Berguru Pada Anjing
HIDAYATUNA.COM – Sebenarnya, penulis sudah mulai diminta menyampaikan kembali hasil ngaji dari Mbah Yai Iskandar Yogyakarta sejak masih duduk di bangku SMP.
Mulai dari mengajarkan baca tulis Alquran, tajwid, maupun maknani Quran. Tentu dengan kemampuan yang serba terbatas karena fakirnya pengetahuan dan belianya usia waktu itu.
Ketika tahun 2000, beliau memerintahkan penulis untuk mengaji di suatu desa di Temanggung. Naik bis turun di terminal dan dijemput hingga kampung yang dimaksud.
Seperti kehidupan pedesaan umumnya, para penduduk di sana sangat ramah. Hawa yang sejuk dan sikap menyaudara warganya adalah sesuatu yang melebihi keindahan apa pun.
Sebagian besar penduduknya adalah petani, berkebun, dan beternak. Banyak sekali yang memelihara anjing di kampung tersebut sebagai penjaga kebun dari gangguan pencuri ataupun hama.
Hingga tiba saat mengaji dimulai, warga berduyun-duyun hadir di masjid. Ternyata mereka membawa serta anjingnya. Tentu pemiliknya masuk masjid tidak membawa anjing. Binatang piaraannya tetap berada di luar dan dijaga oleh anak-anak dan remaja.
Anjing Pada Masanya Menjadi Kearifan Lokal
Mereka tidak merasa aneh atau semisalnya. Keder juga rasanya ngaji dengan jamaah yang bukan cuma manusia ini, hehehe. Ngaji dengan asik riang gembira diselingi gelak tawa bersama dan gonggongan anjing. Pengalaman tak terlupakan seumur hidup.
Apalagi selama di Jogja tidak pernah menyaksikan fenomena serupa. Bahkan berinteraksi dengan anjing juga hampir tidak pernah terjadi. Penulis tidak sempat bertanya tentang hal ini.
Apakah memang jaman dulunya mereka menganut mazhab yang bukan Syafi’ie, atau memang memiliki pemahaman yang khusus. Mengingat kearifan lokalnya sangat membutuhkan anjing sebagai penjaga sehingga menghasilkan keragaman keunikan ini.
Setelah 21 tahun berlalu, entah apakah hal ini masih tetap ada atau sudah berubah kebiasaan warganya. Belum pernah datang di lokasi yang sama lagi.
Namun, demikianlah kenyataannya. Sesepuh desa tersebut justru mengungkapkan hal yang luar biasa. Mungkin karena melihat gestur penulis yang merasa sangat tidak familier dengan hadirnya anjing-anjing tersebut.
Pelajaran dari Seekor Anjing
Beliau bercerita bahwa kita manusia harus bisa belajar dari seru sekalian alam ciptaan Gusti Allah termasuk juga anjing. Meski air liurnya dihukumi najis, dagingnya haram dimakan, namun fisik dan kehadirannya di dunia adalah sama-sama makhluk Allah yang tidak boleh dizalimi.
Ada setidaknya 3 sifat anjing yang patut kita contoh, yaitu, sifat setia kepada tuannya. Kedua, sifat waspada dalam segala kondisi dan ketiga, sifat pantang menyerah.
Beliau juga memberitahu, bahwa setidaknya ada 3 sifat anjing yang wajib kita jauhi. Yaitu pertama, tidak bisa membedakan kawan dan lawan yang datang. Asal tidak biasa melihat siapa pun dia, pasti langsung menggonggong. Kedua, mudah disuap dengan tulang, dia akan diam menikmati tulang dan tidak peduli sekitarnya lagi. Ketiga, mudah berkelahi dengan sesamanya.
Semoga menjadi pelajaran yang bermanfaat bagi kita semua.