Cara Al-Ghazali “Memojokkan” Pikiran Kaum Mu’tazilah dan Para Filsuf

Syekh Said Ramadhan Al-Buthi: Intelektual Muslim Sang Penggema Suara Moderat (Ilustrasi/Hidayatuna)
HIDAYATUNA.COM, Jakarta – Imam Al-Ghazali dalam kitab berjudul “Al-Iqtishad fi al-I’tiqad” terdapat bagian bagaimana cara dia menaklukkan atau memojokkan cara berpikir kaum Mu’tazilah dan para filsuf (pemikir filsafat).
Dalam salah satu pembahasan Imam Al-Ghazali sebagaimana diterangkan oleh cendekiawan NU, KH Ulil Abshar Abdalla (Gus Ulil) memuat tentang perdebatan kata “Nabi”.
Dijelaskan apakah sama artinya dari kata “amirun” (bahwa) Nabi itu “memerintahkan”. Dimana “Nabi” itu yang mengeluarkan perintah. Perintah dalam hal agama.
“Nah ucapan “Nabi” itu “memerintah”, apakah sama dengan ucapan “Nabi” itu maknanya mencegah dan memberikan kabar (huwa nahi wamukhbirun)?”
Gus Ulil menjelaskan ini ada dua kalimat. Kalimat pertama Nabi itu “amirun” (yang artinya) orang yang mengeluarkan perintah-perintah.
Lalu ada kalimat lain “Nabi” itu mencegah dan memberikan kabar (huwa nahi wamukhbirun). Dimana Nabi selain memberikan perintah, juga memberikan larangan serta Nabi itu mukhbirun (yakni) orang yang memberikan kabar tentang dunia ghaib.
“Nah dua statemen ini, itu maknanya sama atau beda. Ini konteksnya Al-Ghazali bertanya pada kaum Mu’tazilah dan falasifah. Bagaimana jawaban kalian (Mu’tazilah dan falasifah)?” ucap Gus Ulil dalam postingan video yang diunggah di akun Twitter pribadinya, dikutip Rabu (3/7/2024).
“Al-Ghazali kemudian membayangkan kalau kalian menjawab begini, maka konsekuensinya begitu. Tapi kalau kamu mengatakan begitu, maka kamu pendapatnya sama dengan kami,” sambungnya.
Jadi lanjut Gus Ulil, hal itu sebetulnya cara Al-Ghazali untuk “memojokkan” para Mu’tazilah dan falasifah dengan bentuk pertanyaan.
“Sehingga mereka dipaksa menjawab pertanyaan ini, supaya mereka ini pada akhirnya mengakui kebenaran posisinya Al-Ghazali,” jelasnya.
Kalau kata “huwa amirun” sama dengan maknanya “huwa nahi wamukhbirun”, maka dua kalimat ini disebutnya sama dengan pengulangan yang tidak ada artinya apa-apa.
“Itu redundant (pengulangan). Mengulangi kata dua kali yang tidak menambahkan makna apa-apa,” tandasnya. []