Bolehkah Berbuka dengan Es Buah, Kolak atau Susu Sebagai Pengganti Kurma?

 Bolehkah Berbuka dengan Es Buah, Kolak atau Susu Sebagai Pengganti Kurma?

Bolehkah Berbuka dengan Es Buah, Kolak atau Susu Sebagai Pengganti Kurma? (Ilustrasi/Freepik_KamranAydinov)

HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Di antara adab berpuasa adalah menyegerakan berbuka. Hal ini dimaksudkan sebagai bentuk menghidupkan sunnah Nabi Muhammad saw. Sekaligus bertujuan menyegarkan badan setelah satu hari penuh berpuasa.

Imam al-Muhallib berkata:

 أَنْ لاَ يُزَادَ فِي النَّهَارِ مِنَ اللَّيْلِ، وَلِأَنَّهُ أَوْفَقُ بِالصَّائِمِ وَأَقْوَى لَهُ عَلَى الْعِبَادَةِ انتهى

Artinya:

“Agar orang yang berpuasa tidak menahan lapar lebih lama karena telah berpuasa di sepanjang hari. Selain itu, menyegerakan berbuka bertujuan agar orang yang berpuasa lebih kuat dalam beribadah.”

Selain itu, menyegerakan berbuka juga bertujuan sebagai pembeda dengan agama Yahudi dan Nashrani.

Dalam sebuah hadis riwayat Abu Hurairah disebutkan bahwa di antara kebiasaan-kebiasaan orang Yahudi dan Nashrani adalah menunda-nunda berbuka.

Oleh sebab itu, agar tidak sama dengan kebiasaan-kebiasaan tersebut, Nabi saw. menganjurkan umatnya agar sesegara mungkin menyantap makanan berbuka saat adzan berkumandang.

Anjuran tersebut ternyata juga diamalkan oleh para sahabat. Imam Ibnu Hajar al-Asqalani dalam Fath al-Bari menyebutkan bahwa para sahabat adalah orang yang paling cepat (tidak menunda-nunda) untuk berbuka.

كَانَ أَصْحَاب مُحَمَّد صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَسْرَعَ النَّاسِ إِفْطَارًا وَأَبْطَأَهُمْ سُحُورًا

Artinya:

“Para sahabat Nabi Muhammad adalah orang yang paling segera untuk berbuka dan paling lambat dalam sahurnya.” 

Makanan Pembuka Untuk Berbuka

Nabi Muhammad saw. juga menganjurkan bahwa makanan pembuka puasa adalah kurma basah (ruthab), dan jika tidak ditemukan ruthab, maka cukup menggunakan kurma kering (tamar). Jika tidak menemukan keduanya, maka cukup hanya dengan meneguk air putih.

Dalam ta’liq kitab Shahih al-Thib al-Nabawi fi Dhau’i al-Ma’arif al-Thibiyyah wa al-Ilmiyyah al-Hadisah karya Ibnu al-Qayyim al-Jauzi disebutkan bahwa alasan pemilihan kurma oleh Nabi Muhammad saw. sebagai makanan pembuka puasa adalah terkait dengan kandungan kurma.

Kurma, terutama kurma basah mengandung 25% zat gula (glukosa dan sukrosa), 68% zat air, 2,2% protein dan 60% mengandung lemak.

Sementara kandungan dalam kurma kering (tamar), terdiri dari 78% gula, 2,2% protein, 60% lemak dan 22 % air.

Oleh sebab itu, zat gula yang terkandung dalam kurma langsung mudah dicerna oleh lambung, darah dan usus.

Zat gula tersebut dapat terserap dalam usus orang yang sedang berpuasa hanya memerlukan waktu 2-4 menit.

Selain itu, orang yang sedang kosong perutnya juga membutuhkan makanan yang mengandung lemak, air dan protein agar tubuh mudah menerima energi.

Jenis makanan yang kaya dengan kandungan tersebut yang paling representatif adalah kurma, terutama kurma basah (ruthab).

Oleh sebab itulah, kurma menjadi makanan pembuka berpuasa paling bermanfaat sebagaimana anjuran Nabi Muhammad saw. (Ibn al-Qayyim al-Jauzi, Shahih al-Thib al-Nabawi fi Dhau’i al-Ma’arif al-Thibiyyah wa al-Ilmiyyah al-Hadisah)

Es Buah, Kolak dan Susu Sebagai Pengganti Kurma

Syaikh Muhammad Nawawi al-Jawi dalam Nihayat al-Zain dan Syaikh Abu Bakar Syatha’ dalam I’anat al-Thalibin menegaskan bahwa makanan pembuka berbuka puasa yang paling baik adalah kurma, karena sesuai dengan sunnah Nabi.

Namun jika tidak ditemukan kurma, maka orang yang berbuka boleh hanya dengan meneguk air putih.

Atau memilih jenis makanan manis yang pengolahannya tanpa menggunakan api (hulwun) seperti susu dan madu, kemudian halwa/halwa’/halawah (makanan manis yang diolah dengan api). (Syaikh Nawawi al-Bantani, Nihayat al-Zain, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2020, hlm. 189 dan Syaikh Abu Bakar Syatha’, I’anat al-Thalibin, Beirut: Dar al-Fikr, 2002, juz 2, hlm. 278)

Keterengan lebih gamblang dapat dilihat dalam kitab Nail al-Authar karya al-Syaukani sebagai berikut:

وَإِنَّمَا شُرِعَ الْإِفْطَارُ بِالتَّمْرِ لِأَنَّهُ حُلْوٌ، وَكُلُّ حُلْوٍ يُقَوِّي الْبَصَرَ الَّذِي يَضْعَفُ بِالصَّوْمِ، وَهَذَا أَحْسَنُ مَا قِيلَ فِي الْمُنَاسِبَةِ وَبَيَانِ وَجْهِ الْحِكْمَةِ. وَقِيلَ: لِأَنَّ الْحُلْوَ يُوَافِقُ الْإِيمَانَ وَيَرِقُ الْقَلْبَ، وَإِذَا كَانَتْ الْعِلَّةُ كَوْنَهُ حُلْوًا، وَالْحُلْو لَهُ ذَلِكَ التَّأْثِيرُ فَيُلْحَقُ بِهِ الْحَلَوِيَّاتُ كُلُّهَا          

Artinya:

“Disyari’atkannya berbuka dengan kurma adalah karena zat manis yang ada dalam kurma tersebut. Karena setiap makanan yang manis dapat menguatkan mata yang lelah/lemah karena berpuasa.

Ini merupakan alasan yang paling baik dan sekaligus menjadi penjelas tentang hikmah (dianjurkannya berbuka dengan kurma).

Ada juga yang berpendapat bahwa makanan yang manis itu sesuai dengan iman dan dapat melembutkan hati.

Oleh karena itu, jika alasan (illat) dianjurkannya berbuka dengan kurma itu karena manisnya, dan manis tersebut dapat berpengaruh baik, maka semua jenis makanan yang manis hukumnya dapat diberlakukan seperti kurma.” (al-Syaukani, Nail al-Authar, juz 4, hlm. 262)

Walhasil, jika merujuk pendapat-pendapat di atas, maka makanan pembuka berbuka puasa yang paling afdhal (utama) memang kurma, karena kandungan di dalamnya yang banyak mengandung manfaat.

Namun kata afdhal dapat dipahami bahwa kesunahan mengawali berbuka dengan makanan atau minuman yang manis tidak mesti harus menggunakan kurma.

Apalagi sebagaimana yang disampaikan al-Syaukani bahwa kesunahan berbuka dengan kurma karena adanya zat manis yang terkandung dalam kurma.

Maka tentunya mengkonsumi minuman seperti es buah, manisan, kolak, susu, madu dan lain-lain sebelum mencicipi makanan yang lain tetap mendapatkan kesunahan, karena termasuk jenis makanan/minuman yang manis. Wallahu A’lam. []

Abdul Wadud Kasful Humam

Dosen di STAI Al-Anwar Sarang-Rembang

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *