Benarkah Indonesia Negara Sekuler?

 Benarkah Indonesia Negara Sekuler?

Cinta Tanah Air Dalam Perspektif Ajaran Islam (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Sekularisme adalah faham yang memisahkan antara agama dan negara, artinya negara tidak ikut campur dalam masalah agama.

Sekularisme lahir dari hasil konfrontasi berdarah antara agamawan gereja dengan para pemikir kala itu yang menghasilkan pemisahan antara negara dan agama.

Namun akhir-akhir ini, sekularisme kembali dihembuskan oleh kelompok radikal yang menginginkan Indonesia menjadi negara agama dengan cara memprovokasi umat bahwa Indonesia adalah Negara sekuler yang tidak mengatur agama, tidak mempedulikan agama sehingga perlu di-setting ulang.

Tentu itu hanyalah pepesan kosong yang digunakan untuk memanfaatkan ummat agar tindakannya mendapatkan dukungan.

Indonesia dan Agama

Seandainya kita mau membuka mata dan menakar secara objektif, sesungguhnya Indonesia adalah negara berketuhanan yang sangat menjunjung tinggi hak asasi manusia, salah satunya adalah hak beribadah setiap pemeluk agama di Indonesia.

Kebebasan beragama di negeri kita dijamin, sebagaimana yang termaktub dalam konstitusi, Pasal  29 Ayat 2 Undang Undang Dasar 1945.

Apakah tidak cukup untuk membuktikan bahwa negara Indonesia adalah negara yang berketuhanan dan menjunjung tinggi kebebasan beragama serta melindunginya?

Jika dirasa masih belum cukup, mari kita lihat fakta yang lain. Pada rukun Islam, ketika ada orang yang baru memeluk Islam, maka negara hadir disana melalui KUA yang berada di bawah Kementerian Agama.

Begitu pun shalat, kumandang azan senantiasa terdengar disetiap waktu shalat, setiap muslim pun aman melaksanakan shalat disetiap Masjid, siang atau malam.

Demikian dengan puasa, setiap menjelang datangnya Bulan Ramadan, pemerintah melalui Kementerian Agama mengadakan sidang itsbat penentuan awal bulan Ramadan. Apalagi untuk ibadah haji, pemerintah hadir dan mengaturnya melalui Undang Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah.

Hal yang disebutkan diatas adalah syariah Islam yang berdimensi ilahiyyah. Dalam dimensi insaniyyah (sosial) Negara pun hadir sebagai bentuk jaminan kebebasan beragama.

Misalnya dalam pelaksanaan ibadah zakat yang mempunyai dampak sosial bagi fakir dan miskin. Melalui Undang Undang Nomor 23 Tahun 2011 yang bertujuan untuk menanggulangi masalah kemiskinan dan meningkatkan efektivitas pengelolaan zakat (Pasal 3), dalam konsiderannya undang undang tersebut lahir sebagai bentuk jaminan dari Negara atas kemerdekaan dan kebebasan beribadah sesuai kepercayaan warganya yang muslim.

Bukan hanya zakat, negara pun mengatur perihal wakaf melalui Undang Undang Nomor 41 Tahun 2004. Kita mengetahui bahwa wakaf adalah aturan Islam yang mempunyai dimensi sosial. Berapa organisasi yang dibesarkan dengan wakaf?

Berapa pesantren yang berdiri diatas tanah wakaf? Berapa yayasan yang mengelola wakaf produktif hingga memberikan manfaat untuk banyak orang?

Artinya, negara betul betul  memperhatikan hal ini, bukan hanya formalitas agar disebut negara yang tidak anti agama, tetapi Negara serius menerapkan regulasi yang telah dibuatnya dalam rangka implementasi syariah Islam bagi pemeluk pemeluknya, lantas dimanakah sekulernya?

Selain apa yang telah disebutkan diatas, Islam sebagai agama yang paripurna, mengatur perihal hubungan manusia dengan manusia yang lain, di mana kita bisa temukan dalam khazanah karya para ulama pada pembahasan tentang muamalah.

Di Indonesia, perihal muamalah pun menjadi perhatian negara karena ini merupakan bentuk ibadah ummat Islam dalam mengamalkan perintah Allah Swt.

Dalam hal ini negara hadir, melalui Undang Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Di zaman modern seperti sekarang, sedikit sekali kiranya orang yang tidak menggunakan jasa perbankan.

Kita bisa merasakan, betapa besarnya peran perbankan dalam mewujudkan pertumbuhan dan pemerataan ekonomi. Orang yang tidak punya modal, bisa menggunakan jasa perbankan, sehingga ia dapat membuka usaha dan mengembangkannya.

Melalui perbankan, seseorang bisa mengatur keuangan untuk tujuan masa depan, seperti membeli rumah, tabungan qurban, tabungan haji dan lainnya. Bahkan perbankan memudahkan setiap hajat seseorang dalam masalah keuangan.

Nasabah bisa menggunakan layanan transfer yang kapan pun bisa digunakan, dengan perbankan kegiatan muamalah kita menjadi mudah, bahkan sesuai dengan syariah. Ini bukti nyata jaminan negara terhadap pelaksanaan ajaran agama yang dianut oleh warganya.

Masih dalam perihal muamalah. Pemerintah mengatur masalah rumah tangga sesuai dengan syariah Islam. Di Indonesia terdapat Kompilasi Hukum Islam (KHI)  sebagai rujukan hakim dalam memutuskan perkara perkawinan, talak, ruju, wasiat, warisan, dan hibah.

KHI ini lahir berdasarkan Intruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991. Dengan adanya KHI, membuktikan bahwa syariah Islam di Indonesia diamalkan dengan baik, bahkan negara memfasilitasinya.

Begitu juga ketika antara ummat Islam terjadi konflik. Lembaga yudikatif yang merupakan lembaga pemerintah, dalam memutuskan perkara menggunakan aturan Islam. Melalui Undang Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, Pasal 2 menyatakan,

“Penyelenggaraan kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkungan Peradilan Umum, lingkungan Peradilan Agama, lingkungan Peradilan Militer, lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara, dan oleh sebuah Mahkaman Konstitusi.”

Pelaksanaan aturan agama Islam sebagai jaminan atas kebebasan beragama, bukan hanya pada masalah ritual saja atau hubungan manusia dengan penciptanya, tetapi juga muamalah, yakni hubungan manusia dengan manusia lainnya.

Bahkan mengenai hubungan manusia dengan dirinya pun, seperti dalam mengkonsumsi makanan dan minuman, negara mengatur melalui Undang Undang Jaminan Produk Halal Nomor 33 Tahun 2014, semata mata agar ummat muslim tenang atas produk yang beredar dimasyarakat.

Dari pemaparan bukti bukti tersebut, maka jelas bahwa sesungguhnya Indonesia bukan Negara sekuler. Indonesia sangat menjunjung tinggi hak asasi manusia.

Dalam hal ini kebebasan beragama dan menjalankan ibadah sesuai dengan kepercayaan masing masing. Oleh karena itu, isu tentang sekularisme yang berkembang di masyarakat yang dituduhkan pada negara ini hanyalah sebagai bentuk provokasi yang tentunya jauh dari kebenaran. []

Iwan Setiawan, M.H

Dosen Hukum Ekonomi Syariah STAI Sabili Instagram: ibnu_syamsudin

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *