Bermain Petak Umpet

 Bermain Petak Umpet

Sebagai kiai yang memang egaliter dan nyentrik, Kiai Baidlowi, pengasuh pesantre Gedang Sewu, Pare, Kediri, Jawa Timur, akrab dengan para santrinya. Belai sering kali bercanda dengan santri-santrinya ; saling mencandai dan melontarkan humor sudah menjadi hal yang biasa. Belia juga sering mengajak santrinya untuk bersepeda berkeliling Pare. 

Karena performance- nya seperti itu, maka para santrinya pun tidak sungkan-sungkan untuk bercanda dengan beliau. 

Kalau sudah bercanda, maka antara kiai dan santri pun seolah sudah tidak ada batasanya. Semuanya seakan sudah melebur menjadi sahabat.

Setiap harinya , Kiai nyentrik itu selalu berada di kamar pribadinya yang terletak satu kompleks dengan pesantren yang di asuhnya. Tidak jauh dari kamar Kiai Baidlowi, tepatnya di atrah sebelah selatan, ada sebuah pohon durian yang agak besar, Ketika pohon durian itu berbuah, sering kali Kiai Baidlowi bermain ‘’petak umpet ‘’ dengan para santrinya. 

      ‘’Gedebuk !’’ begitulah suara yang terdengar di bawah pohon durian saat malam yang gelap itu. Kiai Baidlowi yang saat itu tengah santai-santai di kamar pribadinya, mendengar suara yang jatuh tersebut segera keluar dan menuju arah suara. 

‘’Wah, duren ceblok ( wah, durian jatuh ! ) piker Kiai Baidlowi.

Setelah berada di bawah pohon duren, beliau pun mencari-cari durian jatuh. Di bawah pohon tersebut tampak ada sebuah bongkahan. Ia pun segera menghampiri dan memungutnya, namun ternyata bukan durian, melainkan batu yang segede durian.

‘’Kok malah batu, lalu siapa yang mengirim batu ke bawah pohon durian ini ? gumam Kiai Baidlowi.

    Beliau lantas membauang batu itu dan kembali ke kamarnya. Ketika hamper sampai ke kamar sebelah. Mereka terdengar suara para santri dari kamar sebelah. Merka terdengar suara para santri dari kamar sebelah. Mereka sedang cekikikan dan samar-samar terdengar suara dari kamar santri tersebut, ‘’Hihihihi kacau, malah Pak Yai yang terjebak . ‘’Batu itu sebenarnya digunakan untuk mengerjai santri lain, namun malah kiainya yang kena. 

Mendengar hal itu, Kiai Baidlowi langsung tersenyum sambil masuk kamar pribadinya. Di kamar Pribadinya sambil masuk kamar pribadinya. Di kamar pribadinya tersebut, sambil tertawa geli beliau bilang, ‘’ jan kurang ajar arek –arek iki, awas koe tak bales ( sunguh kurang ajar anak-anak ini, awas kamu tak balas ! )’’

Beberapa malam berikutnya, sejumlah santri yang ngerjain Kiai Baidlowi sedang berkumpul di beranda asmara sambil ngopi dan rokokkan. Di kamar pribadi Kiai Badlowi sudah ada batu segede buah durian. Mendengar anak-anak santri yang kemarin mengerjainya kumpul, maka kesempatan itu pun tidak di sia-siakan. Dari jendela kamarnya, beliau melemparkan batu tersebut sekeras-kerasnya ke bawah pohon durian, ‘’Gedebuk !’’ suara batu tersebut. 

Mendengar suara tersebut, para santri yang jumlahnya sekitar lima orang itu yang awalnya ngobrol, ngopi, dan ngrokok, langsung berhamburan ke bawah pohon durian. Ketika mereka sibuk mencari jatuh atas petunjuk suara tersebut, Kiai Baidlowi dari jendela kamarnya pun tertawa terpingkal-pingkal.

‘’Hhahahahha, hayoooo, ketipu koe, pangan kuwi watu  ( hahahahaha, hayooo, ketipu kau, makan itu batu !) ‘’ kata Kiai Baidlowi.

Mendengar suara kiainya, para santri tersebut langsung terkejut dan meledaklah tawa mereka. 

Sumber : HUMOR SUFI PARA WALI DAN KIAI 

Redaksi

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *