Bersikap Bijaksana Dalam Berbagai Persoalan
Bagi siapapun bersikap bijaksana dalam berbagai persoalan merupakan hal yang sangat penting. Dengan bijaksana masalah akan menemukan solusi.
إنَّ الـحَمْدَ لِلّهِ نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُ, الدَّاعِيْ إِلىَ الصِّرَاطِ الْمُسْتَقِيْمِ. اللَّهُمَّ صَلِّ وَبَارِكْ عَلى نَبِيِّنَا مُحمَّدٍ وَعَلى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإحْسَانِ إِلى يَوْمِ الدِّيْنِ. أَمَا بَعْدُ: فَياَ عِبَادَ اللهِ. أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَقُوْنَ. إِتَقُوا اللهِ حَقَ تُقَاتِهِ وَلاَتَموْتُنَ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
Amma ba’d, Allah telah berfirman dalam surah al Baqarah 269.
يُؤۡتِى الۡحِكۡمَةَ مَنۡ يَّشَآءُ ۚ وَمَنۡ يُّؤۡتَ الۡحِكۡمَةَ فَقَدۡ اُوۡتِىَ خَيۡرًا كَثِيۡرًا ؕ وَمَا يَذَّكَّرُ اِلَّاۤ اُولُوا الۡاَلۡبَابِ
Dia memberikan hikmah kepada siapa yang Dia kehendaki. Barangsiapa diberi hikmah, sesungguhnya dia telah diberi kebaikan yang banyak. Dan tidak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang mempunyai akal sehat. (Al-Baqoroh [2] : 269)
Ma’asyirol muslimin, rohimakumulluh…
Hikmah artinya sikap bijaksana yang bisa menempatkan berbagai persoalan pada proporsinya yang layak, dengan menunaikan setiap hak kepada pemiliknya dan mengakui jasa setiap orang yang berjasa. Sikap bijaksana yang paling besar adalah apabila seorang hamba menyadari hak Pencipta dan Khöliqnya. Karena Allah mempunyai hak sangat besar yang harus ditunaikan oleh hamba-hamba-Nya, sekaligus Dia adalah yang berjasa sangat besar kepada hamba-hamba-Nya. Karena itu, seorang hamba harus menyadari hak dan jasa besar Robbnya itu, kemudian berbuat selaras dengan konsekuensi kesadaran tersebut, yaitu bersyukur dan taat kepada-Nya, lantaran perasaan takut kepada siksa-Nya dan menginginkan pahala-Nya.
Salah satu sikap bijaksana adalah apabila seorang hamba mengenal dan mengakui hak-hak Rasul yang mulia dengan bersaksi di dalam hati maupun dengan ucapan lisan bahwa beliau adalah hamba sekaligus rosul Allah, yang jujur dan terpercaya; juga mengikutinya, mendahulukan syariat dan ajarannya daripada semua syariat dan ajaran yang lain, dengan keyakinan bahwa syariatnya merupakan satu-satunya aturan yang bisa membawa kebaikan dunia dan akhirat.
Salah satu sikap bijaksana adalah kebijaksanaan seseorang dalam tindakannya, di mana ia mendahulukan yang paling penting dari perkara penting, serta memilih yang paling baik dari perkara baik. Jika dihadapkan kepada dua kepentingan, maka ia mendahulukan yang paling bermanfaat di antara keduanya. Jika ia melihat kepentingan umum dan kepentingan pribadi, maka ia mendahulukan kepentingan umum, karena kepentingan umum itu lebih bermanfaat dan lebih luas. Jika persoalan yang dihadapinya adalah antara melaksanakan kewajiban dan sunnah, sedangkan ia tidak bisa melakukan kedua-duanya sekaligus, maka ia mendahulukan yang wajib daripada yang sunnah, karena yang wajib lebih tegas perintahnya. Jika perbuatannya menimbulkan kebaikan dan kerusakan, sedangkan nilai kebaikan dan kerusakan tersebut berimbang, maka ia mendahulukan pencegahan kerusakan. Karena pencegahan kerusakan lebih utama daripada diperolehnya kebaikan, apabila nilai kebaikan dan kerusakan tersebut berimbang.
Salah satu wujud sikap bijaksana lainnya adalah apabila muncul dua kerusakan, sedangkan seseorang mau tidak mau harus melakukan salah satu dari keduanya, maka ia akan melakukan bahaya yang lebih ringan dan kerusakan yang lebih sedikit.
Salah satu sikap bijaksana adalah hendaklah seseorang mengakui jasa yang dilakukan orang lain, mengakui orang yang berjasa baik kepadanya, entah itu dalam aspek agama maupun duniawi; membalas jasanya itu jika memungkinkan; dan jika tidak memiliki sesuatu untuk membalas jasanya, maka ia berdoa untuknya sampai merasa yakin bahwa ia telah bisa membalas jasa orang itu,
Salah satu sikap bijaksana adalah melihat tindakan-tindakan orang lain dengan kacamata kasih sayang, nasihat, dan keadilan, karena setiap orang pasti melakukan kesalahan, kecuali yang dilindungi oleh Alloh dari kesalahan. Tapi bukan sikap bijaksana melihat orang lain dari sisi kesalahannya saja, sambil mengabaikan aspek kebenarannya. Sikap bijaksana adalah memandang kedua aspek tersebut, menimbang-nimbang antara keduanya, kemudian berusaha memperbaiki kesalahan. Sebab, orang mukmin yang satu dengan orang mukmin yang lain ibarat satu tubuh, di mana masing-masing bagian tubuh itu saling melengkapi. Nabi telah mengisyaratkan Dalam hadits riwayat Abu Hurairah radhiyallahu anhu disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِيَ مِنْهَا آخَرَ
“Janganlah seorang mukmin membenci seorang mukminah. Jika ia tidak suka satu perangainya, bisa jadi ia senang dengan perangainya yang lain.” (HR. Muslim no. 1469)
Kadang-kadang, sahabat Anda telah melakukan kesalahan dalam pandangan Anda, akan tetapi ketika Anda berdialog dengannya, terlihatlah bahwa ia tidak bersalah. Karena itu, hendaklah Anda mengkaji dulu berbagai persoalan. Mendialogkan urusan dengan ikhlas, dan niat yang baik merupakan salah satu sebab paling besar dalam memperbaiki dan mensukseskan urusan tersebut.
Salah satu wujud sikap bijaksana adalah apabila seseorang menyadari bahwa dirinya telah melakukan suatu kesalahan, jangan sampai ia berkeras kepala, memperturutkan hawa nafsu, dan tetap ngotot dengan kesalahan dan pendapatnya. Karena kembali kepada kebenaran itu lebih baik daripada terus ngotot dalam kebatilan. Kebenaran adalah harta orang mukmin yang hilang, di mana saja ia memperolehnya, hendaklah ia mengambilnya. Banyak orang, karena kedudukan dan gengsi, tidak mau kembali kepada kebenaran, setelah kebenaran tersebut diketahuinya dengan jelas. Ini merupakan sikap bodoh. Kita memohon kepada Allah agar melindungi kita dari sikap seperti itu.
Salah satu sikap bijaksana adalah apabila saudara kita datang dengan membawa nasihat untuk kita, jangan sampai kita bermuka cemberut atau menampakkan perasaan tidak suka kepadanya. Karena orang yang memberikan nasihat itu berhak mendapatkan terima kasih, karena berterima kasih kepada pemberi nasihat itu merupakan keutamaan bagi yang dinasihati dan membangkitkan motivasi bagi yang menasihati. Tidak mengapa kita menjelaskan kepadanya sebab-sebab mengapa Anda melakukan perbuatan yang karenanya ia menasihati kita.
Ma’asyirol muslimin, rohimakumulluh…
Salah satu sikap bijaksana adalah hendaknya seseorang tidak memasuki suatu persoalan sehingga ia tahu bagaimana menyelesaikan persoalan itu. Sebab sebagian orang terpedaya oleh hal-hal lahir dan pokok-pokok persoalan, namun ketika telah terlibat dalam persoalan itu, ia tidak mampu menyelesaikannya.
Salah satu sikap bijaksana adalah bila seseorang telah memulai suatu pekerjaan dan bisa menikmati pekerjaan itu, hendaklah ia melanjutkannya. Siapa yang mendapat berkah sesuatu, hendaklah tetap padanya. Sebagian orang memulai pekerjaan, tetapi tidak menyelesaikannya, sehingga waktu yang telah digunakannya itu terbuang sia-sia tanpa manfaat. Misalnya, ia membaca sebuah kitab atau mendalami suatu bidang, kemudian meninggalkannya begitu saja, tidak menyelesaikannya, tetapi berpindah kepada bidang lain, lantas berpindah lagi kepada bidang lain sebelum menyempurnakan yang pertama, sehingga pekerjaannya sia-sia, sedangkan usianya habis tak berguna. Demikian halnya pekerjaan-pekerjaan lain. Setiap hari, ia punya pekerjaan baru, dan setiap hari ia mempunyai pendapat baru, sehingga seluruh waktunya terbuang percuma tanpa manfaat.
Karena itu, wahai kaum muslimin, bertakwalah kepada Allah dan belajarlah bersikap bijaksana! Jalani sikap ini, berikan hak kepada pemiliknya, laksanakan setiap pekerjaan dengan semestinya, dan akuilah jasa siapa pun yang berjasa! Itulah kebijaksanaan.
يُؤۡتِى الۡحِكۡمَةَ مَنۡ يَّشَآءُ ۚ وَمَنۡ يُّؤۡتَ الۡحِكۡمَةَ فَقَدۡ اُوۡتِىَ خَيۡرًا كَثِيۡرًا ؕ وَمَا يَذَّكَّرُ اِلَّاۤ اُولُوا الۡاَلۡبَابِ
“dan barang siapa yang dianugerahi hikmah (kepahaman yang dalam tentang al-Quran dan al-Sunnah) itu, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak, dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah),” (al-Baqarah: 269)