Beragama Santai ala Nasruddin Hoja: Sufi Berjuta Gelak Tawa

Beragama Santai ala Nasrudin Hoja
HIDAYATUNA.COM – Mungkin sudah tak asing bagi sebagian kaum muslim, ketika dikatakan nama Nasruddin Hoja. Dialah sufi jenaka dengan berjuta gelak tawa, melalui kisah-kisah humornya, banyak sekali pelajaran serta hikmah yang dapat diambil.
Kesederhanaan wataknya seakan-akan membuktikan sebuah hadits Nabi yang artinya “Sesungguhnya Allah SWT tidak melihat kepada bentuk rupa dan tubuhmu, akan tetapi Allah SWT melihat kepada amal perbuatan dan hatimu”.
Ketenangan serta kesantaiannya dalam menanggapi setiap permasalahan yang ia hadapi, mencerminkan ketenangan batin yang ia miliki. Seolah tak ada yang ia takuti melainkan Tuhannya, Rabbul izzati.
Banyak sekali keteladanan yang dapat kita petik dalam rentetan kisah jenakanya. Seperti pentingnya berikhlas dalam beramal, berprasangka baik kepada siapapun, menjaga hati sesama muslim, sabar dalam setiap cobaan,bijak menghadapi permasalahan, dan masih banyak lagi.
Semua pesan itu ia sampaikan secara santai dan jenaka, sehingga siapa pun yang mendengarnya lebih condong untuk menelisik ke dalam jiwanya pribadi, “apakah diriku sudah benar?” dibanding sibuk memperhatikan aib orang lain.
Kisah Jenaka Nasrudin Hoja
Seperti dalam sebuh kisah, diceritakan suatu ketika Nasruddin pergi berbelanja ke sebuah pasar. Disana, ia membeli barang-barang yang dibutuhkannya, lalu dimasukkan ke dalam keranjang.
Akan tetapi karena barang belanjaan yang ia bawa sangatlah banyak, ia pun menyuruh seorang kuli untuk membawakannya dan dibayar dengan upah yang layak. Setelah itu, ia pulang dari pasar tersebut & berjalan di depan kuli.
Namun, tanpa diketahui Nasruddin, kuli itu membawa lari keranjang belanjaan Nasruddin berikut isinya. Berselang seminggu kemudian, ketika ia pergi ke pasar yang sama, seorang temannya mengatakan “Lihatlah Nasruddin, dialah orang yang pada minggu lalu membawa keranjangmu!”
Sontak ketika itu, Nasruddin langsung bersembunyi disamping sebuah kedai. Ia menunggu kuli pencuri itu lewat dan meninggalkan pasar.
Lalu temannya bertanya “apa yang kamu lakukan disitu?” Nasruddin menjawab “orang itu telah membawakan keranjangku yang berat selama seminggu, aku khawatir ia akan menagihnya.
Bayangkan jika yang ditagih adalah upahnya selama seminggu, harga keranjang dan barangku bahkan tidak cukup untuk membayarnya”.
Mendahulukan Husnudzon
Melalui kisah tersebut, kita dapat mengambil pelajaran bahwa sudah selayaknya sebagai seorang muslim memiliki prasangka baik (husnudzon) dan mendahulukannya kepada siapapun dan dalam kondisi bagaimana pun.
Nasruddin telah mengajarkan bahwa beragama itu mudah, tak perlu dipersulit dan beragama itu menggembirakan, tak perlu ditakut-takuti. Agama islam adalah agama cinta.
Sebagaimana Kata Nabi “Cinta itu asas (ajaran) agamaku”. Nasruddin telah menebarkan cinta melalui humor jenakanya.
Andaikan tak ada cinta dalam dirinya, tentu dia sudah marah dan main hakim sendiri terhadap si pencuri tadi.
Akan tetapi karena kecintaannya akan diri sendiri, sesama makhluk dan Penciptanya; ia korbankan harta dan ego sehingga yang tampak adalah agama yang penuh kedamaian serta rahmat Allah yang terpancar melalui dirinya.
Keteladanan tersebut sudah semestinya kita lanjutkan di masa sekarang ini karena beragama pada hakikatnya tidak terbatas oleh ruang dan waktu.
Dimanapun & disaat apapun, sudah semestinya kita mengambil peran dalam menegakkan agama Islam yang rahmatan lil ‘alamin. Tidak dengan kaku, keras maupun penghinaan, tetapi dengan canda, hikmah dan nasehat kebijaksana