Bolehkah Mempercayai Hari Naas?

 Bolehkah Mempercayai Hari Naas?

S. Bolehkah berkeyakinan terhadap hari naas, misalnya hari ketiga atau keempat pada tiap-tiap bulan, sebagaimana tercantum dalam kitab Lathaiful Akbar?

J. Muktamar memilih pendapat yang tidak membolehkan. Keterangan dari kitab Fatawa al-Haditsiyah

مِنْ يُسْأَلُ عَنْ النَّحْسِ وَمَا بَعْدَهُ لَا يُجابُ إِلَّا بَلْإِعْرَاضَ عَنْهُ وَتَسْفيهُ مَا فَعَلَهُ وَيُبَيِّنُ قُبْحَهُ وَإِنَّ ذَلِكَ مِنْ سَنَةِ اليَهودِ لَا مِنْ هُدَى المُسْلِمِينَ اَلْمُتَوَكِّلينَ عَلَى خالِقِهِمْ وَبارِئِهِمْ اَلَّذِينَ لَا يَحْسَبونَ وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ . وَمَا يَنْقُلُ مِنْ الأَيّامِ المَنْقوطَةِ وَنَحْوِها عَنْ عَليٍّ كَرَّمَ اللَّهُ وَجْهَهُ باطِلٌ كَذِبٌ لَا أَصْلَ لَهُ فَلْيَحْذَرْ مِنْ ذَلِكَ.

Barang siapa yang bertanya tentang hari sial dan sesudahnya maka tidak perlu dijawab, melainkan dengan berpaling, menganggap bodoh tindakannya dan menjelaskan keburukannya. Semua itu merupakan kebiasaan orang-orang yahudi dan bukan petunjuk orang islam yang bertawakkal kepada penciptanya terhadap Tuhannya serta. Dan hari-hari nestapa yang dinukil dari sahabat Ali –karramallahu wajhah- adalah batil, dusta dan tidak berdasar, maka berhati-hatilah dari semuanya. 

Menurut Imam pakar hadits terkemuka, al-Munawi, hari sial itu pada dasarnya tak ada. Adanya anggapan bahkan hari tertentu atau kejadian tertentu adalah tanda akan terjadinya kesialan justru akan membuat orang yang meyakininya tertimpa kesialan. Adapun orang yang yakin bahwa hal seperti itu sama sekali tak berpengaruh, maka tak ada sama sekali hari sial atau hal-hal pembawa sial baginya. Dengan kata lain, yang menerima efek kesialan hanya mereka yang percaya tathayyur saja.

Ini menjelaskan kenapa masyarakat perkotaan yang kebanyakan tak mengenal konsep seperti ini menjalani hidupnya dengan normal tanpa terpengaruh hari sial, sedangkan di kalangan masyarakat pedesaan yang masih lekat dengan kepercayaan seperti ini justru banyak ditemukan testimoni kesialan akibat melakukan pantangan di hari sial. 

Dari sudut pandang agama, hal ini berkaitan dengan firman Allah dalam hadis qudsi bahwa Allah mengikuti prasangka hamba-Nya tentang Dia. Bila seorang hamba meyakini bahwa Allah akan memberinya kecelakaan atau hal negatif, maka boleh jadi Allah akan menuruti pikiran pesimis itu. Sebaliknya bila seorang hamba yakin bahwa Allah akan memberinya kesuksesan dan keselamatan, maka besar kemungkinan Allah akan menuruti harapan positif itu

 

Sumber: 

 Keputusan Muktamar Nahdlatul Ulama Ke-3 Di Surabaya Pada Tanggal 12 Rabiuts Tsani 1347 H/ 28 September 1928 M.
 Ibn Hajar al-Haitami, al-Fatawa al-HAsyiyah, (Mesir: Musthafa al-Halabi, 1390 H/1970 ), Cet. Ke-2, h. 28

Redaksi

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *