Benarkah Islam Mengabaikan Urusan Duniawi?

 Benarkah Islam Mengabaikan Urusan Duniawi?

Benarkah Islam Mengabaikan Urusan Duniawi (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM – Islam adalah agama yang sempurna yang mencakup seluruh aspek hidup dan kehidupan manusia. Mafhum kita ketahui selain hidup di dunia kita juga akan hidup di akhirat kelak. Apakah lantas kita mengartikan bahwa hidup di dunia ini tidaklah penting karena kehidupan yang abadi adalah di akhirat.

Sebelum menyimpulkan mana yang lebih penting antara dunia dan akhirat, alangkah baiknya kita mencoba melihat ulang kisah berikut :

Pada suatu ketika, Sa’ad bin Musa Al-Anshari menuturkan sebuah kisah bahwa pada suatu waktu Rasulullah Saw baru kembali dari perang tabuk. Saat itu beliau melihat tangan Sa’ad yang melepuh, kulitnya berwarna gosong kehitam-hitaman karena sengatan sinar matahari.

“Kenapa tanganmu?” tanya Rasalullah.

“Karena aku mengolah tanah dengan cangkul ini untuk mencari nafkah keluarga yang menjadi tanggunganku” jawab Sa’ad.

Kemudian Rasulullah mengambil tangan Sa’ad dan menciumnya seraya berkata ;

“Inilah tangan yang tidak pernah disentuh api neraka”. Dalam riwayat lain, setelah mencium tangan pekerja, beliau bersabda, “Inilah tangan yang dicintai Allah dan Rasulnya” (HR. At-Thabari).

Dari kisah tersebut, dapat kita ambil kesimpulan bahwa Islam sangat memperhatikan keseimbangan. Artinya Islam tidak hanya menyuruh manusia untuk fokus mengejar akhirat hingga melupakan dunia. Tetapi Islam menganjurkan keseimbangan, yaitu menjalani kehidupan di dunia sebaik mungkin untuk bekal hidup di akhirat.

Hal itu dibuktikan dengan kisah Rasulullah yang begitu memuliakan tangan Sa’ad, hingga beliau mencium tangannya saat mengetahui tangan itu digunakan untuk mencangkul atau bekerja, mencari penghidupan di dunia. Bahkan lebih dari itu, Rasulullah Saw sempat memuji Sa’ad tangan yang ia gunakan untuk bekerja tidak akan pernah disentuh api neraka.

Dalam hal ini, bekerja dan mencari penghidupan di dunia dijadikan sarana kita untuk beribadah dan mendapat Ridha Allah Swt, serta menjadi bekal untuk hidup di akhirat kelak.

Bekerja Juga Beribadah

Manusia diciptakan oleh Allah tidak lain adalah untuk beribadah kepad-Nya. Seperti yang terkandung dalam firman Allah pad surat Ad-Dzariyat ayat 56 :

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

Artinya : “Dan tidaklah aku ciptakan jin dan manusia kecuali hanya untuk beribadah kepadaku”.

Jika kita menelaah lebih dalam, makna ibadah dalam firman Allah di atas, kiranya tidak bisa kita maknai sempit, seperti ibadah hanya dalam konteks ritual, seperti shalat, zakat, puasa dan lainnya. Sebab jika ibadah hanya dimaknai pada konteks ritual, berarti kita beribadah hanya pada saat waktu Shalat, namun pada waktu-waktu di luar salat tersebut kita tidak sedang beribadah. Padahal sudah jelas bahwa pada ayat di atas Allah menegaskan manusia diciptakan hanya untuk beribadah kepada-Nya.

Untuk itu, setiap yang kita lakukan atau kerjakan sebaiknya harus selalu kita niatkan untuk beribadah kepada-Nya. Meskipun pada hakikatnya siapapun diantara kita tidak ada yang bisa menjamin bahwa aktivitas sehari-hari kita bisa dinilai ibadah oleh Allah. Meskipun begitu, kita tetap bisa mengupayakan apapun yang kita kerjakan dengan niat beribadah kepada-Nya bisa diterima sebagai sesuatu yang dinilai ibadah oleh Allah, dan mendapat Ridha-Nya.

Selain niat, aktivitas atau pekerjaan yang kita lakukan kiranya harus tetap berlandaskan aqidah yang sesuai dengan syariat yang telah ditetapkan oleh Allah dalam Al-Qur’an dan Sunnah.

Alangkah indahnya jika lelah setelah bekerja kita dinilai ibadah oleh Allah dan mendapat Ridhanya. Hingga hal itu bisa menjadi tabungan atau bekal untuk menjalani kehidupan selanjutnya yaitu akhirat.

Mohammad Iqbal Shukri

Mahasiswa Tingkat Akhir Jurusan Perbankan Syariah UIN Walisongo Semarang

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *