Berpindah Mazhab, Bolehkah?

 Berpindah Mazhab, Bolehkah?

Sekolah Al-Qur’an Menjadi Trend di Kalangan Orang Tua di Aljazair (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Pegangan prioritas umat Islam adalah Al-Qur`an, hadis, ijma’ dan qiyas. Semua bersumber dari Allah Swt. Lantas jika semua sumber dalil hanya berasal dari satu saja, yakni Allah, mengapa ada begitu banyak mazhab dalam Islam? Sehingga bertanda banyaknya perbedaan atau pilihan dalam tubuh Islam itu sendiri?

Dunia yang manusia tinggali ini akan terus berkembang dan bergerak dinamis. Kemajuan dan kecanggihan teknologi yang pesat menjadikan persoalan masyarakat semakin berkembang dan kompleks.

Atas beberapa persoalan, maka dibutuhkan solusi yang tepat sesuai naṣ syariat. Sedangkan tidak semua orang mampu untuk berijtihad dengan sumber hukum Islam kecuali orang yang mumpuni atau disebut mujtahid.

Dari mujtahid itulah, kemudian lahir mazhab-mazhab yang diikuti oleh orang awam yang tidak mencapai derajat mujtahid sehingga wajib taklid kepada para mujtahid tersebut.

Perbedaan Para Imam adalah Rahmat bagi Umat

Allah swt memberikan rahmat atas banyaknya mazhab yang berbeda. Sebagaimana judul kitab karya Abu ‘Abdillah Muḥammad bin ‘Abdurraḥman al-Dimasyqi al-‘Utsmani “Raḥmatu al-ummah fi ikhktilāfi al-aimmah” (rahmat bagi seluruh umat dalam perbedaan para imam). Mengenai perbedaan merupakan suatu rahmat dan anugerah dari Allah untuk semua umat. Perbedaan sendiri merupakan suatu keniscayaan dan sunnatullah yang tidak bisa dielakkan.

Perbedaan tidak hanya terjadi pada masa imam fikih yang melahirkan beberapa mazhab. Bahkan, sejak masa Nabi, sahabat, tabiin dan tabi’it tabi’in perbedaan dalam ijtihad telah menjadi hal yang lumrah. Seperti contoh sahabat yang berbeda dalam memahami perkataan Rasul.

Ketika pasukan Islam yang dipimpin oleh Saad bin Muadz akan berangkat perang ke Bani Quraidzah, Rasul bersabda bahwa tak seorang pun boleh melakukan sholat ashar di Bani Quraidzah.

Sebagian sahabat melakukan shalat ashar ketika sampai di perkampungan Quraidzah dan sebagian yang lain tetap shalat di tengah perjalanan ketika sudah ashar meskipun belum sampai di perkampungan Quraidzah.

Masih begitu banyak contoh yang menggambarkan bahwa perbedaan atas ijtihad merupakan suatu hal yang sah-sah saja.

Mazhab yang Tetap Eksis dan Hukum Berpindah Mazhab

Terdapat tujuh mazhab yang tetap eksis di dunia hingga saat ini. Dari ketujuh mazhab tersebut, empat di antaranya memiliki pengikut terbanyak dan paling masyhrur. Yaitu mazhab Hanafi, Hanbali, Maliki dan Syafi’i. Apabila seseorang sudah menganut salah satu mazhab, bolehkah berpindah mazhab yang lain?

Berpindah agama jelas haram hukumnya. Lantas bagaimanakah hukum berpindah mazhab?

Dikutip dari kitab “Ikhtilāf al-Madhāhib” karya Imam al-Suyūṭī, berpindah mazhab hukumnya boleh sebagaimana yang dikukuhkan oleh Imam Rafi’i, dan diikuti oleh Imam Nawawi.

Imam Nawawi berkata dalam kitab al-Raudhah,

“Apabila dibukukan beberapa mazhab, maka apakah boleh bagi muqallid berpindah dari satu mazhab ke mazhab lain?”

Beberapa qaul yang mengatakan berpindah dalam beberapa keadaan:

Keadaan pertama, adanya sebab yang menyebabkan dia berpindah karena urusan dunia seperti untuk mendapat pangkat, kedudukan, dekat dengan penguasa, atau ahli dunia.

Keadaan yang menyebabkan berpindah karena urusan dunia ada dua bentuk keadaan yakni pertama, jika dia orang awam dan tidak memiliki mazhab apapun selain imam Syafii, Hanafi, Hanafi.

Apabila dia kemudian berpindah mazhab karena faktor dunia, maka boleh saja. Sebab sejatinya orang yang awam tidak memiliki mazhab secara hakikat. Maka dia boleh berpindah ke mazhab baru.

Kedua, apabila ada orang faqih yang alim didalam mazhabnya dan ingin berpindah karena faktor dunia maka hukumnya mendekati haram sebab dia bermain-main dengan hukum syariat untuk mengejar tujuan dunia.

Keadaan yang kedua, adanya orang berpindah mazhab karena tujuan agama, ada dua bentuk : Pertama, adanya orang yang faqih dalam mazhabnya dan dia menemukan mazhab lain yang lebih rajih maka wajib hukumnya untuk berpindah ke mazhab yang kedua.

Kedua, apabila ada orang yang tidak memiliki mazhab, kemudian menemukan yang lebih mudah dan cepat dalam memahaminya maka wajib berpindah dan haram mencampurkan sebab mencampurkan adalah suatu tindakan bodoh. Sebab faqih atas mazhab imam dari empat imam itu lebih baik dari meneruskan kebodohan,

Keadaan orang yang berpindah mazhab yang ketiga adalah berpindah bukan untuk faktor dunia dan agama. Akan tetapi dilakukan secara sengaja, maka boleh hukumnya bagi orang awam dan makruh atau tercegah bagi orang faqih.

Sebab orang faqih telah sekian lama untuk belajar dan mendalami mazhabnya, maka apabila berpindah mazhab yang kedua ditakutkan telah habis umurnya digunakan untuk mempelajari mazhab yang kedua tersebut. []

Muthoharoh

Muthoharoh, seorang mahasiswi program studi Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir STAI Al-Anwar, Sarang, Rembang, Jawa Tengah. Dapat disapa melalui sosial media berikut ini: | Facebook: Muthoharoh | Twitter: Shhfnmuth | Instagram: @Shhfnmuth |

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *