Catatan Snouck Hurgronje Soal Ulama Tatar Sunda Abad 19

Ulama (Ilustrasi/Hidayatuna)
HIDAYATUNA.COM, Jakarta – Filolog Muda Nahdlatul Ulama (NU) Ahmad Ginanjar Sya’ban menyebut manuskrip catatan Snouck Hurgronje banyak menyinggung ulama Tatar Sunda pada abad ke-19. Snouck adalah sarjana Belanda bidang budaya Oriental dan penasehat urusan pribumi untuk pemerintah kolonial Hindia Belanda.
Menurut Ginanjar, dalam diary catatan pribadinya tahun 1889, Snouck menyebut sejumlah nama ulama besar. Salah satu yang disonggung adalah Kijahi Moelabaroek van Garoet atau Kiyai Mulabaruk dari Garut.
Selain itu, banyak ulama lain seperti Kiyai Muhammad Razi Sukamanah [Mohammad Razi Soekamana, Soetji] pakar ilmu nahwu, Raden Haji Yahya [Raden Hadji Jahja] menjabat penghulu kepala di Garut, Kiyai Muhammad Arif Sumedang [w. 1888] pakar ilmu fikih, dan Kiyai Muhammad Shohih Bunikasih Cianjur [w. 1885].
Ulama lain yang juga disebutkan Snouck adalah Kiyai Bunter [Kijahi Boenter] dari Tanjungsari Sumedang. Beliau seorang pakar ilmu tata bahasa Arab dan wafat di Makkah. Kemudian ada nama Kiyai Hasan Basori [Hasan Bacri] Kiarakoneng Garut [w. 1865] pakar ilmu qira’at; serta Kiyai Cipari dari Wanaraja [Kijahi Tjipari] yang merupakan sahabat dari Kiyai Hasan Basori Kiarakoneng.
“Sepanjang tahun 1889 hingga 1891, Snouck Hurgronje (w. 1936) melakukan rihlah perjalanan keilmuan mengelilingi pesantren-pesantren tua yang ada di wilayah Sunda (Jawa Barat dan Banten) serta Jawa Tengah dan Jawa Timur,” ungkap Ginanjar dalam catatannya yang diunggah di akun Facebook pribadinya dikutip Kamis (7/7/2022).
Dalam rihlah intelektual tersebut, lanjut Ginanjar, Snouck ditemani Haji Hasan Mustapa (w. 1930). Ia adalah sahabat karib Snouck yang pernah saling berjumpa saat keduanya berada di kota suci Makkah tahun 1885.
“Dalam diary catatan tersebut, Snouck mencatat ratusan nama ulama di Sunda-Jawa-Madura, serta jaringan keilmuan dan genalogi intelektual yang saling menghubungkan antar mereka dengan ulama-ulama Melayu-Nusantara lainnya, serta dengan ulama-ulama di Makkah,” jelasnya.
Diary tersebut saat ini menjadi bagian dari special collection Perpustakaan Universitas Leiden (UB Leiden), Belanda. Pada pertengahan bulan Juni lalu, Ginanjar mengaku berkesempatan untuk mengunjungi UB Leiden dan melihat-lihat manuskrip dari diary tersebut.
“Saat mencatat nama-nama ulama di wilayah Tatar Sunda, Snouck banyak menyebut nama sesosok ulama yang tampaknya menjadi poros utama jaringan keilmuan dan mahaguru para ulama Sunda di paruh pertama abad ke-19 M (1800 – 1850). Sosok tersebut bernama Kiyai Mulabaruk yang bermukim di Kabupaten Garut,” ungkapnya.