Biawak Halal atau Haram untuk Dimakan?
HIDAYATUNA.COM – Dalam mengonsumsi makanan, hendaknya manusia hanya makan makanan yang halal. Bagaimana dengan biawak, hewan yang menurut penelitian tim dari dokter hewan bahaya dimakan?
Dilansir dari Republika.co.id, Rahmadi R menerbitkan hasil penelitian mengenai daging biawak yang dilakukan dokter hewan dari Unsyiah pada tahun 2014. Menurut laporan penelitian tersebut, diketahui ada beberapa bakteri yang terkandung di tubuh biawak air.
Fitrah, salah satu peneliti mengungkapkan, jika mengonsumsi daging maupun bagian tubuh reptil ini menyebabkan terjadinya kerusakan jaringan tubuh. Hal ini mengingatkan kita pada firman Allah SWT. dalam SW. al-A’raf.
Dalam surah tersebut telah dijelaskan jenis makanan yang haram dan yang halal, yaitu
… وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ …
Artinya : “Dia (Allah) yang menghalalkan segala yang baik bagi mereka dan mengharamkan segala yang buruk bagi mereka.” [QS. al-A‘raf (7): 157].
إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنزِيرِ وَمَا أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللهِ ۖ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ ۚ إِنَّ اللهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang disembelih dengan nama selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang [QS. al-Baqarah (2): 173].
Ulama yang Mengharamkan Memakan Biawak
Sebagian ulama lagi ada yang mengharamkan mengonsumsi daging biawak karena termasuk binatang buas yang bertaring, sebagaimana disebutkan dalam hadis berikut.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: كُلُّ ذِي نَابٍ مِنَ السِّبَاعِ فَأَكْلُهُ حَرَامٌ [رواه مسلم]
“Dari Abu Hurairah ra. (diriwayatkan), dari Nabi saw beliau bersabda: Setiap yang bertaring dari binatang buas, maka memakannya adalah haram.” [HR. Muslim no. 1933].
Meski demikian, terdapat pengecualian tentang hewan-hewan yang memiliki taring dan bercakar. Tetapi tidak menggunakan taring dan cakarnya untuk menyerang, maka hukumnya halal untuk dikonsumsi.
Hewan-hewan itu di antaranya ayam, burung merpati, dan rusa. Ibn Hazm menyatakan hewan-hewan yang memiliki taring atau cakar, tapi tidak digunakan untuk menerkam, melainkan dipakai untuk memegang atau menggali, maka tidak masuk dalam kategori hewan buas. Dengan demikian, hukumnya menjadi halal.
Mendahulukan Pendapat yang Mengharamkan
Dari penjelasan di atas, diketahui bahwa biawak yang diharamkan adalah biawak yang buas dan berbahaya seperti biawak komodo dan biawak air. Sebagaimana firman Allah yang telah disebutkan di atas yang menyatakan bahwa Allah telah menghalalkan yang baik dan mengharamkan yang buruk.
Walau demikian, dikutip dari Republika, dalam hadis Rasulullah saw disebutkan,
عَنِ الشَّعْبِيِّ قَالَ: قَالَ عَبْدُ اللهِ: مَا اجْتَمَعَ حَلَالٌ وَحَرَامٌ إِلَّا غَلَبَ الْحَرَامُ عَلَى الْحَلَالِ
Dari asy-Sya‘bi (diriwayatkan) ia berkata: Abdullah berkata: Manakala berkumpul yang halal dengan yang haram, maka dimenangkan yang haram.
Selain itu, terdapat salah satu kaidah fikih yang menyebutkan,
إذَا اجْتَمَعَ الْحَلَالُ وَالْحَرَامُ غَلَبَ الْحَرَامُ
Apabila berkumpul yang halal dengan yang haram, maka dimenangkan yang haram.
Pendapat yang Membolehkan Memakan Biawak
Sebagian ulama membolehkan memakan daging biawak kerena menyamakan bentuk biawak dengan dhab, hewan yang menyerupai tikus berukuran lebih besar.
Dalam kitab Fath al-Baarii halaman 489 jilid 12 dijelaskan dhab memiliki dua alat kelamin dan mampu hidup 700 tahun. Hewan ini tidak meminum air, bahkan mencukupkan dirinya dengan keringat.
Dhab kencing dalam 40 hari sekali dan memiliki gigi yang tidak mudah tanggal. Jika daging dhab dimakan, maka akan menghilangkan rasa haus.
Sebagaimana disebutkan dalam hadis berikut ini.
عَنْ خاَلِدِ بْنِ الوَلِيْدِ: أَنَهُ دَخَل مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْتَ مَيْمُونَةَ، فَأُتِيَ بِضَبِّ مَحْنَوْذِ، فَأَهْوَى إِلَيْهِ رَسُولُ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِيَدِهِ، فَقَالَ بَعْضُ النِسْوَةِ: أَخْبِرُوا رَسُولَ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمَا يُرِيْدُ أَنْ يَأْكُلَ، فَقَالُوا: هُوَ ضَبٌّ يَا رَسُولَ اللهِ، فَرَفَعَ يَدَهُ، فَقُلْتُ: أَحَرَامٌ هُوَ يَا رَسُولَ اللهِ؟ فَقَالُ: لَا، وَلَكِنْ لَمْ يَكُنْ بِأَرْضِ قَوْمِي، فأَجِدُنِي أَعَافَهُ» قَالَ خَالِدُ: فَاجْتَرَرْتَهُ فَأَكَلْتَهُ، وَرَسُوْلُ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَنْظُرُ [رواه البخاري].
Artinya :
“Dari Khalid bin Walid (diriwayatkan): Sesungguhnya ia masuk bersama Rasulullah saw ke rumah Maimunah, lalu disajikan daging dhab panggang. Rasulullah menjulurkan tangannya (untuk mengambilnya). Berkatalah sebagian wanita (yang ada di rumah), Beritahukanlah kepada Rasulullah apa yang dimakannya. Mereka lantas berkata, wahai Rasulullah, itu adalah daging dhab. Rasul menarik kembali tangannya. Aku berkata, wahai Rasulullah, apakah binatang ini haram? Beliau menjawab, tidak, tetapi binatang ini tidak ada di tanah kaumku sehingga aku merasa jijik padanya. Khalid berkata: Aku pun mencuilnya dan memakannya sementara Rasulullah saw memperhatikanku.” [HR. al-Bukhari no. 5537].
عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: الضَّبُّ لَسْتُ آكَلُهُ وَلاَأُحَرِّمُهُ [رواه البخاري].
“Dari Ibnu Umar (diriwayatkan), Nabi saw bersabda: Aku tidak pernah memakan dhab, akan tetapi aku tidak melarangnya (tidak haram).” [HR. al-Bukhari no. 5138].
Terakhir, pendapat yang mengharamkan hendaknya lebih didahulukan dari pada pendapat yang menghalalkan. Dengan demikian, apabila hukum mengonsumsi biawak adalah halal, maka boleh kita tidak memakannya untuk kehati-hatian.
Apabila hukumnya itu haram, maka kita pun tidak memakannya dan kita termasuk orang yang benar. Wallahu’alam.