Cara Ampuh Tangkal Benih Radikalisme: Pertahankan Konsistensi Keilmuan Pesantren
HIDAYATUNA.COM – Pesantren dikenal luas sebagai institusi pendidikan yang mampu meletakkan pondasi berpikir para anak didiknya (santri). Agar menjadi sosok yang berpikir ramah, toleran dan moderat. Namun, seiring bergulirnya waktu, tantangan demi tantangan pun datang.
Kompleksitas perubahan zaman menjadikan pesantren harus terus berbenah. Tidak lain dan tidak bukan, upaya untuk terus berbenah dalam diri pesantren adalah agar tetap mampu mengikuti perkembangan zaman. Serta tetap bisa menjaga ajaran Islam sebagai rahmat bagi semesta.
Sekiranya prinsip al-Muhafadhah bil Qadim as-Shalih wal Akhdhu bil Jadidil Ashlah adalah salah satu prinsip pokok. Prinsip ini bisa menjadikan pesantren terus tumbuh dan berkembang dengan prinsip yang dinamis. Tanpa melupakan akar prinsipnya, yaitu prinsip menebar kebaikan untuk semesta.
Tantangan Pesantren
Penggalan pepatah yang berbunyi “semakin tinggi layang-layang, semakin tinggi pula terpaan angin yang menghampiri. Ialah replika dari kondisi pesantren saat ini. Semakin tinggi kepercayaan dan animo masyarakat memondokkan anak, maka semakin tinggi pula tanggung jawab yang diemban oleh pesantren.
Tanggung jawab besar pesantren sejak awal kemunculannya adalah diharapkan mampu menjadi tempat berpulang. Yakni dari berbagai problematika dan permasalahan yang ada di masyarakat. Problematika dalam hal pendidikan dan pembentukan karakter, politik, sosial budaya dan bahkan ekonomi.
Bedanya, kala itu peran pesantren melalui “Kyai” menjadi agen tunggal satu pintu. Dalam rangka mendapatkan berbagai informasi yang shahih tentang ajaran Islam. Sedangkan saat ini, pintu untuk mencari informasi tidak hanya dari satu pintu.
Perkembangan teknologi, memunculkan gejolak baru dalam kehidupan masyarakat secara umum, dan umat Islam secara khusus. Berbagai sumber informasi saling claim memiliki akurasi dan kebenaran masing-masing.
Pesantren dan Teknologi
Pesantren di satu titik, tidak terelakkan lagi harus melakukan rekontekstualisasi metode dakwah. Tak ayal jika kemudian siapa pun, dari mana pun, bisa mengakses pengajian dari pesantren-pesantren secara khusus. Yakni dengan membuat channel youtube atau siaran langsung live streaming.
Dalam kondisi ini, pesantren bisa tidak bisa, namun harus terpaksa bisa mendidik sumber daya manusia yang ada tidak hanya menjadi ahli ilmu agama, tetapi juga ilmu teknologi.
Belum selesai permasalahan perkembangan teknologi, pesantren mau tidak mau juga harus menghadapi berbagai kebijakan mengenai perkembangan kurikulum dalam kancah nasional.
Di satu pihak, pesantren harus mampu tetap mempertahankan nilai dan penyampaian ilmu-ilmu pakem dalam tradisi keilmuan pesantren melalui kitab-kitab klasik atau kitab kuning. Di lain pihak, standarisasi kurikulum nasional harus diakomodir oleh pesantren.
Dilema-dilema tersebut tentu menjadikan pesantren banyak yang mengalami perubahan sehingga muncullah berbagai kategorisasi pesantren. Kategori modern atau tradisional –salaf atau khalaf– dan atau menjadi pesantren yang setengah-setengah. Tidak juga terlalu salaf, tetapi tidak juga terlalu modern.
Dilema Pesantren di Era Teknologi
Apa pun bentuk perubahan yang dilakukan oleh pesantren, tentunya tidak terlepas dari upaya untuk tetap mempertahankan eksistensi di tengah berbagai tantangan global.
Berkenaan dengan teknologi, perkembangan teknologi di satu pihak memunculkan berbagai kemudahan. Kemudahan ini didapatkan oleh segenap umat manusia untuk mengakses berbagai informasi. Namun, di lain pihak, ada tantangan ideologis yang membayangi tatanan sosial yang sudah ada di masyarakat.
Pesantren dalam hal ini juga tidak terlepas dari dampak gempuran ideologi-ideologi yang semakin kompleks. Salah satunya adalah ideologi transnasional yang mengatasnamakan Islam, tetapi dengan gaya penyampaian yang disebut radikal.
Hal ini tentu menjadikan pekerjaan rumah lain yang harus disikapi oleh pesantren. Sebab bagaimana pun, pesantren menduduki pilar penting dalam upaya membentuk karakter cinta tanah air. Utamanya sebagai bentuk dari ralisasi keimanan sebagaimana dalam selogan Hubbul Wathan minal Iman.
Pentingnya Mempertahankan Konsistensi Keilmuan Pesantren
Berbagai perubahan yang dilakukan pesantren, seyogyanya tidak menjadi hambatan pesantren untuk tetap menjaga spirit awal. Hal ini untuk membentuk pribadi yang rahmah dan ramah.
Upaya ini bisa dilakukan salah satunya adalah dengan tetap mempertahankan pakem keilmuan yang merupakan karakteristik khas dari pendidikan pesantren. Beberapa pakem keilmuan yang dimaksudkan adalah
1. Mempertahankan Penyampaian Ilmu Alat
Ilmu alat yang dimaksudkan adalah seperti, Ilmu Nahwu, Ilmu Sharaf, Ilmu Balaghah dan berbagai ilmu kebahasaan Arab yang lain. Penyampaian ilmu alat ini sebagai pondasi ajaran untuk memahami ajaran Islam.
Pentingnya meletakkan pondasi pemahaman tentang ilmu kebahasaan Arab adalah jalan penting untuk membuka pemahaman yang komperhensif. Hal ini dilakukan dalam memahami sumber-sumber ajaran Islam yang otentik. Seperti Alquran dan Hadis, serta berbagai sumber keilmuan pendukung lainnya.
Hal ini sebagai upaya untuk mengkonter fenomena pemahaman ajaran Islam yang cenderung sepenggal-sepenggal. Jika terus-terusan kemudian bisa berdampak pada bentuk pemahaman Islam yang kaku dan ingin benar sendiri.
2. Ilmu Manthiq atau Logika
Memberikan pengajaran Ilmu Manthiq atau ilmu logika sama halnya dengan memperkenalkan santri dengan ilmu Filsafat.
Pemahaman tentang ilmu logika atau ilmu Filsafat menjadi penting bagi pembentukan daya pikir santri dengan nalar kritis tetapi tetap mempertahankan nilai, norma dan etika sebagaimana yang telah diajarkan dalam pesantren.
Selain itu membekali santri dengan ilmu logika atau Ilmu Manthiq membentuk pola pikir yang tidak mudah kaget dalam diri santri. Utamanya dengan hiruk pikuk dan hingar bingar kehidupan di luar pesantren. Ketika nantinya mereka mulai berbaur dengan kehidupan masyarakat yang beragam.
3. Ilmu Ushul Fiqh dan Muqaranatul Madhahib
Ilmu Ushul Fiqh (asal-usul dari hukum Fiqh) dan Muqaranatul Madhahib (perbandingan madzhab) merupakan dasar dari kebijaksanaan.
Alasannya, penguasaan pada dua ilmu tersebut tidak menjadikan seseorang mudah untuk menghukumi sesuatu tanpa pertimbangan yang matang berdasar pada prinsip-prinsip hukum (Ushul Fiqh) sebelum diketok menjadi hukum (Fiqh).
Alumni pesantren diharapkan mampu mengakomodir berbagai perbedaan pandangan yang ada dalam masyarakat dalam Islam dengan bijak. Tidak main hakim sendiri atau sesuai standar kebenaran subyektifnya sendiri tanpa pertimbangan kaidah yang tepat. Sebagaimana telah ada dalam tradisi keilmuan Islam.
4. Bahtsul Masail
Tradisi bahtsul masail merupakan tradisi yang harus dipertahankan di lingkungan pesantren. Hal itu dikarenakan dalam bahtshul masail ada semacam treatment tentang kepekaan rasa, kemampuan menalar suatu permasalahan dan kejelian membandingkan sumber informasi atau rujukan yang valid dari satu (kitab) rujukan dengan rujukan lain.
Hal ini tentu baik untuk pembentukan karakter yang tidak mudah percaya terhadap berita bohong atau hoax dalam konteks berteknologi.
Berbagai keilmuan tersebut menjadi penting untuk dipertahankan sebagai karakteristik khas dalam keilmuan pesantren. Meskipun tidak dikesampingkan bahwa keilmuan lain, seperti ilmu humaniora modern (seperti psikologi, sosiologi, dsb) dan ilmu sains teknologi tetap penting dikaji di dunia pesantren.
Keilmuan-keilmuan tersebut diharapkan menjadi kesepakatan serta komitmen bersama dalam dunia pesantren sebagai indigenous intellectual ala pesantren sebagai bekal untuk mencetak generasi yang agamis, dinamis dan humanis untuk rahmat bagi semesata. Wallahu‘alam