Benarkah Virus Corona adalah Azab bagi China ?
Belakangan Ramai yang Menyebut Bahwa Virus Corona Adalah Azab untuk Cina. Benarkah Virus Corona adalah Azab bagi China?
HIDAYATUNA.COM – Jumlah korban meninggal virus Corona kembali naik. Pemerintah Cina mengungkapkan bahwa jumlah korban meninggal telah mencapai 132 orang per hari Rabu, 29 Januari 2020. Di sisi lain, ada 1400an kasus baru untuk warga terjangkit virus Corona.
“Semuanya (korban meninggal) berasal dari provinsi Hubei yang dikarantina, sementara jumlah kasus warga terjangkit virus Corona naik sebanyak 1459 kasus menjadi 5974,” berdasarkan keterangan Otoritas Kesehatan Nasional Cina yang dikutip dari kantor berita Reuters.
Namun, selain penyebaran virus corona yang terjadi di Wuhan ternyata di media sosial juga sedang terjadi penyebaran virus kebencian. Berbagai unggahan yang menghantarkan pada rasa kebencian untuk China sedang rutin-rutinnya mampir di beranda kita. Dan kebencian itu katanya dilandasi karena agama. Sangat disayangkan karena agama kembali menjadi alat pembenaran ego manusia untuk melaknat manusia lain.
Tak hanya mendapatkan serangan virus corona, Wuhan juga mendapatkan serangan laknat serta berbagai ujaran kebencian di media sosial dari mereka yang mendapat penyakit akibat tertular virus kebencian.
Baru-baru ini Ketua Media Center Persaudaraan Alumni 212 Habib Novel Chaidir Hasan Bamukmin menanggapi wabah virus corona di Kota Wuhan, China. Novel berpendapat bahwa virus yang telah menewaskan puluhan warga China itu dinilai sebagai azab kezaliman pemerintah China termasuk kezaliman yang dialami muslim Uighur di Xinjiang, China.
“Ini karena kearoganan China terhadap kejahatan manusia (termasuk Uighur) juga yang dilakukan di beberapa negara jajahannya,” kata Novel saat dikonfirmasi Sabtu (25/1).
Hilyatu Millati salah satu mahasiswa Indonesia di Wuhan sangat prihati dengan komentar-komentar yang menyebut virus corona adalah azab bagi China. Milla mencontohkan saat Indonesia dilanda banjir, warga China tak ada yang menghujat. Namun begitu virus corona menyebar dari China, netizen Indonesia banyak yang berkomentar menyakitkan.
Milla juga menyinggung kasus Mers CoV yang sama-sama disebabkan oleh virus Corona yang terjadi di wilayah Arab Saudi dan negara-negara Timur Tengah, namun anehnya saat itu tidak ada masyarakat indonesia yang mengatakan bahwa hal tersebut terjadi dikarenakan azab.
Kalau Tuhan mau memberi azab atas tindakan Rezim Tiongkok kepada masyarakat muslim Uighur, kenapa bukan Beijing saja yang terkena azab virus karena pusat pemerintahan Tiongkok berada di Beijing bukan di Wuhan (asal dari virus corona dan tempat terparah penderita virus corona)? Pun jika kita melihat peta, jarak Wuhan ke Beijing terpaut ribuan kilometer.
Mereka yang memaknai bencana sebagai azab dari Tuhan tentu lebih sulit diharapkan solidaritas sosialnya terhadap para korban. Teringat kembali sikap Presiden ke-43 Amerika Serikat George W. Bush yang melontarkan kritikannya kepada negara-negara Arab pada awal tahun 2005 karena mereka dinilainya lamban merespons bencana Tsunami di Aceh pada akhir Desember 2004. Kelambanan ini bisa jadi karena para pemimpin negara-negara petro dolar itu masih mempertanyakan apa makna bencana Tsunami itu sebelum akhirnya megirimkan bantuannya kepada para korban di Aceh. Sikap seperti itu memang berbeda dengan sikap para pemimpin negara-negara Barat yang dengan cepat memberikan bantuan kepada pemerintah Indonesia.
Hal tersebut berbeda dengan mereka yang memaknai bencana sebagai ujian dari Allah SWT. Umumnya, mereka lebih berempati dan mudah mengulurkan bantuan-bantuan yang diperlukan para korban. Mereka juga mendoakan yang baik-baik bagi para korban. Allah SWT berfirman dalam surah al-Baqarah ayat 155 :
الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُم مُّصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ
Artinya: “Orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata “Sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali.”
Ayat di atas seharusnya menjadi rujukan bahwa sebagai sesama manusia hendaklah kita memiliki solidaritas kepada mereka yang tertimpa bencana, dan mengembalikan makna bencana itu kepada Allah Yang Maha Menghedaki dan Maha Tahu, dan bukan malah sok tahu tentang maknanya. Apalagi jika hanya bermaksud menghakimi para korban sebagai orang yang diazab Tuhan. Hal seperti ini sudah pasti amat menyakitkan tidak saja bagi korban itu sendiri tetapi juga bagi orang-orang yang menaruh hormat dan cinta mendalam kepada mereka.
Baiknya kita mengingat kembali statemen Cendekiawan Muslim Prof Dr KH Didin Hafidhuddin bahwa “hikmah adanya musibah untuk membangun empati sesama manusia”. Juga dari Dr. H. Nadirsyah Hosen “Jangan sampai orang lain kena musibah kau bilang itu azab, tapi pas kau dan sodaramu yang kena kau bilang itu ujian.” Wallahu ‘Alam