Cara Syaqiq Al-Balkhi dalam Menyikapi Kesombongan
HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Setiap manusia mampu menemukan perspektif kebenarannya masing-masing dengan cara berpikir sesuai dengan metode metode ilmu logika.
Dan berikut ini adalah kisah tentang Syaqiq Al-Balkhi ini akan mengajarkan kepada kita bahwa kesombongan muncul dalam diri seseorang sebab ia tidak dapat berpikir logis.
Syaqiq Al-Balkhi (wafat 139 H./810 M.) adalah seorang sufi dari khurasan, memberikan pelajaran yang sangat berharga tentang menyikapi kesombongan.
Oleh Syaqiq Al-Balkhi, menyikapi kesombongan tidak perlu dengan kebencian dan emosi, cukup dengan logika yang benar serta dengan nilai keimanan kepada Allah Ta’ala
Kesombongan bukan hanya milik orang-orang yang bodoh saja. Orang yang pintar juga bisa menyombongkan dirinya dengan kepintarannya.
Padahal, sepintar apapun seseorang akan tetap bodoh jika dia sombong. Sebab, kesombongan itu bisa muncul karena orang tersebut tidak berpikir secara logis.
Pada suatu kali, Syaqiq Al-Balkhi berujar kepada murid-muridnya pada saat ia mengajar.
“Kupertaruhkan imanku kepada Allah Subhanahu wa taala dan pergi mengarungi hutan ganas dengan uang sekadarnya di saku,” kata Syaqiq Al-Balkhi.
“Aku pergi haji dan pulang dan uang receh ini masih ada.”
Murid-murid terlihat kagum dengan keteguhan iman Syaqiq Al-Balkhi dalam cerita itu.
Namun, ada salah satu murid yang mencoba melakukan bantahan atas cerita yang disampaikan oleh Syaqiq Al-Balkhi itu.
“Jika engkau memiliki uang receh di saku,” kata salah satu muridnya itu.
“Bagaimana engkau dapat mengatakan bahwa engkau menggantungkan segala sesuatu kepada yang lebih tinggi?”
Syaqiq Al-Balkhi tertegun sejenak mendengar pertanyaan yang logis dari salah satu muridnya itu.
Syaqiq Al-Balkhi tidak bisa menjawab sebab beliau sadar kesalahan dalam ceritanya itu.
“Aku tidak dapat menjawab pertanyaanmu.” Kata Syaqiq Al-Balkhi.
“Engkau benar. Ketika engkau menggantungkan segala sesuatu kepada- Nya, maka tidak ada tempat lagi untuk apa pun, sekecil apa pun, sebagai suatu perbekalan!”
Keterbukaan Syaqiq Al-Balkhi dapat kita ambil hikmahnya. Sebagai seorang guru, beliau tidak segan atau malu mengakui kesalahannya.
Beliau dengan kesadaran penuh mengakui bahwa muridnya lah yang benar dan dia yang salah.
Dalam ilmu logika, kebenaran selalu dapat diuji apakah ada kesalahan dalam kebenaran itu.
Maka dari itu, dalam ilmu logika ke- benaran itu selalu bergerak, tidak ada yang selalu benar.
Kebenaran hari ini bisa direvisi dengan kebenaran esok pagi. Begitulah kebenaran di dunia ini.
Kebenaran sejati hanyalah Al-Haq. Tiada kebenaran lain selain dia, dzat yang Maha Benar.
Dan, Al-Haq ini lah selalu dicari dan di- rindukan oleh para sufi. Makhluk-makhluk yang senantiasa patuh dan takwa kepada Dzat yang Maha Pencipta. []