Bolehkah Menanam Ari-ari dengan Menyalakan Lilin?
S. Bagaimana hukumnya menanam ari-ari (masyimah) dengan menyalakan lilin dan menaburkan bunga-bunga di atasnya?
J. Menanam ari-ari (masyimah) itu hukumnya sunah. Adapun menyalakan lilin dan menaburkan bunga-bunga di atasnya itu hukumnya haram karena membuang-buang harta (tabdzir) yang tak ada manfaatnya.
Keterangan, dari kitab:
- Nihayah al-Muhtaj
وَيُسَنُّ دَفْنُ مَا انْفَصَلَ مِنْ حَيٍّ لَمْ يَمُتْ حَالاً أَوْ مِمَّنْ شُكَّ فِيْ مَوْتِهِ كَيَدَ سَارِقٍ وَظَفْرٍ وَشَعْرٍ وَدَمِ نَحْوِ فَصْدٍ إِكْرَامًا لِصَاحِبِهَا.
Dan disunahkan menguburkan sesuatu (anggota badan) yang terpisah dari orang yang masih hidup dan tidak mati segera, atau dari orang yang masih diragukan kematiannya, seperti tangan pencuri, kuku, rambut dan darah semisal dari bekam, demi menghormati pemiliknya.
- Fath al-Qarib dan Hasyiyah al-Bajuri
(الْمُبَذِّرُ لِمَالِهِ) أَيْ يُصْرِفُ فِي غَيْرِ مَصَارِفِهِ
(قَوْلِهِ فِي غَيْرِ مَصَارِفِهِ) وَهُوَ مُلُّ مَا لاَيَعُوْدُ نَفْعُهُ إِلَيْهِ عَاجِلاً وَلاَ آجِلاً فَيَشْمُلُ الْوُجُوْهُ الْمُحَرَّمَةَ كَأَنْ يَشْرَبَ بِهِ الْخَمْرَ أَوْ يَزْنِيَ بِهِ أَوْ يَرْمِيْهِ فِي الْبَحْرِ أَوِ الطَّرِيْقِ وَالْمُكْرُوْهَةَ كَأَنْ يَشْرَبَ بِهِ الدُّخَانَ الْمَعْرُوْفُ فَإِنَّ الْأَصْلَ فِيْهِ الْكَرَاهَةُ فَصَرْفُ الْمَالِ فِيْهِ مِنَ التَّبْذِيْرِ حَيْثُ لاَ نَفْعَ فِيْهِ
(Yang menyia-nyiakan hartanya), maksudnya membelanjakannya pada pembelanjaan yang tidak semestinya.
(Ungkapan Ibn Qasim al-Ghazi: “pada pembelanjaan yang tidak semestinya.”) yaitu setiap pembelanjaan yang tidak bermanfaat baginya seketika itu maupun pada waktu mendatang. Maka mencakup perkara yang diharamkan seperti di gunakan (sebagai biaya) meminum kluamr, berzina dan membuangnya ke laut atau jalan, dan beberapa kemakruhan seperti ia gunakan (sebagai biaya) merokok yang terkenal (sekarang ini; pada zaman Syaikh lbrahim al-Bajuri). Sebab hukum asal merokok adalah makruh, maka membelanjakan harta untuk membelinya termasuk penyia-nyiaan harta selama merokok tidak ada manfaatnya.
Sumber:
- Keputusan Muktamar Nahdlatul Ulama Ke-7 Di Bandung Pada Tanggal 13 Rabiuts Tsani 1351 H./9 Agustus 1932 M.
- Syamsuddin al-Ramli, Nihayah al-Muhtaj, (Mesir. Musthafa al-Halabi, 1357 H/1938 M), Jilid II, h. 494-495
- Ibn Qasim al-Ghazi dan Ibrahim al-Bajuri, Fath al-Qarib dan Hasyiyah al-Bajuri ala Fath al-Qarib, (Beirut Dar al-Fikr, t. th), Jilid I, h. 380.