesti hati-hati pada saat mengangkat tentang khilafah dalam sejarah Islam. Saya berkali-kali pesankan mengangkat khilafah dalam sejarah Islam hati-hati. Salah satunya jangan sampai menjadi pembelajaran fikih yang berlebihan, satu. Ada sejarah positif dan negatif dalam masa kekhalifahan,” jelasnya.
“Khilafah itu mempunyai riwayat positif banyak hal yang dapat dicapai dalam masing-masing kekhilafahan itu. Tapi banyak juga hal-hal yang tidak baik untuk diangkat. Saya tidak usah jelaskan banyak. Misalnya pembunuhan ribuan orang juga terjadi pada transisi khilafah itu,” imbuhnya.
Selain itu, penggunaan sistem khilafah tidak lagi relevan pada era saat ini. Fachrul menekankan jangan sampai pembahasan mengenai khilafah justru menimbulkan kebencian di masyarakat.
“Tolong ditata secara baiklah. Jangan sampai membuat orang menjadi benci. Jangan juga menjadi berlebihan menilai sistem itu sistem yang terbaik untuk diterapkan pada era sekarang,” ujarnya.
Saat ia berada di Arab Saudi, dalam ceritanya, ia menyinggung penerapan anggapan bid’ah yang sempat terjadi di Arab Saudi. Hal tersebut ia singgung usai membahas peluncuran karya-karya para ulama yang menurutnya dapat menjadi sumber referensi nasional dan dunia.
“Kesinambungan peradaban sangat penting. Seminggu yang lalu saya di Saudi, Alhamdulillah, saya sempat mendengarkan visi Saudi 2030. Yang disayangkan adalah yang memaparkan ke saya itu, visi Saudi 2030 itu, antara lain mengatakan ada suatu masa sebelum kami yang beranggapan bahwa artefak atau peninggalan-peninggalan masa lalu itu adalah bid’ah atau sesat sehingga banyak yang dimusnahkan dan kami sedih. Sekarang kami coba membangun kembali. Tapi tentu saja nilai-nilainya tidak setinggi yang aslinya,” pungkasnya.