Belajar Nash Suci Tanpa Guru, Benar Tetap Dihukumi Salah

 Belajar Nash Suci Tanpa Guru, Benar Tetap Dihukumi Salah

Generasi Syaikhona Kholil dan Murid-muridnya (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM – Dalam perbincangan sehari-hari, kita kerap mendengar seseorang mengatakan, “Ini sekolah saya”. Oleh karena berasal dari jaman dan suasana yang sama, pasti semua orang paham maksud dari pernyataan tersebut.

Maksudnya ialah: Saya sedang atau pernah bersekolah di tempat ini. Namun, jika orang tidak paham kebiasaan pilihan kata masyarakat setempat dan dilogika sendiri. Bisa berubah makna menjadi: Sekolah ini milik saya.

Jadi untuk membuktikan kebenarannya bukannya dimintai ijazah kelulusan, tetapi sertifikat tanah dan IMB. Tentu absurd sekali, bukan?

Sebab, jika dianalogikan dengan kalimat: “Ini baju saya,” dipastikan maknanya ialah: Baju ini milik saya. Ini sudah benar secara logika maupun kebahasaannya.

Kesalahan mencerna karena hanya berdasar terjemahan dan “logika sepihak” ini, paling hanya berdampak lucu dan wagu saja. Tidak sampai pada tahap sesat menyesatkan.

Lalu bagaimana ketika masuk pada ranah pemahaman atas nash suci keagamaan?

Solusi Memahami Nash Suci

Sumber dalil maupun sumber hukum utama dalam Islam adalah Alquran maupun Al-Hadis. Kedua nash suci ini diyakini kebenarannya oleh umat Islam secara mutlak. Terutama pada Alquran dan Hadis Shohih.

Sedangkan bahasa dari keduanya ialah menggunakan Bahasa Arab Klasik. Sudah diturunkan 15 abad hijriyah yang lalu.

Bagaimana bisa memahami jika membaca saja tidak bisa? Bahkan terjemahan saja tidak cukup untuk memahami kandungannya.

Maka dibuatlah berbagai cabang ilmu alat untuk memahami nash-nash suci tersebut. Oleh karena itu, jangan pernah percaya kepada siapa pun yang menjelaskan kedua nash suci ini, jika tidak diketahui memiliki pemahaman atas ilmu alatnya.

Sebab, akan menjerumuskan kita ke jurang kesesatan teramat dalam. Bahkan seandainya secara kebetulan tepat sebagaimana yang dimaksud, oleh Kanjeng Nabi Muhammad SAW tetap dihukumi salah.

“Barang siapa yang berkata di dalam Kitab Allah Azza wa jalla dengan imajinasinya sendiri, jikapun benar maka sungguh-sungguh salah.” (Al Hadits)

Solusi bagi yang tidak ahli ialah jika kita tidak sangat ahli dalam penguasaan berbagai ilmu alat yang biasa digunakan memahami nash suci tersebut. Ikutilah pemahaman dari para Guru Mulia.

Sebab, beliau-beliaulah yang memiliki kemampuan untuk mendekati kebenaran atas maksud nash suci tersebut. Memang belum tentu benar. Namun, jauh lebih baik daripada jika mengikuti imajinasi yang sudah pasti salah.

Shuniyya Ruhama

Pengajar Ponpes Tahfidzul Quran Al Istiqomah Weleri-Kendal

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *