Cerdas dalam Hidup Perspektif Alquran
HIDAYATUNA.COM – Kebanyakan orang, ketika mendengar kata cerdas atau kecerdasan pasti akan auto membayangkan seorang manusia yang mempunyai kepintaran, banyak pengetahuan, cakap dalam berbagai keilmuan, dan seterusnya. Atau pasti beranggapan bahwa kecerdasan itu berkorelasi kuat dengan kemampuan daya cipta dalam hal sains dan teknologi.
Padahal, hakikat kecerdasan bukan hanya sebatas ilmu atau akumulasi lainnya. Termasuk juga, bukan hanya sekedar kemampuan manusia dalam berkarya cipta atau mengembangkan usahanya semata. Melainkan lebih dari itu, lebih pada, apakah diri manusia itu telah benar-benar meyakini dengan kuat atau tidak tentang apa itu hari pembalasan.
Manusia yang demikian itu, biasanya kerap lupa tentang keseimbangan dunia dan akhirat. Padahal, hakikat hidup yang sesungguhnya ialah bukan hanya sekedar kenikmatan maupun kesuksesan di dunia semata, melainkan harus juga mengaitkan kehidupan dirinya secara erat dengan pengamalan agama. Tidak lain, agar kemudian kenikmatan maupun kesuksesannya di dunia itu berlanjut hingga di kehidupan akhirat. Sebab, sejatinya hidup di dunia adalah hanya sebuah sarana, bukan sebagai tujuan.
Hal di atas, saya kira sangat rlevan dengan apa yang telah disabdakan Rasulullah Saw, bahwa “Orang cerdas adalah yang mau mengoreksi dirinya dan berbuat untuk (kehidupan) setelah kematian.” (HR Tirmidzi).
Menurut Ibn Katsir dalam tafsirnya, beliau menandaskan mengenai makna dan maksud “orang cerdas” dalam hadis di atas ialah menunjukkan kepada orang yang senantiasa menghitung amal perbuatannya.
Kebijaksanaan dan Alquran
Kita semua pasti sepakat, bahwa Alquran merupakan sebuah kitab petunjuk yang paling komprehensif dan sempurna. Melalui Kitab suci ini manusia diberi kebebasan untuk mengatur hidupnya sendiri untuk kebahagiaan lahir dan batin, termasuk sukses di dunia dan di akhirat kelak, tentu dalam hal ini harus dengan tetap di atas landasan iman dan bingkai moralalitas yang kukuh.
Pesan-pesan sebagai bentuk petunjuk yang bersifat abadi, artinya tidak terbatas ruang dan waktu, oleh sebabitu, segala apa yang termaktub di dalamnya sangatlah penting untuk senantiasa dikaji, tidak lain agar kemudian ia tetap relevan dan berfungsi secara efektif sesuai dengan konteks kehidupan hari ini. Sehingga manusia mampu menjalani hidup secara tegar dalam menghadapi berbagai tantangan, bergumul dengan cobaan yang datang silih berganti yang sesuai dengan tuntunan al-quran itu sendiri..
Kehidupan dunia ini bersifat decisive, yang bermakna kebahagiaan, kesuksesan atau pun kemalangan di hari akhir nanti, seluruh umat manusia diberi kebebasan dalam menentukan itu semua di kehidupan yang singkat ini. Oleh sebab itu, dalam hidup sangat dibutuhkan kecerdasan dan kebijaksanaan dalam mengambil seluruh keputusan, demi tercapainya keselamatan dan kesuksesan hingga ke akhirat kelak.
Lalu bagaimana potret kecerdasan itu?
Menurut konsep Al-Qur’an, cerdas dalam hidup ialah seluruh aktivitas kehidupannya selalu terkendalikan maupun terkawal oleh tujuan-tujuan moral transendental. Hematnya begini, setiap orang yang selalu menghiraukan peringatan Allah, maka sama saja orang itu sedang menceraikan segala kegiatan hidupnya dari bingkai tujuan itu sendiri.
Antara Rasionalitas dan Empiris
Di zaman yang serba canggih ini, Anda pasti akan dapat dengan mudah menemui potret bagaimana ketika seseorang memiliki sebuah keimanan yang justru kerap diidentikkan dengan orang-orang yang tidak mempunyai rasionalitas, karena dianggapnya sesuatu yang tidak rasional adalah sebuah keyakinan yang tidak empiris.
Saya kira, hal itu sangat jelas menunjukkan bahwa ada ketidakseimbangan berfikir mereka. Sehingga tak heran manakala manusia yang mengaku paling memiliki rasionalitas itu, menjadikan dirinya ragu akan iman, padahal ragu akan iman sama saja ragu akan agamanya. Maka dampaknya adalah melemahnya amal ibadah seseorang.
Saya jadi teringat apa yang telah dikatakan oleh seorang Dosen Fakultas Agama Islam (UM Metro) Dr. M. Samson Fajar, M.Sos.I. (ummetro.ac.id, 01/07/21) bahwa hakikatnya iman adalah tanda kecerdasan seseorang, karena kecerdasan bukan hanya terkait masalah rasionalitas, tetapi juga spiritualitas. Teori spiritual Quotien bahwa setiap manusia memiliki titik Ketuhanan (God spot) dalam dirinya, menunjukan bahwa seseorang yang memiliki keimanan adalah kecerdasan sangat luar biasa. Seseorang yang memiliki keimanan akan menjadikan dirinya orang yang paripurna, karena memiliki kekuatan vertikal ilahiah dan horizontal insaniah. Sedangkan orang yang tidak beriman, walau memiliki kecerdasan intelektual dia akan mengalami kegelisahan sepanjang hidupnya, karena dia akan takut setelah kematiannya.
Sebagai pungkasan saya mengutip kalimat Dr. M. Samson Fajar, M.Sos.I lagi, bahwa Insan profetis adalah insan yang cerdas intelektual dan cerdas spiritual, karena inti hidup mereka ada pada ruang spiritualnya. Ilmu yang mereka miliki dalam rangka menguatkan sisi spiritualnya, mengenal Tuhannya dan menjadi jalan akhir kehidupannya. Insan profetis akan bangga dengan keimanan, bukan meremehkannya, walau keimanan itu jauh berbeda dengan rasionalitas dirinya. Karena keimanan diatas rasio manusia.
Mari cerdas gunakan kecerdasan kita. Tabik.