Bisakah Memahami Al-Qur’an Hanya dari Terjemahannya Saja?
HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Memahami Al-Quran lewat terjemahan buat saya rasanya agak kesulitan.
Bahkan meski sudah pakai tiga versi terjemahan, kadang ada beberapa ayat yang tetap tidak bisa saya pahami lewat bahasa terjemahan.
Sebab frasa dan gaya bahasa Al-Quran seringkali sangat unik dan hanya dimiliki oleh bahasa Arab saja.
Di bahasa lain tidak ada padanannya. Maka begitu satu untaian kalimat dalam Al-Quran ditranslate ke bahasa lain, hilanglah maknanya, sekaligus bilang pula ‘taste‘ nya.
Padahal salah satu kekuatan Al-Quran yang diandalkan justru kekuatan sastranya.
Dengan kekuatan sastra itulah Allah menantang orang kafir untuk bikin tandingan Al-Quran.
Dan dengan kekuatan sastra juga banyak orang kafir arab di masa lalu yang berdecak kagum lalu menyatakan diri masuk Islam.
Dilemanya adalah kalau Al-Quran dijaga hanya berbahasa Arab, maka orang di luar Arab macam kita-kita ini pastinya tidak paham isi Al-Quran.
Tapi kalau diterjemahkan, ada banyak isi konten dan pesan-pesan penting di dalamnya yang tidak akan tersampaikan.
Mengingat terjemahan itu sangat dibatasi oleh space dan teknis translate.
Jalan tengahnya adalah dengan konsep tafsir dan bukan terjemah. Tentu tafsir yang ditulis langsung dalam bahasa Indonesia, oleh orang Indonesia.
Biar tidak mengulangi lagi hambatan dalam proses penerjemahan.
Bukan apa-apa, kalau anda baca terjemahan tafsir berbahasa yang ditulis seribu tahun yang lalu, maka anda perlu penjelasan lagi. Penjelasan yang perlu dijelas-jelaskan.
Tapi balik lagi, siapa diantara kita yang gablek duit sekedar beli kitab tafsir?
Kalaupun beli buku agama, umumnya fiksi islami, novel dan seputar buku motivasi.
Adapun tafsir yang sebenarnya mengurai isi Al-Quran, pilihannya amat terbatas.
Paling jauh kita hanya mengandalkan terjemah Al-Quran di HP. Karena praktis dan gratis.
Tapi apakah cukup dengan membaca terjemah, lantas kita jadi paham?
Nah itulah masalahnya. Beli tafsir ogah, maunya baca terjemah. Itupun yang gratisan.
Oleh karena itu Prof. Quraish Shihab saya perhatikan telah mencoba membuat terjemahan yang agak lengkap.
Terjemahannya bukan sekadar terjemah harfiyah, tetapi lebih cendrung kepada terjemah yang bersifat tafsiriyah.
Tekniknya saya perhatikan, beliau banyak menyisipkan keterangan dalam tanda kurung.
Setidaknya teks terjemahan beliau terasa lebih panjang dari terjemahan versi Kemenag RI.
Satu catatan penting, di berbagai software Al-Quran, seringkali tidak dicantumkan identitas terjemahannya.
Apakah versi Kemenag RI, atau versi Prof. Quraish Shihab atau versi Buya HAMKA.
Kalaupun versi Kemenag RI, itu edisi tahun berapa? Kemenag RI punya tiga edisi, yang paling update versi 2019. Coba cek aplikasi Quran dan terjemah di handphone anda masing-masing. []