Catatan Dokter: Kondisi Obesitas Rentan Mengalami Komplikasi Saat Terkena Virus Corona?
HIDAYATUNA.COM – Seperti yang sudah kita ketahui, pasien dengan kondisi yang berhubungan dengan obesitas seperti penyakit kardiovaskular dapat memiliki risiko diabetes yang lebih tinggi, yang juga dapat memiliki arti akan adanya risiko yang lebih tinggi untuk terkena komplikasi jika anda terkena COVID-19.
Tetapi apakah obesitas itu sendiri merupakan faktor risiko yang dapat menyebabkan komplikasi tersebut? jika ya, mengapa?
Menulis tentang obesitas selalu menjadi hal yang sangat sulit. Orang yang sedang berada dalam kondisi berat badan yang berlebihan pasti mempunyai alasan yang berbeda-beda, dan seringkali ini bersifat sangat kompleks. Dan juga rasanya akan tidak adil jika kita mengelompokkan semua orang yang sedang memiliki kondisi kelebihan berat badan ke dalam satu kategori yang sama, tetapi untuk keperluan artikel ini, kami akan menelaah kondisi obesitas sebagai suatu faktor risiko individu terhadap komplikasi COVID-19 dari sudut pandang medis.
Hingga saat ini, kondisi obesitas telah berdampak pada jutaan orang di seluruh dunia. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pada tahun 2016, lebih dari 1,9 miliar orang dewasa di seluruh dunia sedang dalam kondisi mengalami kelebihan berat badan, yang di antaranya sekitar 650 juta orang telah digolongkan mengalami obesitas.
Dan seiring berjalannya waktu, semakin jelas bahwa obesitas dapat dikaitkan terhadap hasil yang lebih buruk bagi mereka-mereka yang juga terinfeksi oleh virus corona.
Sebuah penelitian di New York yang mengamati lebih dari 4.000 orang, telah menyimpulkan bahwa obesitas adalah sebuah faktor tunggal terbesar, setelah usia, pada apakah mereka yang telah terinfeksi oleh COVID-19 harus dirawat di rumah sakit atau tidak.
Hal ini berlaku terutama untuk orang-orang yang masih berusia muda, yang pada umumnya telah diberitahu bahwa mereka cenderung hanya akan mengalami gejala ringan jika mereka telah terinfeksi oleh virus corona.
Namun, pasien muda (di bawah usia 60 tahun) yang memiliki Body Mass Index (BMI) antara 30 hingga 34, hampir dua kali lipat lebih memungkinkan bagi mereka untuk dirawat di ICU dibandingkan dengan pasien yang memiliki BMI kurang dari 30. Kemungkinan ini akan meningkat menjadi 3,6 kali lipat pada pasien yang memiliki BMI 35 atau lebih besar lagi. (BMI yang ‘Normal’ adalah 24,9 atau lebih rendah)
Dan bukan hanya penelitian di AS saja yang telah menunjukkan bahwa kondisi obesitas dapat menjadi faktor risiko yang menyebabkan sebuah komplikasi terhadap COVID-19. Sebuah penelitian di China yang mengamati 383 pasien, telah menunjukkan bahwa orang yang memiliki kelebihan berat badan atau sedang dalam kondisi obesitas, akan memungkinkan bagi mereka untuk memiliki risiko lebih dari dua kali lipat untuk mengalami sebuah komplikasi.
Kondisi yang terjadi seperti pneumonia parah, dibandingkan dengan mereka yang memiliki berat badan yang sehat atau normal. Ini berlaku terutama untuk para pria yang memiliki kelebihan berat badan.
Temuan serupa juga telah terbukti benar adanya dalam penelitian di Perancis dan Inggris, dengan audit NHS menunjukkan bahwa dua pertiga dari pasien yang telah jatuh sakit parah akibat virus corona, juga sedang berada dalam kondisi obesitas dan hampir 40 persennya berusia di bawah 60 tahun. Ini adalah sebuah statistik yang mencengangkan bagi mereka yang berpikir bahwa hanya manula yang akan meninggal karena COVID-19.
Ada beberapa alasan mengapa kondisi obesitas menjadi faktor penentu yang sangat besar.
Seperti yang diketahui, pasien yang memiliki kelebihan berat badan atau sedang berada dalam kondisi obesitas sering memiliki masalah kesehatan yang didasari oleh berat badan mereka sendiri, seperti diabetes tipe 2 ataupun penyakit jantung.
Kelebihan berat badan juga dapat memiliki arti bahwa seseorang itu sedang berada dalam kondisi peradangan yang kronis. Akibatnya, sistem kekebalan tubuh mereka selalu ‘dalam status aktif’, dan mungkin tidak memiliki cadangan yang cukup untuk digunakkan dalam melawan penyakit serius lainnya yang akan muncul. Anda dapat membayangkannya seperti meninggalkan sebuah mesin mobil menyala dalam kondisi diam di tempat dan membakar bahan bakar yang seharusnya dapat digunakkan untuk melakukan perjalanan jarak jauh yang akan datang.
Kelebihan berat badan di sekitar perut juga dapat mencegah paru-paru untuk mengembang sepenuhnya dan terisi udara, sehingga ketika mereka diperlukan untuk bekerja lebih keras, misalnya saat seseorang terkena pneumonia, kinerja mereka dibatasi.
Seorang pasien yang sedang berada dalam kondisi obesitas juga secara fisik lebih sulit untuk diintubasi, yang disebabkan oleh leher mereka yang cenderung lebih tebal, memberikan tekanan pada saluran udara, terutama ketika pasien sedang telentang. Pasien COVID-19 di ICU akan memiliki hasil yang lebih baik ketika mereka sedang berbaring tengkurap, hal ini dikarenakan lebih banyaknya udara yang bisa masuk ke dalam paru-paru. Ini akan lebih sulit untuk dilakukan oleh pasien yang sedang berada dalam kondisi obesitas.
Penderita obesitas juga akan lebih sulit diangkut. Tempat tidur dan peralatan spesialis lainnya juga akan sering dibutuhkan untuk pasien yang memiliki tubuh lebih besar, peralatan yang terkadang tidak tersedia secara merata di seluruh rumah sakit yang ada.
Adalah adil jika kita mengatakan bahwa sebagian besar sistem perawatan kesehatan di seluruh dunia tidak diatur dengan baik untuk merawat pasien yang sedang berada dalam kondisi obesitas, dan pandemi ini mungkin menyoroti fakta itu dan mengekspos keterbatasannya lebih jauh lagi.
Kondisi obesitas didefinisikan sebagai gangguan keseimbangan energi yang menyebabkan penambahan berat badan dan gangguan metabolisme yang menyebabkan stres dan disfungsi dari sebuah ‘tissue’. Ini memiliki arti bahwa kondisi obesitas bukan hanya tentang kelebihan berat badan, tetapi juga tentang efek buruk dari kelebihan berat badan itu sendiri pada kesehatan tubuh anda.
Salah satu efek buruk ini adalah gangguan pada fungsi sistem kekebalan tubuh yang disebut dengan garis limfoid dan neutrofil. Ini adalah sel yang dapat memberi tahu tentang adanya infeksi dari sebuah jaringan yang normal, dan yang perlu dijaga keseimbangannya untuk menjaga sistem kekebalan tubuh yang sehat.
Kondisi obesitas dapat mengganggu keseimbangan ini dan menyebabkan tingkat peradangan akut pada jaringan yang normal itu, yang disebabkan oleh sel-sel tersebut. Ini akan menempatkan tubuh kita secara konstan berada di bawah kondisi tekanan fisik pada skala mikroskopis.
Secara umumnya, ketidakseimbangan dalam sistem kekebalan tubuh dan peradangan akut pada jaringan normal ini juga akan membuat orang yang sedang berada dalam kondisi obesitas untuk mendapatkan risiko yang lebih tinggi untuk terkena penyakit kronis, dan juga akan munculnya komplikasi terhadap sebuah infeksi.
Selama wabah influenza A (H1N1), atau yang dikenal sebagai pandemi virus flu babi pada tahun 2009, penelitian menunjukkan bahwa kondisi obesitas menjadi faktor risiko independen dalam peningkatan dari morbiditas dan mortalitas setelah seseorang terkena infeksi tersebut.
Penelitian-penelitian tersebut menunjukkan bahwa orang-orang yang memiliki BMI 30 atau lebih, akan bernasib jauh lebih buruk setelah terinfeksi oleh virus flu tersebut daripada orang-orang yang memiliki BMI ‘normal’ atau lebih rendah, dengan lebih banyaknya kasus pneumonia yang dilaporkan dalam kelompok ini.
Maka, tidak mengherankan jika orang-orang yang sedang berada dalam kondisi obesitas dan juga sedang terinfeksi oleh virus COVID-19, akan menghadapi risiko yang lebih tinggi akan sebuah komplikasi.
Dan se-mustahil apapun bagi sebagian orang yang mendengarnya, kondisi obesitas tampaknya memang telah menjadi faktor risiko terbesar kedua setelah usia, terhadap berkembangnya sebuah komplikasi yang serius terhadap COVID-19. (Aljazeera.com)